NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:80.8k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rawat Kakakmu

🦋🦋🦋

Aku memasuki kamar kak Radek, melangkah pelan menghampiri pria itu yang tampak tidur siang. Mataku menyorot perban di tangan dan pundaknya yang membungkus luka dalam yang diciptakan pria tadi. Aku duduk di bangku besuk, menatapnya dengan wajah sedih. Hari ini pria ini telah menyelamatkan ku. Jika bukan karena dirinya, entah apa yang terjadi padaku, mungkin sudah meregang nyawa.

"Kakakmu baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir," kata kak Karina sambil memasuki kamar itu sambil membawa nampan di mana terdapat makan siang dan obat di sana.

Aku hanya diam, mengabaikan kak Karina yang juga sibuk memeriksa kondisi kak Radek.

"Sebaiknya kamu kembali ke rumah. Radek sudah menceritakannya padaku, kalian bertengkar dan kamu numpang tidur di rumah Om mu. Kasihan Kakakmu, kadang tidak makan teratur dan sering melamun, dia mungkin memikirkanmu," kata kak Karina sambil menyuntikkan cairan putih yang tidak aku tahu apa itu ke impus yang menggantung di tiangnya.

Ternyata kak Radek berbohong kepada kak Karina.

"Tadi Kakakmu bilang mau rawat jalan di rumah. Sebenarnya Kakak tidak bisa membiarkannya karena kondisinya masih butuh penanganan. Tapi, karena keras kepalanya itu, Kakak tidak bisa menahannya dan sore ini dia akan kembali ke rumah. Jadi, kamu harus sudah ada di rumah, ya? Jangan kelayapan di luar lagi."

Kelayapan? Siapa juga yang kelayapan? Caranya berbicara terdengar seolah aku wanita nakal yang tidak tahu jam pulang.

"Tidak bisa, Kak," balasku.

"Kenapa?" tanya kak Karina, menatapku dengan sorot mata pemasaran.

"Aku tidak bisa menjelaskannya. Kakak saja yang mengurusnya Kak Radek. Bukankah sebentar lagi kalian akan menikah?"

"Jika kondisinya begini, bagaimana aku kami bisa menikah? Jadi, tugas kamu, jaga Kakakmu agar cepat sembuh. Pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Ingat itu," kata kak Karina kepadaku seorang aku harus mempertanggungjawabkan kesehatan pria itu dan harus membuatnya sembuh secepat mungkin.

Kak Karina meninggalkan kami di kamar itu.

Setelah kak Karina pergi, kak Radek membuka matanya. Dari caranya membuka mata, pria ini bukan bangun tidur, tetapi sengaja berpura-pura tidur.

"Ingat, tugasmu merawatku sampai sembuh. Selain itu, aku begini juga karenamu," kata kak Radek, menarik rasa kesalku.

"Tidak. Ingat, status kita," balasku dengan dingin.

"Bagaimanapun caranya, kamu harus bertanggung jawab. Pagi siapkan makanku, lalu bantu aku mengganti perban. Kemudian, siapkan makan siangku, mengganti perbanku sore hari, dan siapkan makan malam. Hanya itu," kata kak Radek dengan mudahnya. "Mau tidur atau tidak di rumah, itu terserah kamu."

"Kamu pikir aku pembantumu," balasku dengan geram.

"Tiga juta satu bulan ini. Cukup besar, 'kan? Aku gaji kamu," tawar kak Radek.

Sejenak aku berpikir. Gaji tiga juta cukup besar dibandingkan kerja di kafe. Cukup menggiurkan dan bisa menambah pendapatanku bulan ini. Kebetulan, aku harus bayar uang kuliah akhir bulan ini.

"Baik. Cuma satu bulan," kataku, setuju.

***

"Galuh ...!" panggil kak Radek ketika aku masak untuk makan malam di dapur untuknya, sedangkan pria itu duduk santai di bangku ruang tamu sambil menonton televisi. "Bawakan air panasnya!" seru kak Radek.

Bergegas aku menyelesaikan masakanku dulu dengan menebalkan telinga dari seruan pria itu yang sejak tadi membuat telingaku sakit. Sungguh merepotkan, baru beberapa jam aku bekerja di kafe, aku ke rumah ini untuk menyiapkan makan malam untuk kak Radek dan akan kembali lagi ke kafe untuk melanjutkan pekerjaan.

"Makan malam sudah aku siapkan di meja. Mana, biar aku pijat. Jangan lama-lama, aku harus kembali lagi ke kafe," ucapku sambil menaruh baskom berisi air sedikit panas ke lantai, ke bawah kaki kak Radek.

Pria ini memperlakukan seperti babu saja. Bodohnya, aku terpaksa melakukannya demi uang itu.

"Setelah itu, tolong pijat kepalaku. Rasanya pusing sekali," katanya.

Tanganku berhenti memijat kakinya yang ada di dalam baskom.

"Jadwal masuk kerjaku dimajukan jam tiga sore. Setelah pulang kuliah, aku langsung masuk kerja dan ke sini lagi jam enamnya untuk memasakkan mu makan malam. Bisa tidak kasih aku waktu setengah jam untuk istirahat? Setengah jam lagi, tepat jam delapan aku harus kembali ke kafe. Jadi, tolong mengerti," terangku dengan suara penuh penekanan.

"Oh, begitu. Istirahatlah," balas kak Radek dengan santainya setelah aku memberikan penerangan panjang lebar. "Duduk, bersandar, dan rileksasikan badanmu," suruh kak Radek sambil menepis bangku di sampingnya, masih dengan ekspresi santai.

