Mentari Senja, gadis desa yang berusia 18 tahun. Anak terakhit dari pasangan Jaka dan Santi. Dia merupakan salah satu gadis yang menjadi primadona di desanya. Dia mempunyai keluarga yang sederhana dan ayah yang sangat disayanginya. Mentari adalah sosok gadis yang lembut, cantik dan pendiam serta sangat menuruti permintaan sang ayah. Namun siapa sangka Mentari tiba-tiba saja dijodohkan oleh sang ayah dengan sosok lelaki yang dia tidak kenal sama sekali. Dia terpaksa harus menerima perjodohan itu demi kesembuhan sang ayah. Mengubur semua cita-citanya selama ini dan harapannya untuk melanjutkan pendidikan. Hidup dengan seorang laki-laki yang berstatus sebagai suaminya, tapi tidak pernah dianggap dan dicintai.
Chapter 19
Willie menatap dengan serius Mentari, ia merasa ada sesuatu hal aneh di dalam hatinya setelah mendengar ucapan istrinya itu.
Bahkan Mentari tetap tenang dan sabar saat melihat Willie berduaan dan bermesraan dengan Natasya.
“Walaupun kata kakak pernikahan kita hanya diatas kertas saja, namun aku tidak pernah menganggap-nya seperti itu!”
“Apapun yang terjadi dikemudian hari aku akan berusaha untuk tetap bertahan demi pernikahan kita ini.”
“Kalau kakak yang mengugat cerai aku besok ini, aku ikhlas kak. Kalau itu bisa membuat kakak bahagia” jelas Mentari sambil tersenyum manis.
Gadis itu berusaha untuk tegar akan apa yang terjadi pada dirinya dan rumah tangga nya suatu saat nanti. Namun ia akan berusaha untuk mendapatkan rasa sayang dari Willie sebelum semua nya berakhir untuk selamanya.
“Sadar lu ngomong apaan!” ketus Willie.
Dia langsung saja beranjak dari tempat itu dan masuk ke dalam kamarnya, kalau lama-lama ia berbicara dengan Mentari akan membuat ia semakin merasa bersalah terhadap gadis itu.
“Aku sangat sadar apa yang telah aku ucapan kan kak!” gumam Mentari sambil tersenyum getir.
.
.
Keesokan harinya Willie mengantar Mentari untuk pergi ke sekolah lebih awal. Karena ia teringat akan ucapan Geral yang akan menjemput gadis itu pagi ini.
“Kak kok kita pergi ke sekolahnya pagi gini sih?” tanya Mentari bingung.
“Udah lu duduk aja tenang-tenang dan nggak usah banyak tanya” ucap Willie.
“Gue ada urusan di kampus, jadi gue harus pagi-pagi berangkatnya.”
“Kalau kakak ada urusan mendesak, aku berangkat sendiri aja kak. Nanti kakak terlambat loh sampai di kampusnya” ujar Mentari.
“Lu bisa nggak sih nggak usah banyak tanya dan duduk diam aja! Kalau gua nganterin lu ke sekolah itu artinya gua masih ada waktu untuk sampai ke kampus” lirikan mata Willie menatap sinis ke arah Mentari.
“Maaf…” Mentari tidak lagi banyak bertanya dan diam menghadap fokus ke depan.
Saat hampir sampai di dekat sekolah, Mentari langsung saja meminta agar Willie memberhentikan mobilnya.
“Kak aku turun disana aja” ujar Mentari.
Namun Willie tidak memperdulikan ucapan gadis itu, ia tetap melajukan mobilnya.
“Kak aku bilang turun di sini aja” ucap Mentari sedikit menaikan suaranya.
Membuat Willie langsung memberhentikan mobilnya secara mendadak dan menatap Mentari tajam.
“Kenapa?” tanya Willie ketus.
“Maaf kak, tapi aku nggak mau kejadian kemarin terulang kembali!”
“Aku juga tidak ingin Natasya menyebut aku cewek murahan karena satu mobil sama kakak” jelas Mentari smabil menundukkan kepalanya.
“Shit” gumam Willie, ia lupa akan hal itu.
Akhirnya Willie membiarkan Mentari turun dari mobilnya dan berjalan kaki menuju ke gerbang sekolah. Namun, saat Willie menunggu Mentari sampai di gerbang, ia melihat sebuah motor yang mendekati istrinya itu.
“Gibra” gumam Willie menatap tajam.
“Ngapain tu anak pagi-pagi udah ada di sekolah ini aja? Apa dia benar-benar ingin berusaha mendekati mentari” tatapan mata Willie menatap tidak suka. Cengkraman tangannya juga kuat mengenggam stir mobil.
Gibran menawarkan Mentari untuk naik ke motornya dan memboncengi istirnya itu.
“Nggak akan gua biarin lu milikin apa yang udah jadi milik gua, Gib!”
“Gua nggak akan ngelepasin Mentari demi lu, walaupun kita sahabatan” ujar Willie sambil tersenyum miring.
Willie membiarkan Mentari diboncengi oleh Gibran untuk kali ini, ia mengikuti mereka berdua dari belakang. Setelah sampai di parkiran Willie langsung menghampiri mereka berdua dan menatap tajam pada Mentari.
“Tari lu langsung masuk ke kelas” ujar Willie, ia langsung saja melangkahkan kaki masuk kembali ke dalam mobilnya.
Sedangkan Mentari, ia terkejut melihat Willie berada di parkiran dan turun dari mobil hanya untuk mengatakan hal itu kepada dirinya.
Mentari menghela nafasnya dalam melihat sikap cowok itu pagi ini, ia bingung bagaimana harus bersikap pada Gibran.
“Kak Gibran, aku mau ngomong sama kakak! Aku mau minta tolong sama kakak, besok-besok ni jangan pernah paksa aku untuk pulang bareng kakak atau pergi ke sekolah bareng kakak” pinta Mentari.
Membuat Gibran terkejut akan permintaan gadis itu, ia semakin yakin kalau ada hubungan antara Willie dan juga Mentari.
“Lu ada hubungan apa sama Willie?” tanya Gibran dengan menatap Mentari serius.
“Ng-ngak ada kak” ucap Mentari sedikit gugup.
“Kalau lu nggak ada hubungan sama tu anak, gua nggak akan berhenti untuk mendekati lu dan memaksa lu untuk pulang dan pergi ke sekolah sama gua!”
“Dah gua mau ke kampus dulu, lu yang rajin belajarnya!” Gibran langsung menginggalkan Mentari sendirian.
Mentari menatap punggung Gibran yang sudah menjauh dari nya. Gadis itu menghela nafasnya dalam lalu menghembuskan nya. Saat ini Mentari benar-benar merasa bingung, ia sudah berbicara pada Gibran, namun cowok itu tetap kekeh.
Tidak mungkin juga ia berbicara hubungan dirinya yang sebenarnya dengan Willie. Yang ada cowok itu akan marah sama dia dan merasa malu memiliki seorang istri dari kampung.
Mentari melangkahkan kakinya menuju ke kelas, ia akan mencoba ikhlas untuk menjalanin semua ini.
Saat Mentari berjalan di koridor menuju ke kelasnya, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tangannya untuk masuk ke dalam sebuah ruangan.
“Kak Willie” ucap Mentari terkejut.
“Loh kakak kenapa masih ada disini? Bukannya kakak sudah pergi ke kampus tadi?”
“Kakak kenapa narik tangan aku ke sini?” tanya Mentari bingung dan polos.
“Ngapain lu mau diboncengin sama Gibran tadi!”
“Gua kan udah bilang sama lu jangan dekat-dekat sama kedua sahabat gua terutama Gibran!”
“Maaf kak, tapi tadi kak Gibran maksa aku” ucap Mentari sambil menunduk.
“Kan bisa lu nolaknya, atau emang lu suka ya di boncengin Gibran kayak tadi!”
“Biar lu bisa dekat-dekat sama dia!” ucap Willie ketus.
“Kak aku udah nolaknya, dan aku juga nggak ada fikiran seperti itu” ucap Mentari sambil menatap Willie tajam.
“Alah alasan lu aja!”
“Aku nggak pernah ngelarang kakak untuk dekat sama Natasya, tapi kenapa aku nggak boleh berteman dengan sahabat kakak sendiri” ucap Mentari sedikit menaikkan suaranya.
“Karena lu itu istri gua!”
“Kakak juga suami aku, jadi aku berhak untuk melarang kakak menjalin hubungan sama Natasya!”
“Nggak usah lu ngatur hidup gua” tunjuk Willie pada Mentari.
“Terus kenapa kak Willie ngelarang aku untuk berteman dengan cowok?” tanya Mentari heran.
“Karena apa yang udah menjadi milik gua, nggak boleh dimiliki oleh orang lain” ucap Willie ketus.
“Kenapa? Kakak nggak suka! Cemburu lihat aku di deketin sama kak Gibran dan kak Geral” tantang Mentari.
Willie langsung saja mendorong kepala Mentari pelan. “Nggak usah asal ngomong lu, ikutin aja perintah gua. Katanya mau jadi istri yang berbakti!”
“Sampai lu ketahuan sama gua dekat sama Gibran atau pun Geral gua akan bilang semua itu sama ayah!”
“Berarti aku juga bisa aduin kakak sama mama atau papa dekat sama Natasya.”
Willie langsung terdiam, ia tidak menyangka kalau Mentari akan berkata seperti itu dan menantang dirinya balik.
“Berani lu sama gua ya” bentak Willie, ia mengusap rambutnya frustasi.
Mentari hanya menunduk kepala saja, entah keberani dari mana yang ia dapat menentang ucapan cowok itu. Mentari melangkah keluar dari ruangan tersebut.
“Queen” ucap Mentari terkejut saat melihat gadis itu sudah berani di dekat pintu.
Bersambung…