“Oke. Tapi, there's no love and no *3*. Kalau kamu yes, saya juga yes dan serius menjalani pernikahan ini,” tawar Linda, yang sontak membuat Adam menyeringai.
“There’s no love? Oke. Saya tidak akan memaksa kamu untuk mencintai saya. Karena saya juga tidak mungkin bisa jatuh cinta padamu secepat itu. Tapi, no *3*? Saya sangat tidak setuju. Karena saya butuh itu,” papar Adam. “Kita butuh itu untuk mempunyai bayi,” imbuhnya.
***
Suatu hari Linda pulang ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan sepupunya, Rere. Namun, kehadirannya itu justru membawa polemik bagi dirinya sendiri.
Rere yang tiba-tiba mengaku tengah hamil dari benih laki-laki lain membuat pernikahan berlandaskan perjodohan itu kacau.
Pihak laki-laki yang tidak ingin menanggung malu akhirnya memaksa untuk tetap melanjutkan pernikahan. Dan, Linda lah yang terpilih menjadi pengganti Rere. Dia menjadi istri pengganti bagi pria itu. Pria yang memiliki sorot mata tajam dan dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tianse Prln, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Undangan Tak Terduga
Sekitar pukul sepuluh pagi, suasana kantor Admaja Group berubah drastis, bukan hanya di kantor pusat tapi juga di beberapa kantor cabang, termasuk kantor cabang tempat Linda bekerja.
Keriuhan yang terjadi bukan karena laporan keuangan atau klien besar yang datang, tapi karena satu email yang masuk ke akun para staf—dengan subjek yang membuat mereka bertanya-tanya.
Undangan Pernikahan Direktur Utama – Adam Admaja.
Email itu dikirim dari akun resmi sekretariat direksi, dengan desain undangan digital yang elegan, latar putih bersih, aksen emas, dan font serif yang mewah. Tanggal, lokasi, dress code, semuanya tercantum rapi.
Kecuali....
Satu hal.
Nama pengantin wanita.
Tidak disebutkan dalam undangan tersebut.
Hanya tertulis:
...Bergabunglah dalam momen bahagia kami.
...
...Direktur Utama Admaja Group akan mengikat janji suci dengan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.
...
...Siapa dia? