Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Bertemu Kembali
Sekarang sudah menunjukkan pukul 1 siang, selepas shalat zhuhur, Fian langsung menghubungi istrinya untuk menanyakan keadaan Rayyan, dia belum tahu kalau Rayyan masuk rumah sakit lagi.
"Assalamu'alaikum," salam Naima saat mengangkat panggilan dari suaminya.
"Wa'alaikumsalam, bagaimana keadaan Rayyan? Apa dia baik-baik saja?" Fian bertanya seperti itu karena dia kepikiran dari tadi pada putranya.
"Maafkan aku Fian, tadi aku tidak memberitahu kamu, saat kamu berangkat kerja, suhu tubuh Rayyan kembali tinggi dan sekarang kami berada di Szent Ferenc Hospital." Fian langsung berdiri dari duduknya mendengar kabar kalau anaknya masuk rumah sakit.
"Aku akan ke sana sekarang." Fian mengakhiri panggilan itu, dia bergegas menuju ke rumah sakit tempat putranya dirawat.
Sesampainya di rumah sakit, Fian langsung menuju ke ruangan anaknya itu, dia bukan hanya mengkhawatirkan keadaan Rayyan, tapi juga keadaan Naima yang mungkin saja saat ini sedang stres menghadapi Rayyan sendiri, ditambah Naima sedang hamil tua.
Fian langsung memasuki ruangan tempat Rayyan dirawat, betapa terkejutnya dia saat melihat Syena ada bersama dengan anak dan istrinya.
Tatapan mereka bertemu, Fian terdiam sejenak melihat wajah anggun yang begitu menenangkan hatinya, seketika rasa bersalah kembali menyeruak dalam hati Fian.
Syena mengalihkan pandangannya dari Fian untuk memutus kontak mata mereka, Syena kembali tersenyum pada Rayyan yang baru saja dia beri suntikan obat.
"Nah, kamu harus banyak minum air putih ya, jangan makan makanan cepat saji dulu." Rayyan mengangguk mendengar penuturan Dokter Syena.
"Kapan aku akan sembuh dokter?"
"Kamu akan sembuh jika menuruti semua saran dariku, apa kamu bersedia?" Rayyan mengangguk dengan semangat yang membuat Syena tersenyum.
"Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Syena pergi dari ruangan itu bersama dua orang perawat, dia menatap Fian sebentar dan tersenyum lalu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
Fian langsung memeluk Rayyan, dia sangat khawatir dengan keadaan putranya itu.
"Kenapa kamu nggak kasih tau aku dari awal sayang? Kalau kondisi Rayyan parah bagaimana?"
"Maaf Fian, aku benar-benar kalut saat melihat Rayyan kejang tadi, aku juga takut mengganggu pekerjaanmu."
"Lain kali, jika menyangkut dirimu dan anak kita, segera beritahu aku, sepenting apapun pekerjaanku, lebih penting kalian." Naima mengangguk, dia sangat mengerti dengan perasaan suaminya saat ini.
"Apa papa akan kembali lagi ke kantor?" tanya Rayyan yang masih dipeluk oleh Fian.
"Tidak nak, papa akan menemani Rayyan di sini." Fian mengecup kepala putranya dengan penuh kasih sayang.
"Yeee papa temani aku di sini ya." Rayyan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama dengan Fian.
"Iya nak, kamu istirahat ya, biar cepat sembuh."
"Iya pa."
Rayyan memejamkan matanya, Fian merebahkan tubuh Rayyan saat anak itu sudah terlelap, dia lalu mendekati Naima yang terlihat begitu pucat dan kelelahan.
"Apa kamu sudah makan sayang?" Naima hanya menggeleng karena semenjak tadi pagi memang dia belum makan sama sekali.
"Aku cari makanan keluar ya, kamu tunggu di sini," lanjut Fian.
"Nggak usah sayang, biar aku keluar cari makanan, kamu jagain Rayyan aja di sini."
"Nggak, aku nggak mau kalau nanti kamu kelelahan, kamu tunggu di sini biar aku yang cari makanan ya." Naima tersenyum lalu mengangguk.
Fian keluar mencari makanan untuk Naima, dia teringat pada Syena tadi, dia berniat untuk menemui Syena, ada rasa rindu tersendiri di hati Fian pada Syena tapi cepat dia tepis karena tidak ingin mengkhianati Naima.
Fian menanyakan ruangan Syena pada perawat dan perawat itu memberitahukannya, Fian mengetuk pintu ruangan tersebut, setelah mendengar suara dari dalam, Fian membuka pintu dan memasuki ruangan Syena.
Syena berdiri dari sofa tempat dia duduk karena kaget namun dengan cepat dia kondisikan hatinya kembali.
