"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra yang masih berbalut selimut, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK! "Kamu!" "Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu?" "Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!" "Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!" "Yakin?" "Yakinlah!" "Terus semalam yang minta lagi siapa?" "Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Yasmin duduk di kursi ruang tunggu pengunjung Lapas, wajahnya menampakkan kelelahan yang dalam meski matanya tetap waspada.
Aroma tidak sedap yang menusuk hidung dan hiruk-pikuk suara dari ruang di sekelilingnya tak mampu mengalihkan fokusnya.
Di antara kerumunan orang yang datang dengan niat serupa, ada campuran ekspresi harap, cemas, dan pilu.
Tangannya yang terkepal erat di pangkuan sesekali menggenggam tisu lusuh, pertanda kegelisahan yang tak kunjung reda.
Meski raut wajahnya tampak tenang, dalam hatinya bergemuruh ribuan tanya dan harapan yang belum terjawab.
Aroma tidak sedap dan ruangan yang ramai dengan sekeliling ada beberapa orang yang juga punya niat yang sama, mengunjungi warga binaan tang kini sedang menjalani masa tahanan.
Jujur saja, jika bukan karena ide gila di kepalanya Yasmin enggan, berurusan dengan Andri.
Pria yang sudah menghabiskan malam bersamanya hingga tumbuh benih di dalam perut Yasmin kini.
"Waktunya hanya satu jam." Seorang petugas lapas memperingati Andri yang kini duduk dihadapan Yasmin.
Saling menatap sinis. Itulah momen pertama kali sejak malam sial itu.
Andri berdiri dengan sikap penuh percaya diri, tangan yang disilangkan di dada mempertegas aura arogan yang selalu ia pancarkan.
Wajahnya yang tajam dan penuh kesombongan itu seperti dinding pembatas antara dirinya dengan dunia, membuat siapa pun yang berhadapan dengannya sulit untuk menembus sisi lunak di balik tatapan dinginnya.
Senyum sinis sering terukir di bibirnya, seolah ia menikmati setiap ketidaksenangan yang ia ciptakan.
Di hadapan Yasmin, sikap Andri terasa semakin menyebalkan. Ia tahu betul bagaimana membuat orang lain merasa terpojok tanpa harus mengangkat suara, hanya dengan ekspresi dan bahasa tubuhnya saja.
Namun, kali ini situasinya berbeda. Yasmin yang kini membawa benihnya dalam rahim, harus berjuang menahan amarah dan rasa malu yang menggebu-gebu.
Tatapannya berusaha tetap tenang meski hatinya seperti disayat setiap kali melihat wajah lelaki yang selama ini hanya membawa luka.
“Mau apa kesini?” suara Andri terdengar dingin, penuh tantangan. Ia tidak peduli dengan beban yang sedang Yasmin pikul, malah seolah mempertontonkan kekuasaannya atas keadaan tersebut.
Yasmin menggigit bibir, berusaha menahan ego dan air mata yang hampir tumpah. Dalam diam, ia tahu bahwa pertemuan ini bukan hanya soal rasa sakit, tapi juga pertaruhan harga diri yang harus ia pertahankan.
"Bisa duduk? Tidak akan lama," Yasmin tak gentar. Muak. Meski tujuannya harus tercapai dan Yasmin butuh Andri untuk menggerakan rencananya.
Andri duduk dengan sikap malas di bangku sempit ruang kunjungan lapas, tatapannya kosong menatap sosok yang baru saja duduk di hadapannya.
Yasmin, wanita yang tak pernah ia duga bakal muncul di tempat seperti ini, membuat hatinya berkecamuk. Wajah Yasmin terlihat lelah, namun ada garis keteguhan yang sulit disembunyikan.
Andri tahu kabar yang lebih mengejutkan: wanita itu tengah mengandung anaknya, hasil dari malam mabuk mereka yang tak terduga.
Matanya sesekali menatap ke arah perut Yasmin yang mulai membulat, lalu kembali menunduk, ada rasa enggan bercampur bingung.
Ia tidak pernah merencanakan pertemuan ini, apalagi tanggung jawab yang tiba-tiba membayangi di depan matanya. Namun di balik rasa malas itu, ada bisik kecil dalam hati yang tak bisa diabaikan, tentang masa depan yang harus dihadapi, tentang janin yang tumbuh sebagai buah dari kesalahan mereka berdua.
