Li Bao Jia, Selir Pertama Putra Mahkota Dinasti Ming, dicopot gelarnya serta di cerai oleh sang putra mahkota setelah melahirkan putra pertama mereka karena dituduh melakukan kudeta terhadap kerajaan.
Ayahnya yang merupakan mantan Jenderal peperangan sejak zaman kepemimpinan Raja sebelumnya di tuntut hukuman mati.
Bao Jia yang baru saja kembali ke kediamannya dengan berbagai macam hinaan dan cemoohan, tiba-tiba mendapatkan serangan dari pasukan kerajaan, semua anggota keluarganya dan pengikut setia ayahnya dibantai.
Adik kesayangannya, Li wang-shu dibunuh dengan kejam, sementara di detik-detik terakhir hidupnya Ia melihat, Pamannya, Li Tuo-li tersenyum dan berkata, "Akhirnya Kamu yang terakhir. selamat tinggal ****** kecil!"
Diantara hembusan nafas terakhirnya, Bao Jia bersumpah, Jika Ia bisa mengembalikan waktu, maka Ia tidak akan pernah menjadi selir putra mahkota, Ia akan mendengarkan nasihat Ayahnya dan tetap bersama keluarganya.
'Tolong Beri Aku kesempatan!' jeritnya dalam hati!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maufy Izha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Pengetahuanmu Cukup Luas
Hari yang di tunggu akhirnya tiba, Hari ini Bao Jia akan bertemu dengan Permaisuri. Pelayan dari paviliun Permaisuri baru saja datang untuk mengundang Bao Jia minum teh bersama.
Bao Jia sekarang sedang berjalan bersama Liang Yi dan para pelayannya menuju Paviliun permaisuri.
Sesampainya Disana, Bao Jia sejenak tercengang, begitu melihat begitu banyak orang sudah ada disana.
Acara minum teh apa ini?
Selain permaisuri yang sudah duduk dengan anggun di kursi utama. Sudah ada Wang Huang-Fu dan Selir kesayangannya Liu Qin-Mei yang duduk berdampingan, ada juga Wang Huan-Ran yang duduk dengan putra ketiga kaisar dari Selir Yun yang merupakan istri kedua Kaisar.
Bao Jia melirik ke arah Huan Ran yang tersenyum lebar kepadanya, lalu dengan panik membuang muka ke arah lain.
Pada akhirnya Bao Jia memilih duduk dimeja kosong yang terletak persis di samping Huan-Ran, berseberangan dengan meja Suaminya. Lagipula, Suaminya itu sudah ada yang menemani. Lihat saja, wajah Liu Qin-Mei yang terus memprovokasinya. Meski terlihat seperti tersenyum tapi Bao Jia tahu bahwa diam-diam Liu Qin-Mei pasti tidak ingin Ia duduk bersama dengan Huang-Fu.
"Selir Li, kenapa Kamu duduk disana? Duduklah di samping Suamimu, Yang Mulia Putra Mahkota. Atau, kalian sedang bertengkar?"
Permaisuri bertanya, Bao Jia dengan panik menjawab,
"Oh, tidak Yang Mulia Permaisuri, Kami sedang tidak bertengkar. Saya rasa ini karena efek kehamilan Saya. Saya jadi tidak ingin berdekatan dengan Yang Mulia Putra Mahkota, karena nanti saya bisa mual"
"Apa?"
"Apa katamu?"
Semua orang terkejut mendengar jawaban Bao Jia, terutama Huang-Fu, lebih tepatnya, Huang-Fu merasa dipermalukan. Ia pun menatap tajam Bao Jia. Sementara Bao Jia pura-pura tidak melihatnya.
"Hahahaha, memang ada yang seperti itu Yang Mulia Permaisuri, Saya juga merasakannya saat mengandung pangeran ketiga, Jian-ying, Saya sama sekali tidak ingin berdekatan dengan Kaisar, hahaha"
Selir Yun menjelaskan seraya tertawa, meski begitu keanggunannya sama sekali tidak memudar.
"Benarkah? Ada hal yang seperti itu?"
"Ya, Yang Mulia Permaisuri tidak merasakannya?"
Selir Yun bertanya.
Mendengar Pertanyaan itu, Wajah permaisuri sedikit berubah.
"Fufufu, kebetulan Saya tidak merasakannya.
