Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.
Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19 : Identitas Si Pembakar
Sebuah mobil berhenti di depan gerbang pemakaman. Seseorang keluar dari dalamnya. Itu adalah si pembakar. Ia melihat ke arah barat, langit memancarkan kilauan jingga. Api sedikit terlihat berkobar dari kejauhan. Tanpa ekspresi yang jelas apakah senang atau sebaliknya, ia berjalan masuk kedalam area pemakaman. Si pembakar berhenti di depan dua buah nisan yang saling berdampingan. Tangannya mengusap lembut ujung batu nisan, membuat sapu tangannya sedikit kotor.
Ia membuka penutup kepala dan maskernya. Rambut panjangnya terurai indah terkena cahaya lampu yang menyala di ujung batas lahan. Anak rambutnya sedikit menari karena angin lewat saat itu.
"Mom, Dad. Sebentar lagi semuanya akan berakhir. Kota ini akan merasakan rasa sakit seperti yang pernah mereka lakukan pada keluarga kita." Ucapnya sedikit penuh emosi. Enam belas tahun yang lalu, ia masih berusia tujuh tahun. Segalanya terasa menyenangkan sampai tragedi itu terjadi. Orang tuanya di jatuhi hukuman mati tanpa sebab yang jelas. Mereka di tuduh menyelundupkan barang ilegal tanpa bukti yang benar-benar konkrit. Keadilan menjatuhi hukuman mati, karena saat itu Whitechaple benar-benar Ketat dalam penyalahgunaan narkoba.
Ia di asuh oleh bibinya yang merupakan satu-satunya anggota keluarga di ibukota sampai menginjak dewasa. Saat ia menginjak bangku SMA, ia memohon kepada bibinya untuk pindah ke Whitechaple. Bibinya sempat melarang demi keamanannya, tapi tekadnya sudah bulat. Setelah lulus SMA, ia menerima kabar dari tetangganya di ibu kota bahwa bibinya telah meninggal karena penyakit. Sekali lagi itu merupakan pukulan berat baginya. Ia kembali berduka karena kehilangan satu-satunya anggota keluarga. Tapi sampai hari ini ia masih belum kembali ke ibu kota. Dendamnya pada kota ini masih belum selesai.
"Aku sudah menduga kalau si pembakar itu adalah kau, Zhou Shiyu."
Seseorang keluar dari balik pohon. Zhou Shiyu tercekat. Tapi kemudian ia kembali tenang. "Aku juga tidak menyangka kalau Sang Lupin adalah kau. Jadi apa kau akan melaporkanku?"
Sang Lupin mendekati Zhou Shiyu, melihat makam siapa yang di datangi gadis itu. "Makam orang tuamu?" Tanyanya. Zhou Shiyu mengangguk.
"Aku mendengar semua yang kau katakan tadi. Jadi itu alasanmu membakar gedung-gedung di kota ini."
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa kau akan melaporkanku?"
"Kenapa aku harus melaporkanmu?" Sang Lupin menoleh. "Sama sepertimu, aku juga benci kota ini, Tapi alasan kita berbeda. Kita berdua adalah penjahat dalam urusan kita masing-masing. Aku tidak membencimu, justru aku berterimakasih karena berkat perbuatanmu membakar gedung-gedung itu, membuat misiku lebih mudah."
"Kau mencuri semua barang itu untuk hidup di ibu kota?" Tanya Zhou Shiyu.
"Ya. Kau tahu sendiri bagaimana kerasnya di sana. Tapi itu lebih baik daripada kota sialan ini." Jawab Lupin.
"Kita lakukan saja misi masing-masing." Ucap Zhou bergegas untuk pergi.
"Ngomong-ngomong aku minta maaf karena rekanku membuat kekasihmu pingsan saat ini." Ucap Lupin.
Langkah Zhou Shiyu terhenti, "Setidaknya kau tidak membunuhnya. Dimana dia sekarang?"
"Museum."
"Baiklah, terimakasih." Zhou Shiyu kembali berjalan.
...***...
Wang Yi mengerang. Samar-samar melihat pantulan cahaya ketika matanya terbuka. Ia terbaring, itu terasa empuk dan nyaman. Wang Yi bangun terduduk. Kepalanya berdenyut sakit. Ia meraba bagian kepalanya, ada perban di sana. Kemudian mengamati ke sekeliling ruangan, ia mengenali kamar ini—kamar Zhou Shiyu lebih tepatnya. Kenapa dan bagaimana ia ada di sini masih menjadi pertanyaan. Kepalan tangan Wang Yi mengeras ketika teringat kejadian tadi malam. Itu benar-benar kacau.
Bayangkan saja saat kau hampir menangkap buruanmu, tapi buruan itu terlepas begitu saja. Bayangkan bagaimana rasanya menyesal. Siapapun tahu kejadian itu tidak akan datang untuk yang kedua kali. Walaupun iya, apakah kejadiannya akan tetap sama?
