Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 4, part5
Sambil mencekal dan menuntun tangan Reka untuk keluar, Erna mengerutkan keningnya nampak sedang berpikir keras. Gurat lelahnya terlihat begitu jelas, bibirnya pucat karena terlalu lama berada di air. Ia baru saja pulang, saat tadi mendengar suara keributan dilantai atas.
Jadi, setelah menidurkan kedua anak yang tertidur kelelahan dikamar, dia memeriksanya ke lantai atas untuk melihat apa yang terjadi. Hasilnya adalah sekarang dia mengerti bahwa selama ini Anja belum benar-benar berdamai dengan dirinya. Ia masih terkurung dan menahan diri, sementara emosi itu dapat meluap sewaktu-waktu jika dipicu dengan ingatan apa yang membuatnya trauma.
Kedua orang itu berjalan gontai kemudian berdiri diambang pintu, memperhatikan Bu Niar yang mondar-mandir sambil memainkan jemarinya khawatir. Wanita itu duduk dibibir ranjang begitu menyadari keberadaan mereka.
" Apa yang terjadi?"pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu jawabannya itu ditujukan kearahnya bahkan saat baru saja dia mendaratkan tubuhnya di sofa.
"bukannya tadi pas mami berangkat dia masih baik-baik saja?" tepat sekali, kebetulan ia juga ingin menanyakan hal itu.
"Reka,"
"Aku gak tau,mam. Aku juga gak tau apa yang terjadi? Aku gak tau kenapa dia bisa lepas kendali?, bukankah semua orang juga melihat tadi dia baik-baik saja? Kenapa sekarang harus bertanya kepadaku, aku tak melakukan apa-apa kepadanya!" potongnya setengah berteriak menahan ledakan emosi. Ia merebahkan dirinya di sofa sambil memejamkan kedua matanya, hatinya lara setiap kali teringat bagaimana tadi Anja memohon untuk tidak bertemu dengannya lagi.
"Kalau gak karna kamu, karena siapa lagi? Kamu yang berada dirumah hari ini, kamu yang tadi berada dikamarnya. Reka, jika kamu tak mencintanya, minimal jangan membuatnya terluka lagi,"
Reka mengepalkan tangannya, wajahnya merah menahan amarah, ia sudah terluka oleh perasaannya sendiri, sekarang diingatkannya lagi, seolah ia manusia paling kejam didunia ini "maksud mami apa, ha?"ujarnya dengan kekuatan suara naik satu oktaf. Ia bangkit kemudian menatap ke arah dua orang dikamar itu dengan mata penuh pembelaan.
"aku datang untuk meminta maaf, dia sudah seperti itu sebelum aku mengatakan sesuatu. Mbak, pliss... Katakan sesuatu pada mami, katakan aku tak bermaksud menyakitinya!"
Erna menghela nafasnya yang panjang, kepalanya berdenyut pusing, akan tetapi tak ada yang bisa diandalkan sekarang disini kecuali dirinya. Maminya, selalu mengambil inti permasalahan dan hanya memandang dari satu sisi, tanpa mempertimbangkan yang lain.
Harusnya, papinya yang paling bisa diandalkan. Tapi beliau sedang beristirahat dihalaman belakang, dan dia tak cukup tega mengganggunya.
"Biarkan Anja tenang dulu, kamu untuk sementara pulang dan tak boleh menemuinya. Besok mbak mau nyuruh dokter Ria datang,"
Reka diam, sepertinya memang itu keputusan paling tepat untuk saat ini.
"Kalau begitu, apa bedanya dengan saat dia berada di lapas? Dimana ada kesempatan kalau dia terus menolak bertemu denganku seperti ini?"
"Satu hari tidak cukup untuk menghapus lukanya selama tujuh tahun. Jangan egois dan hanya memperhatikan dirimu sendiri. Mencintai seseorang juga perlu mengerti perasaan orang yang kamu cintai. Ada begitu banyak kesempatan untukmu dimasa depan, jangan terburu-buru!" tambah Erna kemudian memberi nasihat.
Reka tak menanggapi, namun nasehat kakaknya cukup jika untuk meredakan kegelisahan yang dirasakannya saat ini.
Sementara Bu Niar memilih diam, sedikit dapat mengerti dengan situasinya saat ini.
"Kezia dimana? Aku mau pulang sekarang!"
ucapnya bahkan terdengar dingin dipendengarannya sendiri.
"Dia tetap tinggal, Reka!"
"Gak bisa mbak, dia sering kebangun kalau malem. Mbak belum tau ribetnya dia kaya gimana,"
"lihat kondisimu sekarang, bisa mengurus diri sendiri aja mbak udah bersyukur. Cuman lima belas menit, kalau ada apa-apa biar mas Arfan anterin. Kasihan juga kalau dibangunin, dia kelelahan!
Reka, harusnya Anja tak membenci gadis kecil itu, jadi... biarkan dia tinggal !"
Sebenarnya, dia bukan tidak setuju dengan ucapan kakaknya. Tapi, Kezia satu-satunya alasan dia masih berpikir waras hingga saat ini. Jika tiba-tiba Anja membawa Kezia pergi, bukankah urusannya akan lebih rumit lagi.
"kami akan menjaga Kezia tetap aman untukmu, jangan khawatir!"
semangat kak author 😍