Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 Minta Maaf
Keesokan harinya...
Moza bangun pagi-pagi sekali, dia sudah bersiap mau jogging. "Kamu gak apa-apa jogging sendiri? aku lagi malas nih, mana dingin lagi," seru Una.
"Iya, gak apa-apa. Lagi pula joggingnya juga hanya disekitaran Villa aja," sahut Moza.
Terlihat Herman masih tertidur di sofa, dia baru bisa tidur di jam 02.00 subuh. Moza pun segera keluar dan disapa oleh anak-anak. "Pagi, Kak Moza!"
"Pagi."
"Moza, ayo sarapan dulu!" tawar Papa Heru.
"Nanti saja Om, aku mau jogging dulu," sahut Moza.
Bagas yang baru saja duduk dan sarapan satu suap pun, kembali bangkit dari duduknya. "Mau ke mana kamu?" tanya Delon.
"Kepo," sahut Bagas.
Bagas pun segera memakai sepatu dan menyusul Moza untuk berjogging. Bagi dia, ini adalah waktu yang tepat untuk dia meminta maaf kepada Moza atas semua perbuatan yang dia lakukan waktu SMA dulu. Bagas celingukan, dia mencari Moza karena tiba-tiba saja dia menghilang.
"Loh, dia ke mana? cepat banget larinya," gumam Bagas.
Setelah sekian lama mencari, dari kejauhan Bagas melihat Moza sedang duduk selonjoran di bawah pohon. Tatapan Moza tertuju ke perkebunan, Bagas perlahan mendekat dia ingin tahu apa yang Moza lihat. Ternyata Moza sedang melihat satu keluarga sarapan bersama di perkebunan.
Kedua orang tuanya tampak bahagia menyuapi anaknya, bahkan anaknya sudah terlihat remaja. Moza tersenyum getir, walaupun kehidupan keluarga itu sederhana tapi kasih sayang kedua orang tua sangat besar kepada anaknya. Tidak terasa air mata Moza menetes, rasanya sakit sekali melihat pemandangan di depan sana karena Moza sama sekali tidak pernah merasakan hal seperti itu.
"Ma, Moza rindu sama Mama," gumam Moza dengan deraian air matanya.
Hati Moza semakin sakit, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Pundaknya bergetar hebat, melihat seperti itu saja sakitnya luar biasa. Perlahan Bagas menghampiri Moza dan duduk di samping Moza.
"Kalau kamu butuh orang bercerita, kamu boleh cerita sama aku," ucap Bagas.
Moza kaget, dia segera menghapus air matanya dan bangkit dari duduknya. Dia hendak meninggalkan Bagas tapi Bagas dengan cepat menahan lengan Moza. "Lepaskan," ketus Moza.
"Aku tahu kamu masih marah sama aku atas apa yang aku lakukan di masa lalu, aku minta maaf," ucap Bagas.
Moza terdiam sejenak, hingga dia pun menghempaskan tangan Bagas. "Sudah terlambat, kata maaf kamu tidak akan pernah merubah semuanya. Memangnya dengan kamu meminta maaf, rasa sakit hati aku akan sembuh?" ucap Moza dingin tanpa mau melihat ke arah Bagas.
"Sesakit itukah kamu kepadaku sehingga kamu tidak mau memaafkan aku?" seru Bagas.
"Sudahlah, aku sudah tidak mau membahas masa lalu karena masa lalu bagi aku tidak pantas untuk diingat," sahut Moza.
Moza kembali melangkahkan kakinya. "Aku tahu kamu butuh teman untuk bercerita, aku hanya ingin menawarkan diri supaya kamu bisa bercerita agar bebanmu sedikit berkurang," seru Bagas.
"Aku adalah perempuan yang terbiasa sakit tanpa disembuhkan, terbiasa kecewa tanpa ada yang menenangkan, terbiasa sedih tanpa pelukan, berbagai episode menyakitkan sudah aku lewati, aku diam meski ada luka yang ingin berbicara, aku tersenyum meski dipelupuk penuh dengan air mata, aku tertawa meski ada banyak beban yang dirasa, dan aku berusaha bahagia karena ada luka yang harus aku tutupi. Dan kamu tidak tahu itu bahkan kamu adalah salah satu orang yang menyebabkan luka dalam hati aku jadi kamu jangan sok-sok an ingin menjadi orang yang bisa menenangkanku," ucap Moza dingin.