Kamar Zhou Shiyu berbau Parfum yang wangi. Wang Yi suka itu. Pelan-pelan ia turun dari ranjang, cahaya dari gorden berwarna putih itu bisa menjawab pertanyaan bahwa hari sudah pagi. Bunyi anak tangga yang ia injak terdengar seperti melodi yang melankolis di pagi hari. Dari lantai atas ia sudah mencium aroma masakan yang membuat cacing di dalam perutnya meronta. Terdengar juga desingan wajan di atas kompor. Dari anak tangga, Wang Yi melihat Zhou Shiyu begitu cantik dengan rambut diikat pony tail, Memakai pakaian sederhana, celemek hitam yang terikat di pinggang rampingnya.
Ingin rasanya Wang Yi meminang gadis itu, memeluknya setiap malam, mencumbuinya, dan merawat anak mereka bersama. Itu akan menjadi hari tua yang menyenangkan. Di sore hari duduk membaca koran di teras rumah, kemudian Zhou Shiyu datang membawakan segelas kopi, lalu di susul dengan seorang bocah kecil yang berlari ke arahnya sambil berkata, 'Ayah, tolong gendong aku'. Rasanya Wang Yi berharap hari itu akan segera tiba. Ia berjanji pada dirinya sendiri, kelak saat semua masalah ini selesai, ia akan melamar Zhou di tepi danau Alaska tempat impiannya sejak kecil.
Zhou Shiyu sedikit tercekat ketika sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang. Wang Yi menghisap aroma tubuh gadis itu dengan rakus. Ingin sekali ia memakan gadis itu pagi ini, tapi bukan saat yang tepat untuk sekarang.
"Kau sudah bangun?" Zhou Shiyu berkata ramah sambil memindahkan sup ayam kedalam wadah.
"Ya." Jawab Wang Yi singkat. Ia terlihat seperti seseorang yang tengah berduka.
Zhou Shiyu merapihkan kembali alat masaknya, kemudian memutar tubuh berbalik ke arah Wang Yi. "Bagaimana kondisimu?" Tanyanya.
"Kurang baik." Jawab Wang Yi. Pandangannya tidak lepas dari mata biru gadis itu. "Bagaimana aku bisa ada di rumahmu?" Tanya Wang Yi.
Zhou Shiyu merapihkan rambut Wang Yi yang sedikit berantakan. Menyelipkan beberapa helai ke telinganya. "Frank yang menemukanmu pingsan di museum. Tadi malam itu benar-benar kacau. Gedung rumah sakit terbakar. Dan mahkota di museum juga hilang. Aku kebetulan ada di lokasi kebakaran. Frank memberitahuku tentang kondisimu, karena tahu aku dekat denganmu. Tidak ada tempat yang lebih baik untuk membawamu selain ke sini."
Wang Yi menghela nafas, "Maaf. Aku gagal." Ucapnya. Ia menyembunyikannya wajahnya dalam pelukan Zhou Shiyu.
"Kau belum gagal. Masih ada kesempatan lainnya. Aku yakin itu." Ucap Zhou Shiyu memberi semangat.
"Aku mempertaruhkan segalanya. Tapi aku menyadari kalau aku tidak pintar dalam berjudi." Kata Wang Yi.
"Aku yakin ini bukan soal keberuntungan. Selalu ada cara untuk mendapatkan kembali apa yang sudah hilang."
Wang Yi mengangkat wajah, Zhou Shiyu membelai pipi pria itu dengan lembut. "Apa ada korban tadi malam?" Tanya Wang Yi.
Zhou Shiyu menggeleng, "aku tidak tahu. Frank tidak memberi tahukan tentang itu."
"Kau tidak bekerja?" Tanya Wang Yi.
"Aku meminta ijin pada Shani untuk datang lebih lambat. Beruntung dia mengijinkan. Aku baru mau berangkat sekarang. Kau bisa tinggal di sini lebih lama jika kau mau, aku sudah buatkan sarapan." Ucap Zhou Shiyu.
"Aku ikut denganmu ke tempat kerja." Ucap Wang Yi.
"Kau harus banyak istirahat." Zhou Shiyu mencegah.
Wang Yi menggeleng, "Aku harus bertemu Frank. Ada banyak hal yang harus di bahas."
"Baiklah, tapi kau harus makan dulu. Aku tidak mau kau keluar dengan perut kosong." Pinta Zhou Shiyu.
"Kau benar-benar membuatku sangat ingin segera menikahi mu."
"Itu jika kau bisa, tuan." Zhou Shiyu mengecup singkat bibir Wang Yi. Gadis itu berjalan kembali ke kamarnya, mungkin bersiap untuk pergi ke Blind. Wang Yi menunggu Zhou Shiyu sambil menyantap sarapan yang sudah gadis itu buat.