Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sesampainya di pantai,. Mehmet turun dari mobil dan berlari menuju ke arah istrinya.
"STELA!"
Semua orang menoleh ke arah Mehmet yang berteriak memanggil Stela.
"Istri anda masih belum sadarkan diri, Pak. Sebaiknya anda bawa masuk kedalam rumah saya. Sepertinya akan datang hujan deras." ucap salah satu warga lokal.
Mehmet menganggukkan kepalanya dan ia langsung membopong tubuh istrinya.
Mehmet membopong tubuh Stela yang sangat dingin.
Hujan mulai turun perlahan, membuat bajunya basah kuyup.
“Pak, rumah saya di sebelah sana. Cepat, sebelum hujan tambah deras,” ucap pria paruh baya yang tadi menolong.
Mehmet mengangguk cepat dan berlari mengikuti pria itu melewati jalan setapak berpasir menuju rumah kayu kecil di tepi pantai.
Begitu sampai di teras, ia membuka pintu kamarnya.
“Istrinya tidurkan di sini dulu, Pak,” ujar wanita paruh baya yang keluar dari dapur membawa handuk tebal.
Mehmet menurunkan tubuh Stela perlahan di atas tikar yang dialasi selimut hangat.
"Stela, apakah kamu mendengar suaraku? Aku Mehmet." ucap Mehmet dengan raut wajah yang cemas.
Mehmet melihat istrinya yang menggigil kedinginan.
"Nak, ini ada teh panas dan banyu hangat untuk istri kamu. Lekas ganti pakaian ini." ucap Wanita itu.
Mehmet menganggukkan kepalanya dan ia menutup pintu setelah wanita itu keluar dari kamar.
Ia melepas pakaian Stela yang basah kuyup dan menggantinya dengan baju kering.
Setiap gerakannya hati-hati, takut melukai, takut menambah rasa tidak nyaman pada tubuh istrinya yang lemah.
Tubuh Stela tetap menggigil, dan Mehmet sadar, suhu tubuhnya semakin turun.
Tanpa pikir panjang, ia membuka kemejanya dan langsung memeluk tubuh Stela erat-erat.
Pelukannya kuat, seolah ingin memindahkan seluruh kehangatan yang tersisa dalam dirinya untuk istrinya.
Ia menutupkan selimut tebal ke tubuh mereka berdua.
“Stel, tolong bertahan,” bisik Mehmet.
Mehmet semakin memeluknya erat tubuh istrinya yang masih kedinginan.
"Aku benci kamu, Met.” gumam Stela di bawah alam sadarnya.
Mehmet langsung diam mematung saat mendengar perkataan dari istrinya.
"Kamu boleh benci aku, La. Asalkan kamu sembuh." ucap Mehmet.
Mehmet menatap wajah pucat istrinya yang perlahan mulai memerah kembali.
Hembusan napas Stela yang tadi tersengal kini mulai teratur.
Dengan tangan bergetar, Mehmet mengusap lembut wajah istrinya, menghapus sisa air mata yang masih menempel di sudut matanya.
“Jangan menangis lagi, Stel. Aku di sini sekarang,” ucap Mehmet.
Ia menunduk sedikit, menempelkan dahinya di dahi Stela.
Tubuh Stela yang tadi menggigil kini mulai terasa hangat di pelukannya.
Mehmet menutup matanya, menghirup aroma rambut istrinya yang lembut bercampur dengan sisa air laut dan sabun yang samar.
“Maafkan aku…” bisiknya pelan.
Ia menarik selimut lebih rapat, memastikan tubuh Stela tetap hangat di bawah dekapan tangannya.
Hujan di luar semakin deras dan membuat si kecil bangun.
"Ayolah, jangan sekarang." ucap Mehmet sambil melihat si kecil yang sesak di dalam sana.
Mehmet menghela nafas panjang dan menahan nafsunya.
Ia pun segera memejamkan matanya agar bisa tertidur pulas.
Keesokan paginya dimana sinar mentari menembus sela-sela tirai bambu rumah kayu kecil itu.
Suara debur ombak terdengar lembut dari kejauhan, berpadu dengan aroma laut yang khas dan angin pagi yang sejuk.
Stela membuka matanya dan terkejut melihat suaminya yang sedang tertidur pulas di sampingnya.
Brewok tipis di rahangnya tampak semakin jelas, membuatnya terlihat lebih tenang, tapi sekaligus asing di matanya.
“Mehmet…” gumam Stela.
Mehmet menggeliat pelan, lalu membuka matanya.
Tatapannya langsung jatuh ke wajah Stela yang kini menatapnya dengan ekspresi kaget dan bingung.
Senyum kecil muncul di bibirnya, lalu ia menunduk perlahan dan mengecup kening istrinya lembut.
“Selamat pagi, Stela,” ucap Mehmet sambil tersenyum tipis.
Stela mengernyitkan keningnya dan mendorong tubuh suaminya.
"Apa yang kamu lakukan disini, Met?" tanya Stela.
Mehmet menghela nafas panjang sambil menatap wajah istrinya.
"Kemarin kamu pingsan dan aku yang membopong mu kesini." jawab Mehmet.