Baiklah, karena semua sudah berkumpul, Kita mulai saja acara minum tehnya, jarang sekali kita bisa berkumpul seperti ini. Apalagi, ada Huan-Ran yang hampir tidak pernah muncul di istana"
"Fufufu, Ibu Permaisuri, Saya jadi malu mendengarnya. Saya sedang mempelajari ilmu pengobatan dan..racun, maka dari itu, Saya sedikit sibuk. Tapi, kedepannya, Saya akan lebih sering hadir dalam perjamuan Istana"
"Pengobatan dan racun? Ohoo! Bagus sekali, Sebagai pangeran kedua kerajaan ini, menguasai ilmu pengobatan tentulah akan sangat membantu tugas kakakmu jika sudah mewarisi tahta nanti"
"Tentu saja Ibu Permaisuri, itulah tujuan Saya mempelajari banyak keahlian, agar bisa membantu Kakak saat menjadi pemimpin Kekaisaran ini"
Ucap Huan-Ran seraya tersenyum menatap Permaisuri.
Bao Jia memperhatikan interaksi kedua orang itu. Meski terlihat akrab, tapi sebenarnya ada aura permusuhan yang kentara diantara Huan-Ran dan permaisuri.
Tapi, bagaimana mungkin sepasang Ibu dan Anak saling bermusuhan? Apa karena kekuasaan? Atau...
karena terlalu fokus pada permaisuri dan juga Huan Ran, Bao Jia sampai tidak sadar bahwa makanannya pembuka dan teh herbal yang hanya bisa di sajikan di istana permaisuri sudah tersaji diatas mejanya.
"Wah, makanan ini benar-benar cantik, wanginya juga sangat menggugah selera" Bao Jia bergumam. Kemudian setelah permaisuri mempersilahkan untuk mulai menikmati hidangannya, Bao Jia mulai menyantap makanan itu dengan penuh semangat.
'Luar biasa, rasa hidangan istana memang sangat berbeda. Hahh andai saja makanan di paviliun Persik selezat ini!' Batin Bao Jia menjerit.
Meskipun makanan yang di sediakan untuknya termasuk yang berkualitas tinggi, tentu saja makanan untuk permaisuri berada di level yang berbeda, seperti hukum Piramida. Di kalangan para istri, Permaisuri berada di puncak kasta.
"Kakak Ipar, sepertinya Kau sangat menikmatinya, Apa Kamu mau makan punyaku juga? Aku tidak terlalu menyukainya."
Huan-Ran yang duduk persis di samping Bao Jia menawarkan dengan suara berbisik.
"Benarkah? Kamu tidak keberatan?"
Tanya Bao Jia dengan mulut yang masih penuh dengan makanan. Melihat itu Huan-Ran tertawa kecil lalu mengangguk. Ia pun menyerahkan mangkuk makanan pembuka itu pada Bao Jia, Wanita. Yang tengah hamil muda itu menyambutnya dengan riang gembira. Pemandangan itu tentu di lihat oleh semua orang, termasuk Huang-Fu.
Namun tidak ada yang berkomentar karena Huan-Ran memang terkenal sangat pemilih soal makanan. Tapi, memberikannya pada Li Bao-Jia yang merupakan istri dari Kakaknya, memang terlihat tidak terlalu pantas. Hanya saja, orang-orang itu lebih memilih diam.
Perangai Huan-Ran terkenal lebih kejam dari Huang-Fu, meski terlihat ramah, tapi sebenarnya Huan-Ran bukanlah orang yang pemaaf. Siapapun yang membuatnya marah, tidak akan hidup lama.
Acara Minum teh itu akhirnya sudah hampir selesai. Sebelum penutupan, Bao Jia menghadap Permaisuri dan menyampaikan tujuannya datang menemui Permaisuri hari ini.
"Yang Mulia Permaisuri, Saya mendengar bahwa Ayah Saya sedang tidak dalam keadaan sehat. Saya ingin mengunjunginya, mohon izin dari Permaisuri"
"Ayahmu sakit? kenapa Aku tidak mengetahuinya?"
"Maafkan Saya Yang Mulia Permaisuri, Adik saya baru saja mengirimkan surat untuk Saya kemarin, jadi... Saya..."
"Baiklah, bagaimanapun Kamu adalah putri sulung dari keluarga Li. Kamu harus tetap menunjukkan baktimu meski sudah menjadi keluarga istana. Aku izinkan"
"Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia Permaisuri!"
Bao Jia menunduk hormat.
"Kapan Kamu akan pergi?"
"Besok pagi Yang Mulia Permaisuri"
"Hmn, Berhati-hati lah, sampaikan salam dariku dan Kaisar untuk Tuan Li"
"Baik Yang Mulia Permaisuri"
"Apa Huang-Fu akan menemanimu"
Permaisuri bertanya seraya menatap Huang-Fu. Namun sebelum Huang-Fu menjawab, Bao Jia sudah mendahuluinya,
"Tidak perlu Yang Mulia, Saya sudah membicarakannya dengan Yang Mulia Putra Mahkota, beliau sangat sibuk dengan urusan di istana, Lagipula Saya hanya akan menjenguk Ayah Saya, jadi, tidak perlu ditemani. Ada Liang Yi dan beberapa Pelayan yang mendampingi Saya"
"Kapan Kamu membicarakannya denganku?"
Huang-Fu bertanya dengan dingin. Ia tidak menyangka Bao Jia berani berbohong dihadapan Permaisuri.
"Yang Mulia Putra Mahkota, apakah Anda lupa?"
Bao Jia menatapnya seraya tersenyum tapi matanya seperti memberi peringatan kepada Huang Fu.
Melihat suasana yang sedikit canggung, permaisuri pun berkata,
"Baiklah, Kalian bisa mengaturnya nanti. Ayo kita nikmati hidangan terakhir sebelum berpisah"
"Baik Yang Mulia!"
Jawab semua orang dengan serempak.
Setelah hidangan terakhir itu, acara minum tehnya pun selesai.
Bao Jia tidak langsung kembali ke Paviliun Persik, melainkan menuju Paviliun Delima.
"Tidak ada yang melihat Kita pergi kesini bukan?"
Tanya Bao Jia pada Liang Yi untuk memastikan.
"Tidak ada, Nyonya"
"Syukurlah. Aku harus menyelesaikan lukisanku, Aku akan menghadiahkannya untuk Ayah!"
Seru Bao Jia dengan penuh semangat. Ia pun masuk ke dalam Paviliun Delima dan menuju taman belakang.
"Fufufu, lihat siapa yang datang, Halo Kakak ipar"
"Bao Jia terkejut melihat Huan Ran ada disana dengan kuas ditangannya.
"Apa yang kau lakukan..!"
"Bukankah ini bunga matahari kering? Aku hanya berusaha menyempurnakannya!"
"Kamu... Bagaimana kamu tahu kalau ini bunga matahari kering"
"Tentu saja, dari bentuknya!"
"Benarkah? Tapi bahkan Liang Yi dan para pelayan disini kesulitan mengartikan bahwa ini adalah bunga"
"Hahaha, Kamu lupa bahwa Aku adalah seniman"
"Aha! Ya, Aku lupa!"
"Lagipula, Aku pernah melihat lukisan sejenis ini. Ini mirip dengan lukisan kuno yang ada di museum Zhijin"
"Luar biasa. Kamu tahu tentang lukisan itu? Tidak kusangka, ternyata pengetahuanmu cukup luas!"
"Yang benar saja. Kamu adalah orang pertama yang begitu meragukanku"
"fufufu, maafkan Aku. Tapi, terima kasih. Aku akan menghadiahkan lukisan ini untuk Ayah. Aku akan memberi nama dibagian bawahnya!"
Bao Jia pun mengambil kuas yang ada di tangan Huan-Ran, kemudian menggoreskan namanya dan nama Huan Ran pada lukisan itu dengan inisial Mereka berdua (欢- 鲍).
"Huan-Bao? Hahahaha lucu, itu nama yang lucu!"
"Hahahaha, ya, memang lucu. Oh, ngomong-ngomong Kamu bilang bahwa Kamu mempelajari ilmu pengobatan dan racun?"
Mendengar pertanyaan itu, Huan Ran seketika berhenti tertawa.
"Ya, kenapa?"
Bao Jia menarik nafas, Ia sedikit gugup. Tapi Ia merasa Huan-Ran bisa membantunya untuk mengetahui penyebab Ayahnya sering sakit-sakitan sekarang.
"Aku membutuhkan bantuanmu"
Bersambung