Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Upik Abu 23
Sampai di bandara London sekitar pukul sembilan lewat lima puluh pagi waktu London, Dio segera mengunjungi apartemen yang sudah lama ia tinggalkan. Sebelumnya ia menyuruh seseorang untuk membersihkan apartemen tersebut.
Dio merebahkan tubuhnya sejenak, menempelkan tangannya di wajahnya. Perlahan ia hanyut dalam mimpi. Di dalam mimpi, ia bertemu dengan Megan. Megan menangis dalam mimpi itu, dan mengucapkan padanya, "Pergi, Dio, pergi sekarang, selamatkan dirimu."
Dio masih bingung. "Kenapa? Ada apa denganmu?" tanya Dio.
"Pergi, Dio, selamatkan dirimu, lupakan aku," ucap Megan. Megan langsung berlari meninggalkannya di tempat itu.
Dio tersentak. Ia terbangun dari mimpinya. Dio meraup wajahnya kasar dengan napas yang terengah-engah. "Semoga hanya mimpi, semoga hanya mimpi," ucap Dio.
Dio melirik jam tangannya, ternyata sudah pukul dua siang. Ia memutuskan untuk membersihkan diri dan segera berangkat ke restoran yang ia janjikan bersama Meghan.
Setelah setengah jam perjalanan dari apartemen, Dio tiba di restoran tempat mereka janjian. Setibanya di sana, Dio sudah mendapati Meghan duduk dengan seorang pria yang mukanya hampir mirip dengan Meghan. Dio tidak ingin berprasangka buruk, ia berniat ke sini menjemput calon istri dan anaknya.
Dio segera menghampiri Meghan dan pria itu, lalu mengajak mereka bersalaman. "Hai," ucap Dio.
"Aku Morgan, aku kakaknya Megan," ucap Morgan pada Dio.
Dio tertegun, ternyata itu kakaknya. Dio dipersilakan duduk oleh Morgan.
Dio menatap wajah Meghan yang sembab, terlihat berisi tapi tetap cantik, bahkan bertambah seksi di pandangan Dio. Dio meraih tangan Meggan, "Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dio.
Meghan memeluk tubuh Dio. "Aku takut ayah tidak merestui kita," ucap Meghan pelan.
Dio kembali teringat oleh pesan Abi, "Merendahlah jika di tempat orang, tapi jika harga dirimu diinjak-injak, lawanlah. Abi siap di belakangmu." "Calon mertuamu adalah orang yang otoriter. Dia tidak pernah memaafkan kesalahan, meski pada anak dan istrinya sekalipun," ucap Abi Ahmad pada Dio.
"Tenanglah sudah, jangan menangis. Kasihan anak kita," ucap Dio sambil mengelus perut rata milik Meghan. Ia berusaha membujuk dan menenangkan Meghan sedikit banyak. Dio juga tahu jika stres dan terlalu banyak menangis bisa membuat anak dalam kandungan meghan dalam bahaya.
Morgan yang melihat adiknya diperlakukan lembut dan dihargai tertegun. Ia merasa bahwa adiknya tidak pernah asal memilih dalam memilih pasangan hidup. Morgan juga sudah menyelidiki tentang siapa Dio dan keluarganya. Ternyata Dio bukan orang biasa. Dio juga orang berpengaruh di negaranya di Arab.
"Apa kamu benar-benar mencintai adikku?" tanya Morgan. Dio menatap wajah Morgan sejenak dan mengangguk, "Ya, saya benar-benar mencintai Meghan," ucap Dio yakin.
Morgan menelisik wajah Dio. Ia mencari kepalsuan di sana. Tidak ada, seratus persen Dio mencintai adiknya.
Tubuh Meghan menegang, perutnya pun keram karena dia takut Morgan akan memukuli Dio.
Dio dengan segera menampilkan senyum manisnya pada Megan, seolah berkata ia tidak apa-apa dan tidak ada yang perlu ditakutkan.
"Bawalah adikku pergi dari sini. Bawa dia pergi yang jauh," ucap Morgan pada Dio. Setelah mengucapkan itu, Morgan menoleh melirik ke arah jam sembilan. Di sana sudah banyak orang yang berjalan dengan langkah cepat menuju restoran di mana mereka duduk .
"Sekarang!" ucap Morgan.
