Tugas seorang suamu adalah memberi nafkah lahir batin seorang istri. Namun pada kenyataannya tak sedikit lelaki yang menyempelekan kewajibannya itu. Jangankan memberi nafkah secara sukarela, tak jarang istripun bagai pengemis yang harus berkali-kali bahkan mengiba untuk meminta yang telah menjafi haknya.
Tak sedikit kita temui banyak lelaki yang belum menyadari posisi tanggung jawabnya ketika ia memutuskan menikah. Banyak yang abai atau malah masih asik dengan hobinya nongkrong serta bermain game.
Itu juga lah yang terjadi dengan Heru, ia begitu abai menafkahi Rena. Bahkan uang belanja perharipun jauh dari kata cukup, Rena istri yang penyabar selalu menurut dan patuh kepada kehendak Heru. Karna baginya sturganya ada pada lelaki yang telah menikahinya itu.
Namun kesabaran yang telah ia semai diinjak-injak oleh keegoisan Heru, Rena lelah dalam kesabarannya yang tak pernah dihargai akhirnya berontak.
Hal apakah yang akan dilakukan Rena? yuk baca kisahnya, jangan lupa like, vote and komennya ya readers💜.
Terima kasih 😊😇💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hesti Afrianthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Berubah (19)
"Terus maumu apa heh! ya aku emang menomer satukan teman-temanku, karna mereka lebih dulu ada dalam kehidupanku ketimbang kalian, dan mereka yang menemaniku dalam suka duka tau...! " jawabny dengan berapi-api
"Jujur ya Mas, untuk saat ini aku bertahan semata-mata demi anak-anak, aku tak ingin mereka memiliki orang tua yang berpisah, karena aku tak ingin anakku kekurangan kasih sayang, walau nyatanya sekarang pun mereka memang sudah kekurangan kasih sayang darimu" Geramku tak kalah sengit. Aku sudah lelah mengalah, semakin diam maka aku semakin disudutkan. Dan aku tak ingin itu terjadi.
Kedua anakku yang telah terlelap akhirnya terbangun demi mendengar kegaduhan yang Heru ciptakan.
"Mah, Pah, udah malem jangan berantem terus" ucap si sulung yang membuatku tersentak seraya mengucap istigfar sambil mengelus dada.
"Ya sayang, maafin Mama ya. Yuk kita tidur lagi" ajakku, kugiring anak-anak masuk kedalam kamar untuk menenangkan mereka.
"Mah, Mamah tidur disini aja ya bareng dede! dede takut Mama dimarahin lagi sama Papah, Papah sekarang galak ya Mah" ujar si bungsu sambil memelukku erat. Aku yang mendengar permintaannya hanya tersenyum kecut menyadari kecerobohanku, aku telah lalai. Seharusnya anak-anak tak perlu tau jika kedua orang tuanya bertengkar.
'maafkan mama sayang' batinku. kupeluk kedua malaikat kecil itu dalam dekapanku lalu memberinya kecupan.
"Udah, sekarang kita tidur ya"
*****
Pagi hari, seusai melaksanakan sholat subuh aku bergegas kedapur untuk membuatkan sarapan.
"Nah, gitu! layanin suami dengan baik kalo mau masuk syurga!" ujarnya jumawa, sambil mengambil sepotong pisang goreng yang tersaji diatas meja.
Aku sebenarnya sangat muak mendengar ucapannya. Namun kupaksakan bibir ini diam karna melihat anak-anak yang datang menghampiri meja makan untuk ikut sarapan.
"Mana kopiku" pintanya santai sambil mengunyah pisang. Entah sudah berapa potong pisang Yang melesat masuk ketenggorokannya itu.
"Kopi, teh, gula semuanya habis" Terangku dengan nada suara yang sudah langsung naik satu oktaf.
"Ya beli lah, sana buruan kewarung. Gak enak makan pisang goreng kalo gak ada kopinya" suruhnya.
Aku segera menodongkan tanganku tepat didepannya. Bagaimana mungkin dia menyuruhku membeli tanpa memberikan uang.
"Ya elah pake uangmu aja dulu lah, beli gula doang, lagian kamu kan dikasih uang sama Ibu semalam" ujarnya acuh.
"Ibu kamu tuh kasih uang buat anak-anak, bukan buat beli gula sama kopi" ujarku yang kian berang. Namun sekuat tenaga harus kutahan amarahku didepan anak-anak.
"Hadeh... mulai deh yang diomongin duit lagi! " gerutunya sambil mengambil selembat uang 100ribuan.
"nih, buat 3 hari ya" sambil menyodorkan uang tersebut.
"hmmm..... terserah kamu aja lah" aku yang tak mau ribut memilih pergi kewarung.
*****
"Bu, beli gula, teh, kopi dan susu kaleng putihnya satu ya" pintaku pada si empu warung.
"Eh neng... udah balik, gimana kabar orangtuanya udah sehat? " tanyanya yang malah membuatku bingung,
"iya kemarin si Heru yang kasih tau, katanya neng pulang kampung karna oke orangtuanya sakit" jelasnya lagi menjawab kebingunganku.
"Oh gitu ya, iya sih kemarin saya pulang kampung" jawabku agak sedikit ragu.
"eh... anu neng maaf ya sebelumnya, kan kemaren neng ngutang tuh sembako 200ribu yang bulan kemarin, nah saya kan nagih ke Heru. tapi kata Heru duitnya dibawa sama eneng semua, jadi bayar nya nunggu neng pulang katanya, maaf ya neng, saya lagi butuh modal nih buat beli barang dagangan lagi. kalo ada mah sekarang lunasin semua. tapi kalo gak ada separonya juga gak apa-apa neng" ujarnya, wajahku seketika langsung memerah menahan amarah,
'bisa-bisanya Heru menjadikan aku sebagai alasan. padahal waktu itu uangnya tak kubawa sepeser pun! keterlaluan!' batinku.
Belum sempat kuambil belanjaanku, aku langsung bergegas balik pulang Tanpa memperdulikan lagi bu Minah yang pemilik warung yang berteriak memanggilku.
Sesampainya dirumah, aku segera manghampiri Heru.
"Mas, bisa kita bicara sebentar dilamar,. ada yang penting yang harus aku sampaikan." ujarku sambil terus berusaha tetap tersenyum menyembunyikan amarah yang menggelora didalam dada.
Next....