Di malam yang sama, Yu Xuan dan Chen Xi meregang nyawa. Namun takdir bermain jiwa Yu Xuan terbangun dalam tubuh Chen Xi, seorang budak di rumah bordil. Tak ada yang tahu, Chen Xi sejatinya adalah putri bangsawan Perdana Menteri, yang ditukar oleh selir ayahnya dengan anak sepupunya yang lahir dihari yang sama, lalu bayi itu di titipkan pada wanita penghibur, yang sudah seperti saudara dengan memerintahkan untuk melenyapkan bayi tersebut. Dan kini, Yu Xuan harus mengungkap kebenaran yang terkubur… sambil bertahan di dunia penuh tipu daya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19.Rasa penasaran nyonya Shen.
Sore hari itu, langit di atas kediaman keluarga Shen berwarna keemasan. Angin bertiup lembut membawa aroma daun kering dari taman belakang. Namun suasana hati Nyonya Shen jauh dari tenang.
Sudah tiga hari sejak ia memerintahkan Gao Zu mencari tahu tentang gadis di Yue Zhi.
Tiga hari tanpa tidur yang benar, tiga malam dipenuhi bayangan masa lalu dan wajah bayi yang tak pernah sempat ia gendong lebih lama dari satu malam.
Ketika pintu paviliun dibuka, langkah pelan Gao Zu terdengar dari luar. Ia menunduk hormat.
“Nyonya… saya sudah menemukan sesuatu.”
Nyonya Shen yang duduk di kursi kayu giok segera bangkit. “Katakan.”
Gao Zu tampak ragu sejenak sebelum berbicara. “Wanita yang mengelola rumah hiburan Yue Zhi sekarang bukan orang sembarangan. Namanya Nyonya Heng. Ia bukan hanya pemilik, tapi juga… saudara sepupu dari Selir Wu.”
Seketika wajah Nyonya Shen memucat. Jemarinya yang menggenggam kain selendang bergetar. “Saudara sepupu… Selir Wu?”lanjut nyonya Heng yang masih terkejut, “kau tidak salah Gao zu?, tapi aku tidak pernah tahu kalau selir Wu punya saudara. ”
“Benar, Nyonya,” lanjut Gao Zu hati-hati. “Dan ada hal lain yang perlu Nyonya ketahui. Nyonya Heng tidak tinggal di dalam distrik hiburan itu setiap malam. Ia memiliki sebuah rumah kecil di utara kota yang tidak jauh dari kediaman ini. Di rumah itu, ia tinggal bersama seorang gadis muda… bernama Chen Xi.”
“Chen Xi?” Nyonya Shen mengulang nama itu perlahan, seolah ingin menelan setiap suku katanya.
“Iya, Nyonya. Gadis itu diputri nyonya Heng yang aku dengar dari wanita penghibur disana.Kehidupan Chen xi sebelum nyonya Heng mengakuinya dirinya putrinya,nona Chen xi diperlakukan seperti budak di Yue zhi.Tapi semuanya berubah setelah kejadian tak terduga yang membuat dirinya kehilangan nyawanya,sejak itu nyonya Heng merasa bersalah dan bersikap baik seperti seorang ibu sedangkan nona Chen xi menjadi wanita berbeda lebih memiliki aura seperti wanita bangsawan dan kecantikannya membuat tamu pria terpesona dengan nona Chen xi sehingga semua orang memanggilnya wanita bulan.”
Suasana di ruangan seketika menegang.
Bibi Chan yang berdiri di sisi kiri Nyonya Shen menatap pelayannya dengan mata membesar. “Chen xi,apa itu nama putri dari nyonya Heng? Dan tinggal di rumah yang kosong itu?”
Gao Zu menunduk dalam. “Saya sudah memastikan sendiri, Bi. Gadis itu berusia sekitar delapan belas tahun…”
“Delapan belas tahun,” bisik Nyonya Shen. Napasnya tersendat. “Usia yang sama dengan… Yun Xin.”
Gao Zu melanjutkan, “Dan menurut beberapa orang, gadis itu pindah dari Yue zhi untuk melindunginya”
Wajah Nyonya Shen berubah pucat pasi. Ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya berbisik, “Aku harus memastikannya bi, jika dia putriku dia pasti punya tanda lahir yang sama dengan ku”
Tangannya terangkat perlahan, menyentuh pergelangan tangannya sendiri di tempat yang sama, tanda yang diwariskan turun-temurun.
Hening yang berat melingkupi paviliun itu. Hanya suara dedaunan dari luar yang terdengar samar.
Bibi Chan menatap nyonya muda itu dengan wajah khawatir. “Nyonya, kita..kita harus memastikan dulu. Mungkin gadis itu—”
“Jangan ucapkan dulu,” potong Nyonya Shen pelan tapi tegas. “Kau benar,aku tidak boleh terburu-buru.aku tidak mau kehilangannya dan selir Wu berbuat sesuatu dengan Chen xi, aku yakin nyonya Heng punya alasan membawanya tinggal dekat dengan kediaman kita.”
Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan gejolak yang hampir menelan pikirannya. “Bi,besok awasi tempat tinggal nyonya Heng.aku akan bertamu kesana,setelah nyonya Heng pergi dan juga pastikan selir Wu tidak curiga”
“Baik nyonya,tapi apa tidak perlu bantuan tuan muda dan tuan besar?” tanya Bibi Chan cemas.
Nyonya Shen menatap keluar jendela, ke arah matahari senja yang perlahan tenggelam di balik atap rumah tetangga. “Tidak bi, aku tidak mau masalah ini membuat goncang keluarga Shen sebelum aku mendapatkan bukti pasti tentang asal usul Chen xi.”
---
Malam hari
Kabut tipis turun di atas jalan-jalan batu menuju utara kota. Lentera minyak di sepanjang jalan berkelap-kelip tertiup angin.
Sebuah kereta kecil berhenti di depan rumah sederhana bercat abu-abu dengan pagar kayu tua. Dari dalam kereta, Nyonya Shen turun mengenakan jubah polos dan tudung hitam, ditemani Bibi Chan.
“Nyonya, sebaiknya kita menemuinya besok pagi saja. jika malam hari nyonya Heng selalu ada dirumah. ”
“Aku tahu bi, tapi aku ingin melihatnya sekilas. ”
Dari dalam rumah terdengar samar suara kecapi dan tawa kecil perempuan muda.
Nyonya Shen menatap ke arah jendela yang terbuka sedikit. Cahaya lentera menyorot ke dalam, menampakkan dua sosok seorang wanita paruh baya dengan raut lembut namun tajam (Nyonya Heng), dan seorang gadis muda dengan pakaian sederhana berwarna biru muda, rambutnya disanggul rapi, wajahnya teduh tapi memancarkan kesedihan halus.
Itu Chen Xi.
Sekilas nyonya Shen melihat Chen xi, wajahnya seperti wajah ibunya saat muda cantik dan anggun.
“Lihat bi, dia putriku”
“Bagaimana nyonya yakin?”
“Kau tidak lihat wajahnya yang mirip dengan mendiang ibuku, wanita tercantik Han yue”
“Sekilas nyonya benar, atau kita segera memberitahu kebenaran ini pada nona? ”
“Jangan, kita harus tenang. aku tidak mau kehilangannya lagi, kamu tahu seperti apa liciknya selir Wu”
“Nyonya benar”
“Sebaiknya kita pulang dulu, dan kita pikirkan cara agar bisa dekat dengan gadis itu”
“Baik nyonya”
Kereta nyonya Shen pun meninggalkan gerbang rumah Chen xi, membawa keinginan yang besar untuk bertemu dengan putri kandung nya.
Keesokan Harinya
Pagi itu langit diselimuti kabut tipis. Embun masih menempel di dedaunan bambu di sepanjang jalan kecil menuju rumah Nyonya Heng. Suasana tampak tenang, hanya terdengar suara burung pipit yang sesekali melintas di atas atap genteng abu-abu.
Sebuah kereta berhenti tidak jauh dari gerbang kayu rumah itu.
Dari dalamnya, Bibi Chan turun lebih dulu, lalu menoleh ke arah dalam kereta. “Nyonya, kita sudah sampai.”
Nyonya Shen menyingkap tirai perlahan. Wajahnya tampak sedikit pucat, tapi matanya memancarkan tekad. Hari ini, ia bertekad untuk melihat Chen Xi dari dekat dan memastikan dengan matanya sendiri kebenaran yang selama ini hanya jadi bayangan.
Ia mengenakan pakaian sederhana berwarna krem dengan selendang halus menutupi kepala, agar tidak menarik perhatian.
“Baik, Bi. Lakukan seperti rencana,” katanya pelan.
Bibi Chan mengangguk, lalu melangkah ke depan dan mengetuk gerbang kayu itu dengan sopan.
Tok… tok… tok…
Tak lama kemudian, suara langkah pelan terdengar dari dalam, dan pintu terbuka separuh. Muncul seorang wanita muda dengan rambut dikonde rapi Lian, pelayan pribadi Chen Xi yang setia. Tatapannya tajam namun sopan.
“Maaf, siapa yang Anda cari?” tanya Lian dengan nada hati-hati.
Bibi Chan tersenyum ramah. “Kami dari rumah sebelah timur. Nyonya kami ingin membicarakan bisnis kepada Nyonya Heng. Kudengar beliau pemilik Yue zhi dari selatan?”
Lian menatap curiga. “Nyonya sedang tidak ada hari ini. Kalau ingin menemuinya silakan ke Yue zhi langsung.”
