Nayara Kirana seorang wanita muda berusia 28 tahun. Bekerja sebagai asisten pribadi dari seorang pria matang, dan masih bujang, berusia 35 tahun, bernama Elvano Natha Prawira.
Selama 3 tahun Nayara menjadi asisten pria itu, ia pun sudah dikenal baik oleh keluarga sang atasan.
Suatu malam di sebuah pesta, Nayara tanpa sengaja menghilangkan cincin berlian senilai 500 juta rupiah, milik dari Madam Giselle -- Ibu Elvano yang dititipkan pada gadis itu.
Madam Gi meminta Nayara untuk bertanggung jawab, mengembalikan dalam bentuk uang tunai senilai 500 Juta rupiah.
Namun Nayara tidak memiliki uang sebanyak itu. Sehingga Madam Gi memberikan sebuah penawaran.
"Buat Elvano jatuh cinta sama kamu. Atau saya laporkan kamu ke polisi, dengan tuduhan pencurian?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Kamu Mulai Ada Rasa Sama Saya?
Pulang dari kantor, Elvano meminta Nayara untuk mampir membeli beberapa camilan dan minuman ringan untuk mengisi kulkas di dalam kamar pria itu.
Maka, Nayara pun turun di sebuah mini market yang tak jauh dari gedung penthouse.
Gadis itu mengambil beberapa bungkus kacang kulit sangrai, biji bunga matahari, kacang almond, kentang goreng dalam wadah kaleng, dan biskuit kering.
Setelah itu, ia beralih pada rak minuman kaleng. Mengambil soda rasa lemon, cola, minuman rasa jeruk, kopi dan bir dalam kaleng.
Semua yang ia inginkan sudah di dapatnya, Nayara pun bergegas pergi ke kasir.
Saat keluar dari mini market, hujan tiba - tiba mengguyur deras. Membuat Nayara menepi. Dan hendak memesan taksi online.
“Nayara.”
Saking fokusnya pada ponsel di tangan, Nayara tak menyadari jika Adrian berdiri di hadapannya.
“Kita bertemu lagi.” Ucap pria itu dengan penuh senyuman.
Nayara membalas dengan senyum tipis dan anggukan pelan.
“Banyak sekali belanjaan kamu?” Tanya pria itu.
“Untuk pak bos.” Jawab Nayara.
Adrian mengangguk pelan. “Bisa kita mengobrol sebentar?”
“Tapi, Ad—
“Sebentar saja, Nay. Mumpung ada waktu untuk bertemu.” Pria itu memelas.
Nayara menghela nafas pelan. Ia kemudian mengangguk.
Adrian meminta Nayara untuk duduk di atas kursi yang tersedia di emperan toko. Ia masuk ke dalam dan membeli kopi untuk mereka berdua.
“Silahkan, Nay.” Pria itu meletakan gelas plastik kopi di hadapan Nayara. Kemudian duduk di samping gadis itu.
“Terima kasih, Ad.”
Adrian menghela nafas pelan. “Nay, sebelumnya aku minta maaf sama kamu. Karena telah lancang meminta nomor ponsel kamu sama ibu Juwita.” — ibunya Nayara.
“Ibu sudah mengatakannya kemarin, Ad.” Ucap Nayara pelan.
“Apa kamu marah? Sekali lagi aku minta maaf. Karena itu, meski sudah tau kontak kamu, aku tidak berani menghubungi. Takut kalau kamu marah.” Ucap pria itu lagi.
Nayara sontak menatap pria itu. Ternyata masih memiliki adab kesopanan juga.
“Tidak masalah, Ad. Sekarang kamu sudah tau, ‘kan?” Gadis itu menyunggingkan sudut bibirnya.
“Apa kamu memiliki kekasih?” Tanya Adrian.
Nayara mengerutkan keningnya.
“Jangan salah paham, Nay. Maksud aku, kalau kamu memiliki kekasih, aku tidak akan berani menghubungi kamu sembarangan.” Jelas pria itu.
Nayara mengangguk paham. Dirinya tidak memiliki kekasih. Namun dalam misi memikat hati sang atasan. Lalu ia harus menjawab apa?
“Aku belum memiliki kekasih, Ad.” Jujur Nayara.
Ia yakin, Adrian akan bercerita pada orang tuanya di kampung.
“Itu artinya, aku boleh menghubungi kamu kapanpun?” Tanya Adrian penuh harap.
“Di luar jam kerja, Ad. Kamu tau sendiri ‘kan, bagaimana pekerjaan kita sebagai seorang asisten? Apalagi aku yang asisten pribadi.”
Adrian menganggukkan kepalanya. “Jadi kamu asisten pribadi pak Elvano?”
Kepala Nayara mengangguk beberapa kali.
“Apa kamu dua puluh empat jam ikut dengannya?” Tanya pria itu lagi.
“Tidak, Ad. Aku tinggal di kontrakan bersama adikku. Kamu pasti juga sudah mengetahuinya dari orang tuaku ‘kan?”
“Iya, Nay. Bapak kamu sering menceritakan tentang kamu. Beliau sepertinya sangat bangga sama kamu.”
Nayara menyunggingkan sudut bibirnya.
Benarkah orang tuanya merasa bangga pada Nayara?
.
.
.
Elvano mengerutkan kening ketika tak mendapati Nayara di lantai satu penthouse.