Moza pun dengan cepat berlari meninggalkan Bagas. Bagas lemas, ternyata dalam sekali luka yang Moza alami. Sepertinya Bagas sudah tidak punya kesempatan lagi, karena Moza sudah sangat membencinya.
"Loh, kok sudah pulang lagi?" tanya Una.
Moza tidak menjawab, dia langsung masuk ke dalam kamar. "Kenapa tuh anak?" gumam Una.
***
Malam pun tiba....
Moza saat ini sedang berbincang-bincang ringan bersama Una, tiba-tiba ponsel Moza berdering dan tertera nama Rico di sana. "Siapa?" tanya Una.
"Kak Rico," sahut Moza.
"Buruan angkat," seru Una.
📞"Halo, kak ada apa?" tanya Moza.
📞"Halo Moza, aduh maaf aku ganggu liburan kamu, bisa tidak malam ini kamu pulang?" seru Rico.
📞"Memangnya ada apa Kak?" tanya Moza panik.
📞"DJ Dimas tidak bisa datang malam ini karena tiba-tiba sakit mendadak, dia meminta kamu menggantikannya di bar xxx. Kalau tidak, bar itu akan meminta ganti rugi ke kita sepuluh kali lipat," sahut Rico panik.
📞"Apa? memang performnya kapan?" tanya Moza khawatir.
📞"Dua jam dari sekarang," sahut Rico.
📞"Astaga Kak, mana bisa sampai tepat waktu apalagi kita pakai mobil mungkin kalau aku pakai motor bisa terkejar waktunya," sahut Moza.
📞"Bagaimana dong? apalagi pihak bar xxx menghubungi kakak barusan. Mereka tidak akan meminta ganti rugi kalau DJ Dimas ada yang menggantikan," sahut Rico.
📞"Aduh, bagaimana ya? ya, sudah aku akan berusaha mudah-mudahan bisa sampai tepat waktu," ucap Moza.
Moza pun memutuskan sambungan teleponnya. "Kak, kita harus pulang sekarang juga," ucap Moza panik.
"Ada apa? kita masih ada satu hari lagi loh buat liburan," tanya Una.
"Urgent Kak, DJ Dimas gak bisa perform dan jika tidak ada yang menggantikan maka pihak bar akan meminta ganti rugi sepuluh kali lipat karena DJ Dimas memang yang paling ditunggu di bar itu," sahut Moza.
"Astaga, Bang! beres-beres sekarang juga!" teriak Una.
"Siap."
Mereka pun mulai beres-beres. Moza masuk ke Villa utama, terlihat Reni dan Heru sedang berkumpul bersama yang lainnya. "Tante, Om, maaf Moza harus pulang sekarang juga karena ada urusan penting," pamit Moza.
"Loh, bukanya kamu liburannya sampai besok?" tanya Papa Heru.
"Tadinya iya, Om tapi barusan Moza ditelepon ada acara mendadak. Terima kasih sudah memberikan fasilitas yang baik, kalau begitu Moza dan teman Moza pamit," ucap Moza sopan.
"Ya, sudah kamu hati-hati ya!" seru Mama Reni.
"Iya, Tante."
Bagas hanya diam, bahkan dia dari tadi terus saja menatap Moza karena terlibat sekali wajah Moza sedang panik. Pada saat mereka sedang berdiskusi di luar, Bagas dan Delon keluar. "Ini bisa nyampe tepat waktu gak sih?" tanya Moza panik.
"Kita pakai mobil Moza, paling cepat tiga jam-an bisa nyampe itu juga kalau gak macet mana ini malam minggu lagi kaya kamu gak tahu saja jalur puncak macetnya bagaimana?" sahut Herman.
"Terus, bagaimana dong?" Moza benar-benar panik.
"Kamu pulang sama aku saja, aku pakai motor. Aku juga tahu jalan pintas," celetuk Bagas.
Ketiganya membalikan tubuh, terlihat di belakang sudah ada Bagas dan Delon berdiri. Moza bingung, kalau menolak dia akan terlambat dan pihak Rico harus ganti rugi yang lumayan banyak, tapi jika dia setuju, dia akan satu motor dengan Bagas dan Moza tidak mau.
