Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selamat Jalan, Dokter
Mendengar dokter Ilham sudah tersadar dari komanya, semua staf di IGD bergantian melihat pria itu. Nayraya yang datang dengan Farah langsung masuk ke dalam ruang rawat dokter kepala IGD tersebut. Di sana juga sudah ada Irsyad, Emir dan Reynand.
"Dokter, Alhamdulillah akhirnya sadar juga," seru Farah ketika memasuki ruangan.
Wajah pucat Ilham tersenyum mendengar penuturan perawat senior tersebut. Sudah sejak lama pria itu bekerja sama dengan Farah. Di belakangnya muncul Nayraya. Perawat muda yang selama ini selalu setia mendampinginya di IGD. Tangan Ilham terulur pada Farah. Dengan cepat wanita itu menyambut uluran tangan Ilham.
"Aku senang dokter sudah sadar. Tolong jangan buat kami takut lagi."
"Maafkan aku."
"Dokter," panggil Nayraya dengan suara tercekat. Semalam pria itu hampir saja kehilangan nyawanya. Kalau Irsyad tidak bersikeras menyelamatkannya, mungkin pagi ini tidak akan pernah ada.
"Kamu masih cantik seperti biasanya, Nay."
Sebuah senyuman tersungging di bibir Nayraya. Sosok Ilham yang sabar, penyayang membuat wanita itu menganggapnya seperti Ayahnya sendiri. Dia mendekati ranjang Ilham.
"Dokter, maafkan aku."
"Aku sudah mendengarnya dari dokter Irsyad. Ini bukan salah mu. Aku justru bersyukur dokter Irsyad menyelematkan ku. Dengan begitu aku bisa bertemu kalian lagi. Terima kasih dokter Irsyad."
"Maafkan aku dokter Ilham. Aku mengabaikan keinginan mu. Aku janji, jika memang anda menginginkan DNR, aku akan mematuhinya."
"Aku pegang janji mu."
Kepala Irsyad mengangguk pelan seraya menyunggingkan senyuman. Mata Ilham memandangi orang-orang yang selama ini bekerja di IGD bersamanya. Bahkan kru yang baru menjalani shift malam atau sedang libur, bergegas menuju rumah sakit begitu mendengar dokter itu sudah tersadar dari komanya.
"Akbar, apa kamu sudah mendapatkan jodoh?"
"Belum, dokter."
"Dia terlalu banyak tebar pesona, dokter," sambung Harun yang langsung diamini oleh yang lain.
"Monika, kamu ngga menjalani diet lagi kan?"
"Ngga, dokter. Aku ini ngga gemuk, tapi montok."
Ucapan Monika langsung disambut gelak tawa yang lain. Ruang perawatan tersebut menjadi penuh dengan senyuman dan tawa. Kebahagiaan jelas terpancar di wajah dokter Ilham. Pria itu kemudian melihat pada Irsyad dan Emir.
"Kalian pasti orang yang akan menggantikan ku di IGD."
"Diperbantukan, bukan menggantikan," ralat Emir.
"Aku sudah tua. Sudah saatnya IGD dipimpin oleh yang muda."
"Kami masih perlu bimbingan dokter. Kami semua merindukan dokter," sahut Nayraya seraya memegang tangan Ilham.
Sebuah senyuman diberikan oleh Ilham. Pria itu kemudian melihat pada Gusti. Dokter residen bimbingannya itu sekarang sedang menjalani masa akhir pembelajarannya.
"Gusti, berapa lama lagi kamu menjalani residen?"
"Kalau tidak ada halangan, sekitar empat bulan lagi."
"Kamu harus banyak belajar dari dokter Irsyad dan Emir."
Walau baru bertemu dengan Irsyad dan Emir, namun Ilham sudah tahu sepak terjang kedua dokter muda tersebut. Irsyad adalah salah satu dokter bedah trauma terbaik di rumah sakit Ibnu Sina. Usianya juga masih muda, masih punya banyak waktu untuk menambah pengalaman dan kemampuannya.
Sementara Emir, anak sulung Daffa adalah dokter spesialis emergensi yang lulus dalam usia yang cukup muda, 24 tahun. Dan sekarang dia sedang menjalani residen bedah. Kemampuannya bedahnya nanti pasti akan sangat menunjang performanya sebagai dokter spesialis emergensi.
Namun berbeda dengan Gusti. Kening pria itu berkerut begitu Ilham menyebut dirinya harus belajar dari Emir juga. Setahunya Emir masih dokter residen yang masih di bawahnya. Namun pria itu tidak berkomentar apapun dan hanya menganggukkan kepalanya.
"Rey.. setelah Gusti resmi menjadi dokter spesialis, maka kamu yang akan menjadi kepala residen selanjutnya."
"Aamiin.."
"Kamu dokter yang hebat. Aku percaya, kamu akan lebih baik lagi nantinya."
"Terima kasih, dokter."
"Aku sungguh bersyukur dokter Irsyad menyelamatkan ku semalam. Aku bisa bertemu dengan kalian semua dan bisa mengucapkan selamat tinggal."
Semua langsung terdiam mendengar ucapan Ilham. Nayraya menggelengkan kepalanya. Wanita itu masih belum siap harus kehilangan Ilham. Begitu pula dengan Farah dan Gusti.
