NovelToon NovelToon
Pertukaran Jiwa: CEO Kejam Menjadi Istri Teraniaya

Pertukaran Jiwa: CEO Kejam Menjadi Istri Teraniaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Romansa / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:49.6k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Rachel sering mendapatkan siksaan dan fitnah keji dari keluarga Salvador. Aiden yang merupakan suami Rachel turut ambil dalam kesengsaraan yang menimpanya.

Suatu hari ketika keduanya bertengkar hebat di bawah guyuran hujan badai, sebuah papan reklame tumbang menimpa mobil mereka. Begitu keduanya tersadar, jiwa mereka tertukar.

Jiwa Aiden yang terperangkap dalam tubuh Rachel membuatnya tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada sang istri selama tiga tahun ini. Begitu juga dengan Rachel, jadi mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan oleh suaminya.

Ikuti keseruan kisah mereka yang bikin kalian kesal, tertawa, tegang, dan penuh misteri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Tubuh orang-orang di ruangan itu mulai dibanjiri keringat dingin. Bau ketakutan membaur dengan aroma ruangan yang semakin terasa pengap. Aiden menerima laptop itu tanpa berkata sepatah pun. Wajahnya seperti ukiran batu, keras, dingin, tak terjamah emosi.

Saat video diputar, layar memperlihatkan segala kebusukan yang selama ini mereka tutupi. Aiden menahan napas, kedua tangannya mengepal begitu kuat hingga buku-bukunya memutih.

“Berani-beraninya kalian menyiksa Rachel dengan cara itu!” bentak Aiden. Suaranya membelah udara seperti petir yang menggelegar. Seluruh tubuh orang-orang di ruangan itu menegang. Tak satu pun berani menatap wajah Aiden.

"Ambilkan aku cambuk itu!" seru Aiden lagi, kali ini dengan nada mengancam. Suaranya tak lagi seperti manusia biasa. Dia kini seolah menjadi algojo yang siap mengeksekusi terpidana.

Semua orang saling pandang. Tak ada yang bergerak. Ruangan hening, hanya terdengar detak jam dinding dan deru napas panik. Hingga akhirnya seorang pelayan tua yang kurus, tubuhnya sudah membungkuk karena usia, melangkah perlahan ke sebuah guci besar di dekat sofa.

Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan benda panjang yang terbuat dari kulit. Cambuk yang tampak sudah usang tapi masih tajam dan kuat, akan terasa menyakitkan jika kena ke kulit. Suaranya serak saat berkata, “I—ini ... Tuan.”

Wajah-wajah yang ada di sana berubah muram. Seakan mereka tahu, pelayan tua itu baru saja menggiring mereka ke pintu neraka.

Aiden menerima cambuk itu dengan sorot mata dingin. Sambil memutar-mutar gagangnya di telapak tangan, ia mendekati pria keamanan.

“Kalian akan mendapatkan hukuman atas perbuatan jahat yang dilakukan kepada Rachel,” ujarnya datar, namun mengandung petaka.

“Tidak ...!” Pria keamanan itu langsung berlutut. “Aaaaa! Ampuni saya, Tuan!”

Cambuk melayang di udara. Suara kerasnya menampar ruangan lima kali. Setiap sabetan diiringi teriakan dan isakan. Tubuh pria itu menggeliat kesakitan, terlebih tenaga Aiden sangat kuat dan dalam keadaan emosi.

“Kamu pantas mendapatkan hukuman ini,” kata Aiden dengan penuh amarah. “Karena sudah berani berbohong kepada tuanmu yang memberi makan.”

Pria itu mengangkat wajahnya, penuh peluh dan air mata. “Maaf, Tuan! Saya mengaku salah karena sudah menghapus rekaman video dan merusak kamera CCTV. Itu semua atas perintah Nyonya Anne.”

Seketika semua mata menoleh ke arah Anne. Kepala pelayan itu terdiam. Wajahnya memucat seperti kapur, tangan gemetar tak berdaya. Namun, sebelum dia sempat berkata apa pun untuk membela dirinya, Aiden sudah mengayunkan cambuk itu dengan brutal. Suara benturan kulit cambuk dengan tubuhnya menggelegar, disusul pekikan panjang.

"Aaaa!"

Anne tersungkur ke lantai. Bahunya terguncang hebat karena menahan sakit. Akan tetapi cambuk Aiden belum berhenti. Ia terus menghantam punggung wanita itu hingga lima kali, masing-masing lebih keras dari yang sebelumnya.

“Tu—Tuan ... ampuni saya,” lirih Anne sambil menahan tangis. Darah mulai merembes dari punggungnya, membasahi kain seragam kerjanya.

Aiden mendekat, suaranya serak penuh amarah. “Apa kamu tidak pernah berpikir kalau Rachel sering merasakan kesakitan seperti ini, hah?!”

Anne menangis diam-diam. Suara isaknya tertahan karena rasa malu dan nyeri yang tak terkira. Darah dan air mata menjadi saksi atas kebrutalan masa lalu yang kini berbalik menuntut keadilan.

Orang-orang yang menyaksikan hanya bisa menunduk. Tak ada yang berani membela. Atmosfer ruangan itu telah berubah menjadi ladang penyiksaan yang nyata. Mereka semua tahu, badai belum berlalu karena amarah Aiden belum mereda.

Aiden berdiri tegak, tubuhnya menghadap Hillary. Napasnya masih terengah, tapi sorot matanya kini menyorot langsung ke sepupunya yang ketakutan.

“Sekarang giliran kamu, Hillary,” ucap Aiden datar, namun seperti palu godam yang jatuh menghantam lantai.

“A—apa?!” Hillary terperanjat. Suaranya lirih, matanya membesar.

Nenek Hilda di sampingnya juga membelalak, tangan gemetar memegangi ujung kursi. Mereka tak pernah menyangka Aiden akan tega, bahkan kepada keluarganya sendiri.

"Jangan gila kamu, Aiden!" bentak Nenek Hilda. "Hillary itu saudara kamu. Seharusnya kamu melindungi dan menjaga dia."

Aiden tertawa sinis. Jika saja dia masih dirinya yang dulu, mungkin akan mendengarkan ucapan neneknya itu.

"Lalu, bagaimana dengan Rachel? Dia istriku!" balas Aiden. "Dan kalian ... dengan tega selalu menyiksanya."

"Ada apa dengan kamu, Aiden?" tanya Nenek Hilda yang masih diliputi rasa marah. "Bukannya selama ini kamu tidak perduli kepada Rachel. Lalu, kenapa sekarang kamu membelanya?"

"Itu karena aku sudah termakan oleh hasutan kalian!" balas Aiden dengan suara yang tidak kalah keras. "Kalian bekerja sama untuk menindas Rachel dan memfitnahnya. Seakan-akan dia penjahat sesungguhnya."

Wajah orang-orang di sana semakin tegang dan ketakutan, seakan sedang berhadapan dengan malaikat maut yang bersiap mencabut nyawa mereka. Sungguh, hal ini tidak pernah terbersit sedikit pun dalam pikiran mereka, kalau Aiden akan membela istrinya yang selama ini diabaikan.

Aiden berjalan mendekat ke arah Hillary. Dia bersiap mengayunkan cambuknya.

"Hentikan, Aiden!" teriak Nenek Hilda yang kini berdiri di depan Hillary.

"Grandma pikir aku tidak akan memberikan hukumanmu," kata Aiden dan itu membuat mata Nenek Hilda melotot.

"Kau ... kau ... berani terhadap nenekmu sendiri!" Nenek Hilda menunjuk muka Aiden.

"Kenapa, Grandma? Selama ini Grandma juga ikut menyiksa Rachel, kan?" Aiden bicara dengan nada penuh ejekan. "Ke mana perginya Grandma yang baik hati dan penyayang itu?"

"Ka-karena ... Rachel tidak pantas untuk mendapatkan kasih sayangku!" balas Nenek Hilda dengan sorot mata yang menantang.

Aiden menatap dingin neneknya. Dia tahu kenapa Nenek Hilda yang awalnya dekat dan sayang kepada Rachel, bisa berubah.

"Apa karena Rachel sudah membunuh calon keturunan keluarga Salvador?" tanya Aiden. "Dia tidak membunuh calon anak kita. Tetapi, dia keguguran akibat jatuh dari anak tangga yang licin akibat minyak goreng."

Wajah Nenek Hilda seketika berubah terkejut. Karena dia tidak menyangka kalau Aiden akan percaya dengan ucapan Rachel.

"Rumah kita selalu bersih dan rapi. Bagaimana bisa ada tumpahan minyak goreng di anak tangga?" tanya Nenek Hilda yang masih percaya kalau itu hanya akal-akalan Rachel saja biar tidak disalahkan.

"Hal itu mudah saja. Karena minyak goreng bukan suatu barang langka, tapi barang yang mudah di dapatkan dan selalu ada di rumah," ujar Aiden. Seakan dia tahu siapa yang sudah melakukan perbuatan itu dan menyaksikannya dengan mata kepala sendiri.

Hillary merasa berubah seperti patung. Tubuhnya menegang dan tidak bisa digerakkan ketika mata Aiden menatap ke arahnya dengan tatapan tajam.

"Tidak ... bukan aku, Aiden!" Suara Hillary mencicit, padahal dia sekuat tenaga untuk bisa berbicara.

Seolah membayar rasa sakit yang dirasakan oleh Rachel, Aiden melayangkan satu cambukan ke tubuh Hillary. Tentu saja itu membuat terkejut semua orang.

"Aaaaa!" Satu pukulan cambuk itu langsung membuat Hillary jatuh terduduk ke lantai.

"Hillary!" Nenek Hilda langsung memeluk tubuh sang cucu.

"Ada apa ini?!" Suara keras terdengar dari arah belakang. 

Aiden pun menoleh. Ekspresi dia masih terlihat dingin dan keras.

***

1
Aisyah Suyuti
menarik
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak santi smg kak santi slalu sehat
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
bagus sekali 👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
semoga lekas sembuh kak 🙏
Hasanah Purwokerto
Smg lekas sembuh kakak,,semañgat sehat...💪💪💪💪
Annie Tandaua
semoga cepat pulih Thor..
Nar Sih
ya allah ,semoga cpt sembuh kak
Etty Rohaeti
lekas pulih kembali kak
Sukhana Ana lestari
Cepat sehat ttp semangat othorkuh.. 😘😘😘😘😘😘
Sukhana Ana lestari
Syafakallaahu La ba'san thohuroo In Syaa Allaah Aamiin 🤲..💪💪💪😘😘😘
Ita rahmawati
selalu menunggu thor dn semoga cepet sehat ya 🤗🤗
Marya Dina
semoga lekas sembuh thor sehat seperti sedia kala..

ttp semangattt d
Koesbandiana
syafakillah Mak Santi suki...😘
Cindy
semoga cepet sehat lagi kak
EkaYulianti
semoga cepat sembuh
Esther Lestari
semoga cepat sehat kembali
sabar menunggu update nya
Tutuk Isnawati
lekas sehat thor
Sumiati Babel
semoga cepat sembuh dan melanjutan episode selanjutnya ditunggu...
sryharty
semoga cepet sehat lagi ya ka,,
Semangatt
Tasmiyati Yati
kalau rahasia mereka terbongkar oleh Casandra malah membuat kelakuan hilary jadi ketahuan ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!