Stela mendengus kesal saat mendengar perkataan dari suaminya.
"Lalu kenapa kamu masih berani menyentuhku?Bukankah kamu sendiri yang bilang aku perempuan murahan, Met?"
Mehmet menatap wajah istrinya tanpa mengedipkan matanya sama sekali.
"Jawab aku, Met? Kenapa diam saja?" Stela mengerucutkan bibirnya saat melihat suaminya yang hanya diam.
Mehmet yang gemas langsung memegang wajah istrinya dan mendekatkan bibirnya ke bibir Stela.
Stela membelalakkan matanya saat suaminya sudah berani menciumnya.
Ia mendorong dada Mehmet dengan kedua tangannya, tapi genggamannya terlalu lemah, terlalu rapuh.
“Met…” bisiknya lirih di sela napas yang bergetar.
Namun Mehmet hanya menatapnya dalam diam, suaranya nyaris seperti desah,
“Aku nggak mau kehilangan kamu lagi, Stel.” ucap Mehmet yang kemudian kembali mencium bibir istrinya dengan lembut.
Stela memejamkan matanya dan membalas ciuman yang diberikan oleh suaminya.
Tok... tok.... tok...
Pemilik rumah mengetuk pintu kamar mereka berdua.
Mehmet bangkit dari tempat tidurnya dan meminta istrinya untuk tetap di tempat tidur.
"Nak, ini ada teh panas, nasi goreng dan gorengan untuk kalian berdua. Apakah istrimu sudah sadar?" tanya wanita itu.
Mehmet mengambil nampan itu dan mengatakan kalau Stela sudah sadarkan diri.
"Alhamdulillah, Nak. Lekas dimakan sarapannya."
"Iya Bu. Bu, perkenalkan nama saya Mehmet." ucap Mehmet.
"Saya Mak Narti,"
Mehmet mengangguk kecil dan kemudian ia kembali masuk ke kamar.
Mehmet meletakkan nampan berisi teh panas dan nasi goreng di atas meja kecil dekat tempat tidur.
Aroma hangat nasi goreng buatan Mak Narti menyebar memenuhi ruangan kayu itu.
“Stel, ayo sarapan dulu,” ucap Mehmet lembut sambil menuangkan teh ke cangkir.
Namun Stela hanya menggeleng pelan sambil menatap jendela bambu yang terbuka separuh.
“Aku nggak lapar, Met,” jawab Stela.
Mehmet mendekat, duduk di pinggir ranjang, menatap istrinya yang masih berselimut sampai bahu.
“Stela, kamu harus makan. Kemarin kamu pingsan di pantai, dan aku nggak mau kamu sakit lagi.”
“Aku sudah bilang, aku nggak lapar,” ucap Stela.
Mehmet terdiam sejenak, lalu senyum jahil perlahan muncul di wajahnya.
“Kalau gitu, ayo kita bulan madu aja. Anggap ini kesempatan buat mulai lagi dari awal.”
Stela langsung menatapnya tajam, wajahnya mengeras.
“Bulan madu? Dengan laki-laki yang bilang aku perempuan murahan?”
Mehmet langsung terdiam saat mendengar perkataan dari istrinya.
“Jangan bilang gitu lagi, Stel. Aku salah waktu ngomong begitu. Aku cuma marah, bukan karena kamu, tapi karena aku takut kehilangan kamu.”
Namun Stela tetap mengalihkan pandangan, pura-pura sibuk merapikan selimut.
“Aku kan perempuan murahan, Met. Nggak pantas kamu ajak bulan madu,” ucap
Mehmet menghela napas panjang, lalu mendekat ke sisinya.
“Kalau gitu, perempuan murahan ini perlu dihukum…” ucap Mehmet dengan senyuman yang nakal.
“Apa maksudmu, Met—”
Belum sempat Stela melanjutkan, Mehmet langsung menyentuh pinggangnya dan menggelitiknya tanpa ampun.
“Mehmet! Hahaha! Ampun! Ampun, Met!” teriak Stela sambil tertawa terbahak-bahak.
“Kapok nggak?” tanya Mehmet di antara tawanya, tetap menggelitiknya.
“Kapok! Kapok! Hahaha! Berhenti, Met!”
Mehmet akhirnya berhenti dan ikut tertawa terbahak-bahak melihat wajah istrinya yang memerah dan matanya yang menangis.
Namun tiba-tiba Stela menatapnya dengan wajah panik dan menutup mulutnya rapat-rapat.
“Met, aku ngompol,” ucap Stela berbisik.
Mehmet terdiam sejenak dan langsung tertawa terbahak-bahak.
“Hahahahaha! Serius, Stel?! Aduh, kamu ini bikin aku ngakak!”
Ia tertawa terbahak-bahak sampai matanya berair, sementara Stela menutupi wajahnya dengan bantal, malu setengah mati.
“Dasar kamu, Met! Kamu jahat banget!” ucap Stela di balik bantal, tapi tawa kecil akhirnya ikut lolos dari bibirnya.
Mehmet keluar dari kamar dan segera menuju ke mobil.
Ia mengambil celana dalam miliknya yang masih baru.
Setelah itu ia kembali masuk kedalam kamar dan memberikannya kepada Stela.