“Oh, begitu,” sahut Bibi Chan sambil tersenyum kikuk, melirik ke arah kereta. “Tapi… Nyonya kami tidak enak badan. Ia sudah jauh-jauh datang, dan ingin bertemu langsung dengan Nyonya Heng hanya sebentar.”
“Maaf, tapi saya tidak bisa mengizinkan tamu asing masuk tanpa perintah nyonya,” jawab Lian, suaranya tegas. “Nyonya Heng tidak mengizinkan orang asing masuk kedalam, dan nona kami tidak boleh diganggu.”
Dari balik kereta, Nyonya Shen melihat interaksi itu, dan menyadari bahwa mereka tidak akan diizinkan begitu saja. Ia memejamkan mata sejenak, lalu berbisik pelan pada Bibi Chan, “Bi… lakukan sekarang.”
Bibi Chan langsung menunduk, pura-pura panik, lalu menoleh ke arah Lian. “Tolong! Nyonya saya—” serunya dengan nada cemas.
Lian terkejut. “Apa?!”
Tepat saat itu, Nyonya Shen perlahan keluar dari kereta. Wajahnya tampak pucat, langkahnya goyah. Ia bersandar di bahu Bibi Chan dengan napas tersengal.
“Bi… aku… aku pusing…” gumamnya lemah, dengan suara serak yang terdengar meyakinkan.
“Lihat! Nyonya saya tidak kuat berdiri lama!” seru Bibi Chan cepat. “Kami hanya ingin duduk sebentar di dalam halaman. Tolonglah, nona, kasihanilah nyonya saya!”
Lian tampak ragu. Ia melirik sekeliling, tampak bimbang antara ketaatan dan rasa iba. Namun sebelum ia sempat memutuskan, suara lembut terdengar dari dalam rumah.
“Lian, ada apa di luar?”
Suara itu tenang dan jernih seperti bunyi lonceng halus di tengah udara pagi.
Lian segera menunduk ke arah rumah. “Maaf, Nona, ada dua tamu yang tidak dikenal. Mereka memohon untuk bertemu dengan Nyonya Heng, tapi saya sudah menolak—”
“Apakah kita mengenalnya?” tanya suara itu lagi, kali ini lebih dekat.
Beberapa detik kemudian, tirai bambu di beranda tersingkap, dan Chen Xi muncul di ambang pintu.
Ia mengenakan pakaian biru muda, rambutnya disanggul sederhana. Wajahnya bersih, lembut, namun sorot matanya menyimpan kedewasaan yang terlalu cepat tumbuh dari luka masa lalu.
Ketika matanya bertemu dengan sosok wanita di depan gerbang, langkahnya terhenti sejenak. Ada sesuatu dalam diri Nyonya Shen yang membuat dadanya bergetar tanpa sebab.
“Bukankah itu istri perdana menteri Shen?” tanya Chen Xi pelan.
“Nyonya saya tiba-tiba merasa pusing,” jawab Bibi Chan terburu-buru. “Kami hanya ingin duduk sebentar, nona, sampai beliau sedikit pulih.”
Chen Xi menatap Nyonya Shen yang masih bersandar lemah di bahu pelayannya. Cahaya matahari yang jatuh dari sela awan membuat wajah wanita itu tampak teduh dan lembut ada sesuatu yang aneh terasa begitu akrab.
“Lian,” kata Chen Xi akhirnya, “bantu mereka masuk. Sediakan air hangat dan tempat duduk.”
“Tapi Nona—”
“Itu perintah,” ucap Chen Xi pelan tapi tegas.
Lian menunduk dalam, lalu membuka gerbang perlahan.
Bibi Chan segera menuntun Nyonya Shen masuk, sementara Chen Xi memberi isyarat agar mereka duduk di kursi batu di bawah pohon plum di halaman depan.
“Terima kasih, nona muda,” ujar Bibi Chan sambil menunduk.
Chen Xi hanya tersenyum sopan. “Tidak perlu berterima kasih. Orang yang sakit harus ditolong.”
Ia lalu berjongkok di depan Nyonya Shen, memandangi wajah wanita itu dengan cermat.
“Apakah Nyonya merasa lebih baik? Ingin saya panggilkan tabib?”
Nyonya Shen membuka matanya perlahan. Pandangannya bertemu dengan mata Chen Xi mata yang teduh, jernih, namun di kedalamannya memantulkan bayangan masa lalu yang tak pernah ia lupakan.
Untuk sesaat, waktu berhenti bagi Nyonya Shen.
Dalam wajah gadis itu, ia melihat sekilas dirinya sendiri di masa muda dan bayangan ibunya. Garis halus di sudut mata, lekuk bibir, bahkan cara Chen Xi menunduk lembut semuanya terlalu mirip.
“Putriku”ucap nyonya Shen begitu saja tanpa ia sengaja mengucapkan nya.