Ia melirik arloji di pergelangan tangannya. Sudah cukup lumayan lama waktu berlalu, sejak pria itu menurunkan Nayara di depan mini market, hingga dirinya selesai mandi.
“Dia kemana?” Gumamnya. Ia kembali ke kamar untuk mengambil ponsel yang tertinggal.
Hendak menghubungi Nayara, namun sebuah pesan bergambar dari orang kepercayaannya, mencuri perhatian Elvano.
‘Bu Nayara sedang duduk di depan mini market bersama pria yang bapak minta selidiki kemarin.’
Mata Elvano membulat sempurna. Pantas saja asisten pribadinya itu begitu lama tidak kembali. Ternyata sedang asyik mengobrol bersama si Adrian - Adrian itu.
Elvano pun bergegas mengambil kunci mobilnya. Melangkah lebar keluar dari penthouse. Ia harus segera menyeret Nayara pulang, sebelum Adrian mengajaknya pergi berkencan.
Jarak penthouse dan mini market itu tidaklah jauh. Kurang lebih lima ratus meter. Dan ternyata di luar sedang hujan deras.
Elvano turun dengan membawa sebuah payung hitam yang selalu tersedia di dalam mobilnya.
Berjalan cepat, dan melihat Nayara yang sedang tertawa bersama pria itu.
“Nara!” Panggil Elvano dari jarak sepuluh meter.
“Pak El.” Nayara sontak berdiri. Tak lupa membawa dua kantong belanjaannya.
“Kenapa bapak datang kemari?” Tanya gadis itu.
Apa Elvano mau flunya semakin parah? Keluar rumah saat hujan deras seperti ini?
“Karena kamu terlalu lama, dan membuat saya khawatir, Ra. Apalagi sedang turun hujan seperti ini.” Elvano menyerahkan payung pada gadis itu. Dan ia mengambil alih kantong belanja di tangan Nayara.
“Selamat sore, pak Elvano.” Sapa Adrian dengan sopan.
“Sore. Oh, rupanya kamu sedang mengobrol bersama asistennya pak Angga.” Elvano menekan ucapannya di akhir kalimat. Bermaksud agar Adrian sadar dengan posisinya.
“Kami tanpa sengaja bertemu disini, pak.” Adrian tidak mau Nayara terkena amarah oleh atasannya itu.
“Seharusnya tadi kamu tidak menyuruh saya pergi, Ra. Kamu jadi kehujanan disini.” Ucap Elvano pada sang asisten.
“Saya berniat memesan taksi online, pak.” Jelas gadis itu.
“Sudah? Mana taksinya? Batalkan saja.” Ucap pria itu lagi.
“Belum, pak.” Nayara tersenyum lebar.
“Kalau begitu kita pulang sekarang.” Elvano melangkah keluar dari bawah payung.
“Eh.” Nayara mau tidak mau harus mengejar pria itu.
“Ad, aku pergi dulu.” Pamitnya sedikit mengeraskan suara.
Adrian pun melambaikan tangannya.
“Pak, seharusnya tidak perlu mencari saya kemari. Bapak masih flu. Nanti kalau tambah parah, bagaimana?” Ceroscos Nayara saat mereka sudah berada di dalam mobil.
“Lalu? Saya harus menunggu kamu yang sedang asyik mengobrol dengan teman satu kampung kamu itu? Begitu?” Elvano berdecak pelan, kemudian mulai melajukan mobilnya meninggalkan mini market itu.
“Kan bapak bisa menelpon saya. Biasanya juga seperti itu. Kalau saya tidak ada kabar, bapak pasti menghubungi berulang kali.”
Elvano terbungkam.
Kenapa tidak terpikir olehnya untuk menghubungi Nayara? Justru malah melesat secepat kilat ke mini market. Setelah mengetahui Nayara duduk berdua dengan Adrian.
“Kamu biasanya juga tidak mengangkat panggilan saya. Nanti alasan kamu, ponsel dalam mode senyap. Atau kalau kamu bawa mobil, ponselnya ketinggalan di mobil. Kamu ingat, Ra?” Untung pria itu bisa berkilah.
“Tidak juga, pak.” Ucap Nayara pelan sembari membuang pandangan keluar jendela.
“Sampai di penthouse langsung minum air hangat. Nanti saya buatkan air jahe sekalian.” Imbuh gadis itu lagi.
Mobil berhenti di basemen gedung apartemen mewah itu. Namun Elvano belum mematikan mesin kereta besi itu.
“Kenapa kamu begitu perhatian sama saya, Ra? Apa semata - mata karena kamu asisten pribadi saya? Atau kamu mulai ada rasa sama saya?” Tanya Elvano.
Ya, ‘kan saya saat ini dalam misi merayu bapak!
Nayara tidak mungkin menjawab seperti itu ‘kan?
“Apa saya tidak boleh perhatian sama bapak?” Gadis itu berbalik melempar tanya. Ia memberanikan diri menatap pria itu dengan lekat.
“Lagipula, bapak tidak memiliki kekasih yang memperhatikan selama ini, ‘kan? Jadi, saya tidak salah memberikan perhatian kepada bapak.”
Elvano membisu. Dan memilih keluar lebih dulu,
“Dia kenapa lagi? Sensitif sekali.”
...****************...
nungguin si el bucin sama si nay..
ayok kak hari ini upny double 🤭