Dio pun menarik lengan Megjan untuk segera berdiri dan ia memakaikan jaket milik nya pada tubuh Meghan. Tanpa Meghan sadari, jaket tersebut sudah dilapisi dengan rompi anti peluru. Sebelum tiba di restoran, Morgan terlebih dahulu menghubungi Dio. Ia menceritakan semua permasalahan yang ada, termasuk sang ayah yang tidak menyetujui dirinya dan Meghan. Morgan sudah meminta beberapa orang untuk mengawal Dio dan Meghan hingga sampai ke bandara agar mereka lebih cepat untuk pergi dari London.
Tapi sepertinya pergerakan Morgan sudah diketahui oleh sang ayah terlebih dahulu sehingga anak buah sang ayah lebih banyak dari pada anak buah yang Morgan tugaskan di perjalanan. Kejadian baku tembak menembak pun menjadi tak terhindarkan.
Dor... dor... dor...
Beruntungnya, mobil yang digunakan oleh Dio adalah mobil anti peluru juga ban yang masih tetap bisa berjalan meskipun dalam keadaan kempes. Di dalam mobil, Megan histeris. Ia ketakutan. Ia menangis, "Aduh perutku Dio, perutku sakit!"
"Tenanglah, tenanglah," ucap Dio sambil menyetir. Ia juga merasakan cemas dengan keadaan Megan dan anak mereka.
Morgan juga membantu mengawal Dio. Dia tak sungkan menembaki anak buah ayahnya yang juga sebagian adalah anak buahnya. Tapi ia tahu pasti mana yang berpihak pada ayahnya dan mana yang berpihak membantunya.
Akhirnya mereka sampai di bandara Kuwait Airways. Dio dengan cepat menggandeng lengan Meghan untuk segera menaiki pesawat. Di sana, kejadian kejar-kejaran dan baku tembak masih belum berakhir hingga petugas keamanan bandara pun mengerahkan seluruh anggotanya.
Sampai pada akhirnya Morgan terkepung oleh anak buah ayahnya. "Tuan, tolonglah jangan persulit pekerjaan kami, kami hanya mengikuti perintah dari tuan kami ,yang juga ayah dari Anda, Tuan," ucap salah satu anak buah ayahnya.
Morgan tersenyum sinis. "Maaf, mulai hari ini aku sudah tidak memiliki ayah, sepertinya juga kalian bukanlah anak buahku. Anak buahku sudah habis kalian tembaki," ucap Morgan. Ia mengeluarkan pistolnya dan membabat habis anak buah ayahnya.
Ponsel milik Morgan berdering panggilan dari sang ayah Ruelle. Ia segera menerima panggilan tersebut. "Morgan, pulang, jangan menjadi anak yang akan aku benci seumur hidupku, urusan Megan adalah urusanku," ucap ayahnya.
"Maaf ayah, hubungan kita berakhir sampai di sini. Aku sudah tidak bisa lagi menahan untuk tidak melindungi adik dan ibuku," ucap Morgan. Ya, Morgan memilih pergi dan mengajak sang ibu meninggalkan London, meninggalkan kemewahan yang selama ini ayahnya berikan.
Morgan tidak takut karena di Indonesia dia juga sudah punya perusahaannya sendiri, jauh lebih hebat daripada perusahaan yang ia dirikan di London bersama sang ayah.
Morgan merangkul ibunya dan segera menaiki pesawat yang di dalamnya sudah menunggu Meghan dan Dio. Meghan terkejut, ibunya pun memeluk tubuh Megjan. "Sehat-sehat selalu ya, Nak," ucap ibunya. Mereka menaiki pesawat pribadi milik Dio.
Kediaman Keluarga Ruelle
Prang.. Bruk...
Dor... dor...
Ruelle Alexander Beaumont mengamuk, menghajar dan menembaki anak buahnya yang ia tugaskan menjaga istri dan kedua anaknya agar tidak meninggalkan London. Kekalahan telak yang menimpanya membuatnya tidak terima, hingga ia mengamuk dan menghancurkan segalanya. Ternyata, selama ini dalam diam, Morgan, anak laki-laki satu-satunya yang ia banggakan, mewarisi sebagian besar gennya kepintaran, ketampanan, dan kelicikan Ruel. Setelah menghabisi para prajurit dan anak buahnya, ia terdiam, menangisi nasibnya sendiri.