"Dokter jangan bilang begitu. Siapa yang akan membimbing ku nanti?" ujar Gusti.
"Ada dokter Irsyad dan dokter Emir yang akan membimbing mu."
"Dokter harus sehat. Kami semua masih membutuhkan mu," sambung Nayraya.
"Aku juga membutuhkan mu," lanjut Farah.
"Perjuangan ku sudah selesai. Sekarang tinggal kalian yang akan melanjutkan."
"Dokter.."
"Aku sudah lelah, Farah. Aku mau istirahat. Anak dan istri ku sudah menunggu ku."
"Dokter.."
Semua langsung terdiam, seketika perasaan sedih langsung menyelimuti ruangan. Ilham kehilangan istri dan anaknya tujuh tahun lalu. Sejak kehilangan keluarganya, Ilham hanya fokus pada pekerjaannya. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Menolong orang yang membutuhkan bantuannya.
"Terima kasih sudah menemani ku selama ini. Aku kembali memiliki keluarga lagi sejak anak dan istri ku pergi mendahului ku. Terima kasih sudah memberikan kenangan indah untuk ku. Semoga kalian mendapatkan semua keinginan kalian. Berbahagialah karena kalian pantas bahagia."
"Dokter.."
Nayraya tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Airmata wanita itu mulai jatuh berderai. Dia takut Ilham akan pergi meninggalkan mereka semua.
Bukan hanya Nayraya, tapi Farah, Monika dan Aida pun ikut menangis. Gusti menengadahkan kepalanya, berusaha menahan airmatanya agar tidak jatuh. Reynand memalingkan wajahnya seraya mengusap sudut matanya yang berair.
"Dok..ter Ir.. syad," suara Ilham terdengar terbata.
Tahu apa yang diinginkan Ilham, Irsyad mendekati pria itu. Kemudian dengan perlahan dia membimbing Ilham mengucapkan kalimat talqin. Bertepatan ketika Ilham selesai mengucapkan kalimat tauhid, tanda monitor menunjukkan garis lurus. Tangis Nayraya langsung pecah. Dia terus memegangi tangan Ilham sambil menangis.
Handaru yang mendengar soal Ilham bergegas menuju ruang rawat pria itu. Namun sesampainya di sana, dokter kepala IGD itu sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Handaru hanya bisa terdiam. Ada perasaan menyesal tidak bisa menemui Ilham di saat terakhirnya.
"Aku.. turut berduka cita," ujar Handaru.
***
Suasana duka meliputi rumah sakit BMC. Mereka baru saja kehilangan salah satu dokter terbaik yang sudah mendedikasikan hidupnya di rumah sakit ini sejak berdiri dua belas tahun lalu.
Dikarenakan Ilham sudah tidak memiliki keluarga lagi di Bandung, pihak rumah sakit akan langsung memandikan dan mengkafani pria itu sebelum dibawa ke rumahnya di daerah Margahayu.
Ilham memiliki sebuah rumah di sana. Namun sejak istri dan anaknya meninggal, pria itu jarang pulang ke rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.
Farah menghubungi keluarga Ilham yang lain yang tinggal di Jakarta. Mereka akan langsung menuju Bandung dan melarang menguburkan Ilham sebelum kedatangan mereka. Selain itu, Handaru juga sudah menghubungi Tempat Pemakaman Umum yang dekat dengan tempat tinggal Ilham. Mereka langsung menggali makam untuk peristirahatan terakhir Ilham.
Sambil menunggu pihak keluarga Ilham sampai ke Bandung, jenazah Ilham masih berada di rumah sakit. Hal ini juga memberikan waktu baru para rekan yang belum sempat melihat pria itu.
Kru IGD yang libur atau mengambil shift malam memutuskan mendatangi kediaman Ilham. Mereka akan mengurus persiapan penyambutan jenazah Ilham yang kemungkinan besar akan dibawa ke rumah menjelang sore.
Farah beserta kru IGD lain yang bertugas di pagi hari kembali melanjutkan tugasnya. Mereka menyingkirkan sejenak kesedihan yang melanda demi bisa memberikan pelayanan bagi pasien yang membutuhkan bantuan.
Menjelang siang, satu per satu kru IGD beristirahat bergantian. Irsyad yang baru saja menyelesaikan operasi pun hendak beristirahat. Pria itu berjalan menuju bagian luar IGD. Bangunan baru di samping IGD sudah selesai dibangun. Hanya tinggal mengisi ruangan dengan peralatan yang dibutuhkan.
Di area baru ini juga terdapat pintu lain yang berada di bagian samping. Pria itu berjalan menuju pintu tersebut, untuk melihat apakah masih ada kekurangan. Saat semakin mendekati pintu, sayup-sayup telinganya menangkap suara seseorang sedang menangis.
Irsyad memperlambat langkahnya sambil terus menuju pintu. Ketika sampai di sana, nampak seorang wanita mengenakan seragam berwarna biru muda tengah duduk di lantai sambil menangis di sudut tembok.
"Raya.."
***
Iya, Mas. Eh dokter🤭
Ini penampakan Gusti versi ku
yg ada pasien bedah kecantikan malah jadi pasien bedah jantung n jadi pasien kejiwaan gegara liat pasien lain yg masuk IGD dengan kondisinya beneran gawat n darurat juga bikin yg liat stress 😂😂