Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
persekutuan Benny dan Levin
Malam hari setelah bisa menghubungi Levin akhirnya Andini berpikir untuk mengenalkan ayahnya pada Levin namun artinya dia harus berkata jujur pada Levin tentang siapa dia sebenarnya.
“Tapi apa Levin tidak marah ya kalau aku berterus terang, jangan-jangan dia berpikir kalau aku tukang bohong,” ujar Andini ragu.
“Kalau dia marah aku akan menjelaskan alasannya dan kalau dia masih marah berarti dia tidak mencintaiku dengan sungguh-sungguh,” ujar Andini meyakinkan dirinya kalau dia harus jujur dari sekarang.
Pagi hari Andini bersiap untuk ke kampus, dilihatnya ayahnya sudah berada di meja makan.
“Selamat pagi putri Papi yang cantik,” sapa Benni sambil membentangkan tangannya untuk Andini peluk.
“Pagi juga Papi,” Sambil menyambut pelukan Benny.
“Mulai sekarang Andini tidak ingin mendengar pembicaraan seperti semalam lagi Papi,” Alea langsung mengultimatum ayahnya.
“Pembicaraan yang mananya,” jawab Benny pura-pura amnesia.
“Ih Papi menyebalkan, itu yang mau menjodohkan aku dengan siapa itu entahlah siapa namanya, karena Aku sudah punya pacar Pi,” ujarnya dengan sangat serius.
“Punya pacar gak dikenalin Papi, percuma saja,” ujar Benny dengan wajah pura-pura protes.
“Iya nanti Andini kenalkan, gak sabaran banget sih,”ujar Andini dengan memanyunkan bibirnya.
“Yang gak sabaran itu kamu, kan kamu yang minta kawin, eh nikah. Ayo yang tidak sabaran Papi atau kamu,” ledek Benny membalas perkataan putrinya.
Iya, iya Andini salah pokoknya nanti dalam minggu ini. Aku akan memperkenalkan Papi sama pacarku itu,” ujar Andini akhirnya.
“Asyik Papi bentar lagi punya temen main catur,” ujar Benny terkekeh.
“Ih Papi, kok main catur sih, lagian pacarku itu gak doyan catur,” ujar Andini padahal dia belum tau kalau Levin senang main catur atau tidak.
“Ah berarti orangnya gak asik kalau gak bisa main catur,” ujar Benny pura-pura cemberut.
“Ya…, sebenarnya Andini gak tau sih dia suka apa gak main catur, soalnya Andini gak pernah tanya, nanti deh Andini tanyain,”ujar Andini akhirnya.
“Nah gitu dong, siap kalau begitu,” ujar Benny tersenyum.
“Oya, nanti kamu pulang kuliah jam berapa, jangan sore-sore ya Papi mau pulang sore soalnya,” ujar Benni membuat Andini mengerutkan kepalanya.
“Gak usah gitu ah tar cepet tua,” ujar Benny sambil memegang kening Andini agar tidak berkerut.
“Aneh saja, tumben Papi pulang siang biasanya kalau pulang siang itu ada acara di mana, Baru Papi pulang siang karena malas kembali ke kantor,” ujaran Dini menjelaskan kebingungannya.
“Hari ini meetingnya cuma pagi, tidak ada lagi meeting. lagi pula nanti Papi bakal punya menantu, nanti suruh saja dia yang bekerja, Papi istirahat saja alias pensiun,” ujarnya sampai tertawa.
“Kalau mantu Papi itu ternyata punya perasaan sendiri bagaimana,”
“Ya sudah lebur saja dengan perusahaan yang Papi punya, mudah-mudahan perusahaannya satu bidang,” ujar Benni sambil menikmati sarapannya.
“Sayangnya perusahaanku bergeraknya di dunia komunikasi dan internet, bukan manufacture seperti Papu, udah ah aku mau berangkat, soalnya pagi ini ada dosen killer kalau terlambat 5 menit saja kita tidak boleh masuk,” ujarnya lalu mencingklongkan tasnya di bahu kemudian menghampiri ayahnya dan mencium tangannya
“Jadi kamu pulang jam berapa?” Tanya Beni memastikan kalau putrinya itu juga tidak pulang malam-malam.
Hari ini Andini ada kuliah 2 pagi jam 08.00 sampai jam 10.00 nanti lanjut jam 01.00 sampai jam 02.30 ya mungkin sampai rumah 03.30 lah,” ujar Andini menjelaskan jadwal kuliahnya hari ini.