"Kamu mau minta tanggung jawabku? Hahaha. Bahkan Aku bukan yang pertama bagimu, jadi impas saja. Anggap saat itu Kita sama-sama butuh!" Tatapan penghinaan Andri menyulut emosi Yasmin hingga terdengar gebrakan meja.
"Tolong jaga sikap Kalian! Ini Lapas!" Salah seorang penjaga memelototi Andri dan Yasmin.
"Ok, fine! Dia hanya sedang hamil. Maklum saja," Andri tetap stay cool saat berbicara dengan petugas Lapas, membuat Yasmin semakin muak saja.
"Aku ingin memberikan penawaran kepadamu." Yasmin kembali menguasai diri dan kini tubuhnya mendekat pada Andri, berbisik lirih.
Andri pun melakukan hal yang sama, dengan senyum mencibir, Ia ikuti alur permainan Yasmin, "Selain kebebasan, sebaiknya silahkan pergi, karena Aku tak akan tanggung jawab soal kehamilanmu."
Memang benar-benar brengsek! Yasmin mengepal jemarinya, masih menahan amarah.
"Justru, Kedatanganku kesini, ingin memberikan keinginanmu." Yasmin menang dalam hal tawar menawar.
"Oh ya? Lalu, apa yang Kamu inginkan."
"Pintar!"
Yasmin meminta Andri, dengan senyum penuh arti Yasmin membisikan sesuatu. Dahi Andri mengernyit, namun kedua alis Yasmin naik turun seakan menantang.
"Oke. Aku bisa saja melakukannya. Tapi sebuah kebebasan rasanya terlalu murah jika ditukar dengan apa yang Kamu minta dariku."
Yasmin mengeluarkan selembar Cek, "Aku tahu posisimu kini tak lebih dari sampah yang didepan oleh Angel bukan? Dan satu lagi, Kamu sudah tahu, kalau Ibumu terlilit hutang karena berondongnya kalah judi? Aku rasa Uang yang kutawarkan lebih dari cukup untuk membereskan semua persoalan hidupmu."
Andri mengepalkan tangannya. Buku-buku jarinya hingga memutih, menahan amarah yang membakar hati dan kepalanya.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Bundanya, Aisyah justru semakin menambah beban persoalan Mereka.
"Baik. Aku terima tawaranmu. Dan Kamu pastikan bahwa semua aman dan Aku tak akan kembali berurusan dengan tempat ini!"
Yasmin berdiri, mengenakan kembali kacamata hitamnya, sebelum pergi dengan senyum sinis menatap Andri.
*
"Jadi, maksud Om, Andri sudah bebas?" Revano memegang dagunya. Rasanya tak mungkin jika Andri bisa bebas apalagi sudah tak ada yang yang Ia miliki, dan Aisyah, Bundanya Andri sudah hilang entah kemana.
"Ya, ada yang membebaskannya. Om masih cari tahu, sepertinya Mereka juga kenal dengan orang dalam."
Dalam benak Revano, kini yang ada di isi kepalanya hanya satu, Sandra. Revano takut Andri bebas dan mengincar Sandra.
"Om, keselamatan Sandra kini bisa saja terancam. Andri pasti akan menargetkan Sandra. Apalagi saat ini Sandra sedang hamil, dan Aku tidak bisa dua puluh empat jam menjaga dan mengawasi Sandra."
"Kita akan minta beberapa orang untuk menjaga Sandra. Om harap Andri tidak senekat itu. Apalagi statusnya bebas bersyarat."
*
"Sayang, Kamu serius gak mau Opa antar?"
"Gak apa-apa Opa, Sandra juga sudah chat Mas Vano dan Mas Vano mengizinkan. Sandra juga cuma ke tempat SPA aja kok."
"Ya sudah. Kabari Vano atau Opa kalau memang Kamu butuh Kami ya Sayang."
"Siap Opa."
*
"Bagus! Biar Dia menikmati dulu treatmentnya. Nanti saat lengah, Kamu tahu kan apa yang Kamu harus lakukan?"
Yasmin tersenyum penuh kemenangan, "Aku selalu bisa mencari celah. Aku tak akan biarkan Kamu memiliki Vano kalau Aku tak bisa memilikinya. Dan Kita akan buang anak-anak si@lan ini agar Aku bisa kembali bersama Vano!"
Yasmin kembali meraih ponselnya, "Bersiap! Aku akan bawa yang Kamu inginkan. Jangan gegabah, tunggu sampai Aku datang!"
happy ending... bintang lima dan bunga untuk othor ⭐️🌹😍🌹⭐️
devano. devano ada2 aja