Pria ini memang pandai membuatku kesal.

"Oh iya, ini. Waktu itu aku lupa memberikanmu hadiah ulang tahun. Ini." Kak Radek menyodorkan sebuah kotak yang diambil dari balik badannya.

Aku menyorot matanya dengan tatapan dalam, menatapnya sambil menerawang sesuatu yang tengah ada di benak pria itu. Setelah berubah menjadi dingin, kini pria ini agak lebih mencair dari sebelumnya. Apa mungkin karena bahagia akan menikah bersama kak Karina dalam waktu dekat? Dan, mungkin karena sudah sudah berpisah dariku. Bukankah selama ini aku beban dalam hidupnya.

"Ambil." Kak Radek meraih tangan kananku dan menaruh kotak berukuran kecil persegi panjang itu ke telapak tanganku.

Kotak tersebut aku buka di hadapan kak Radek. Terdapat sebuah kalung indah di dalamnya bersama secarik kertas yang dilipat. Kak Radek mengambil kertas itu dan meremasnya, memasukkannya ke dalam saku celananya.

"Itu apa?" tanyaku, penasaran.

"Bukan apa-apa. Hanya kertas nota belanja saja," jawab kak Radek dengan senyuman yang menurutku menjadi topeng yang digunakan untuk menyembunyikan sesuatu.

Entah apa yang disembunyikannya. Rasa penasaran terhadap kertas itu aku abaikan dan fokus kepada kalung di dalam kotak. Cukup bagus, ini tipeku yang suka gaya sederhana, tetapi elegan. Ku perhatikan kalung itu dengan senyuman yang akhirnya menghilang sambil melirik kak Radek.

"Basi." Kotak tersebut aku tutup dan aku berikan kembali ke tangan kak Radek.

Aku enyah dari hadapan kak Radek sambil membawa baskom berisi air yang sempat membasahi kaki kak Radek. Aku menaruhnya ke dapur, lalu memasangkan tas selempangku, dan meninggalkan rumah itu.

Di pintu rumah aku berpapasan dengan kak Karina. Wanita itu tersenyum kepadaku dengan mata merahnya, sepertinya wanita ini baru selesai menangis. Sudahlah, apa peduliku? Hidupku saja masih begini. Ku balas senyuman wanita itu dan lanjut berjalan meninggalkan rumah itu.

Setelah keluar dari gerbang rumah, aku melihat seorang pria berpakaian hitam menantu rumah dari mobil yang terparkir di seberang jalan. Kejadian tadi pagi masih membuatku trauma, membuatku sedikit takut, dan berasumsi buruk kalau pria itu berniat jahat pada kak Radek. Aku tidak heran mengapa kak Radek banyak musuh. Pria itu sudah banyak menangkap orang dan memastikan mereka menerima hukuman atas apa yang sudah mereka lakukan.

Menyadari aku melihatnya, pria yang ada di dalam mobil itu menyalakan mobilnya, dan mengemudikannya meninggalkan posisi itu.

Aku menoleh ke belakang, memandangi pintu rumah dengan ragu akan masuk kembali memberitahu kak Radek atau mengabaikan. Ku ambil ponsel dari tas dan mengetikkan pesan untukku kak Radek, menurutku itu lebih sederhana, sekaligus bisa menjaga hati dari kemesraan mereka yang pasti aku lihat nantinya.

1
Bertalina Bintang
belum post nextnya thor
Tinny
kapan update thor
Bertalina Bintang
weeew... uhuuuiii...
Hafizah Al Gazali
thor buat mereka berdua bahagia yaaa,sdh cukup galuh menderita thor,kasian galuh
Bertalina Bintang
bolak balik nunggu klanjutannya
Hafizah Al Gazali
ceritamu penuh dgn misteri thor,vi aku sukaaaa
Tinny
lanjutt truss thor😍
Arya Bima
ya ampun Galuh..... mau smpe kpan km bertahqn dgn Radek yg lagi n lagi sll percaya hasutan org lain dri pda istri sndiri....
jelas² bnyak yg tak mnginginknmu bersanding dgn Radek.... msa iya Radek g paham².... sll mnuduh tanpa mncari tau kebenarannya....
capek sndiri hidupmu Galuh.... klo harus berjuang sndiri...
Arya Bima
jgn smpe tak terungkap dalang yg sesungguhnya...... sangat tak adil untuk Galuh jga ayahnya.... harus mnanggung smua ksalahn dri org lain...
Tinny
sungguh membagongkan
Bertalina Bintang
jangan2 bpknya radek pelakunya
Mulyana
lanjut
Arya Bima
siapa laki² itu ya.... smoga bukan hal yg akn mnambh beban pikiran galuh ...
tidak cukup kah penderitaan yg di alami Galuh slm ini.....??
tak pantaskah Galuh untuk bahagia n mnjadi perempuan yg jauh dri segala fitnahan jga hinaan dri org lain...
Mulyana
lanjut
Tinny
selalu dibuat dag dig dug dorrr
Efelina Pehingirang Lantemona
galuh wanita ngk punya prinsip,lain di mulut lain dihati,miris
Mulyana
lanjut
Tinny
lanjut trus thorr seruuuu
Arya Bima
smua trgantung sikap radek....
Maria Ulfah
knp masih mau dekat dengan kak radek membuat susah move on
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!