“Oke deh kalau begitu. Have nice day baby,” ujar Beni sambil Melambaikan tangannya dan dibalas oleh Andini. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya semakin hari kelakuan ayahnya semakin absurd.
“Pak Maman Kenapa sih Papi kelakuannya aneh sekarang ini, semakin absurd saja?” tanya Andini kepada Pak Maman yang sedang menyetir mobilnya.
“Hahaha non ini, Non juga suka absurd kadang-kadang. Ya mungkin itu karena keturunan Pak Beni,” Jawab Pak Maman sambil tersenyum.
“Wah berarti aku ini tak terbantahkan benar-benar anak Benny Muliawan rupanya,” ujar Andini membuat Pak Maman yang mendengarnya hanya bisa terkekeh.
“Sudah sampai non, Selamat belajar ya Nanti bapak jemput non jam 02.30,” ujar Maman sambil membukakan pintu untuk Andini.
“Iya terima kasih ya Pak Maman, sudah mau aku repotkan tiap hari,” ujar Andini membuat Pak Maman tersenyum.
“Kan memang sudah tugas ya Non. Kalau tidak mau menjalankan tugasnya Nanti Pak Maman dipecat,” ujar Pak Maman sambil tersenyum.
“Hus aku akan tetap menggunakan Pak Maman jadi supir aku, sampai aku menikah pun Mungkin aku akan tetap pakai Pak Maman, kalau bisa sampai aku punya anak-anak pun aku akan meminta Pak Maman Untuk mengantarkan mereka ke sekolah, jadi sehat-sehat ya Pak Maman,” ujaran Abdini sambil menepuk bahu sopirnya itu.
“Terima kasih non Selamat belajar ya.” Maman Tidak enak hati kalau dia harus berbicara panjang lebar dengan majikannya itu, padahal Andini sendiri tidak peduli orang mau memandang apa padanya. Ia memang sangat baik dengan semua pegawai, baik pegawai ayahnya, maupun pegawai yang bekerja di rumah terutama kepada Pak Maman dan Mbok Isa.
“Sama-sama Pak, hati-hati di jalan ya,”ujar Andini lalu ia berjalan masuk ke dalam kampusnya, di mana beberapa orang sudah berlalu Lalang untuk mengikuti perkuliahan pagi.
***
“Mas bisa datang ke rumah jam 2-an sebelum Andini pulang, aku ingin membuat surprise untuknya,” ujar Beni ketika teleponnya diangkat oleh Levin
“Bisa kok pak, Hari ini saya sengaja meluangkan waktu dan kebetulan hari ini juga jadwal saya tidak terlalu padat. Selain itu sebetulnya hari ini sebenarnya jatah saya libur,”0 ujar Levin menjelaskan kalau dia tidak memiliki acara lain apalagi Beni sudah meminta waktu padanya untuk bertemu hari ini.
“Bagus kalau begitu, dan jangan lupa jangan sampai Andini tahu kalau kau akan ke sini,” ujar Beni mengingatkan kalau dia ingin membalas dendam kepada putrinya itu.
“Hahaha tidak usah khawatir Pak, saya bisa memegang janji kok,” ujar Levin tertawa mendengar permintaan calon mertuanya itu.
“Ya bagus kalau begitu, karena kau ini calon menantuku panggil saja aku papi sama dengan Andini memanggilku. Kupingnya terasa gatal jika kau memanggilku dengan panggilan Bapak terus ,” ujar Beni membuat Levin benar-benar tidak bisa berkata-kata, ternyata mertuanya itu begitu terbuka menerimanya. Padahal dia khawatir tadinya kalau Benni akan menolaknya mentah-mentah, apalagi putrinya itu boleh dibilang belum terlalu dewasa dan baru memasuki kuliah semester pertama.
“Baiklah Papi, aku akan memanggil Pak Benni dengan panggilan Papi. Terima kasih sudah menerimaku untuk menjadi calon menantu Papi, semoga kedudukanku bisa menyamai dirimu dalam segi kasih sayang terhadap Andini Pi,” ujar Levin dengan senang hati memenuhi permintaan Benny.
“Aku percaya padamu kalau kau bisa menjaga putriku dengan sangat baik,”
ujar Beni tersenyum puas karena ternyata putrinya benar-benar lihai dalam memilih seorang calon pendamping.
“Terimakasih Pi untuk kepercayaannya padaku, aku berjanji akan menjalankan perintah Papi dengan Baik.
“Bagus kalau begitu sampai jumpa nanti sore,” setelah mengucapkan salam Benni mengakhir panggilannya.