Fian terpaku saat melihat anak kecil seusia Rayyan sedang bersama dengan Syena, anak laki-laki itu juga menatap Fian, ada desiran hebat di hati Fian ketika melihat anak itu.
"Abi," lirih anak itu saat melihat Fian, suara anak tersebut hampir tidak terdengar namun Fian dapat membaca gerak bibirnya.
"Abi?" ulang Fian, Syena tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh anaknya itu.
"Azad, kamu main sama suster Belin dulu ya."
"Tidak mau umma, Azad mau di sini."
"Azad, umma sedang bekerja nak." Dengan lembut Syena meminta anaknya untuk pergi dari sana.
Kelembutan Naima dan juga Syena sangatlah sama, mereka merupakan istri dan ibu idaman.
"Baik umma." Azad keluar dari ruangan ibunya itu, meninggalkan Syena berdua dengan Fian.
"Ada apa Fian? Apa Rayyan butuh penanganan?" Syena bertanya dengan lembut pada Fian, kelembutan dan pancaran sinar mata Syena masih seperti dulu, saat mereka pertama kali bertemu. Syena duduk di kursinya, jarak mereka kali ini di halangi oleh meja kerja milik Syena.
"Tidak, aku ke sini hanya ingin bertemu denganmu Syena, aku tidak menyangka kalau kita akan bertemu di rumah sakit ini." Sorot mata Fian masih tak lepas dari wajah Syena.
"Ya aku baru di rumah sakit ini, aku dipindah tugaskan ke sini 4 bulan yang lalu, apa kamu tinggal di kota ini?" Tanya Syena.
"Iya, sebenarnya sebelum menikah aku sudah tinggal di kota ini lalu kembali ke Indonesia saat keponakanku lahir, dan aku kembali lagi ke sini setelah menikah dengan Naima." jelas Fian.
"Bagaimana kabarmu?" lanjut Fian.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri?"
"Baik, alhamdulillah, seperti yang kamu lihat sekarang." Syena tersenyum lembut pada Fian.
"Apa nama anak itu Azad?"
"Iya Fian, nama anakku Azad Syam, usianya 3 tahun."
"Apa dia anakku?" Fian langsung saja bertanya karena dia dapat melihat sorot mata Azad seakan mengetahui siapa dirinya.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Dia memanggilku dengan sebutan abi, apa dia putraku Syena?" Syena menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, dengan tangan yang sibuk memainkan pulpen dan mata yang tertunduk.
"Apa yang kamu rasakan?" Syena bertanya sambil mengangkat pandangannya.
"Syena, tolong jawablah aku, apa dia putraku?"
"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, jawablah dulu pertanyaanku Fian. Apa yang kau rasakan?"
"Aku merasakan ada desiran hebat ketika melihat Azad, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan kasih sayang yang besar pada anak kecil selain putraku, Rayyan."
"Yah, dia putramu Fian, putra kita, hasil dari hubungan malam pertama kita sebelum kau menjatuhkan talak padaku."
Bagai mendengar petir di siang bolong, bukan main kaget yang Fian rasakan mendengar jawaban tegas dari Syena, tak ada guratan ragu dan mengada saat Syena mengatakan hal itu, dia tidak menyangka kalau hubungan kilat mereka menghasilkan seorang buah hati yang begitu tampan.
"Di..dia..putraku? Azad putraku?" Fian tak sanggup lagi menahan tangisnya, begitupun dengan Syena, Syena menghapus air matanya dengan cepat.
"Maafkan aku karena sudah menyembunyikan Azad darimu selama 3 tahun ini, maafkan aku Fian, aku tidak bermaksud menyembunyikannya tapi aku hanya tidak ingin kau terusik dengan keberadaan kami." Dengan linangan air mata Syena mengatakan semua itu pada Fian.
"Dia tau kalau aku adalah ayahnya?" Syena mengangguk.
"Aku memberitahu Azad kalau kamu adalah ayahnya, aku tidak ingin anakku merasa kalau dirinya anak haram, sudah cukup hinaan dan cacian yang aku dan anakku terima selama ini. Maafkan aku yang sudah lancang memberitahu Azad mengenai dirimu, aku hanya ingin anakku tau kalau dia memiliki seorang ayah." Suara Syena sudah serak, air mata tak hentinya mengalir dari kelopak matanya.
Fian berdiri dan langsung memeluk Syena dengan erat, kepala Syena tepat berada di perut Fian hingga Syena bisa menumpahkan segala kepedihan hatinya selama ini pada mantan suami yang dia nikahi kurang dari 24 jam itu.
"Tidak perlu minta maaf begitu Syena, ini bukan salahmu, maafkan aku yang sudah membuat hidupmu sehancur ini, tolong maafkan aku." Fian memeluk dan mengecup kepala Syena, dia sangat menyesal karena tidak pernah mencari tahu mengenai Syena selama ini.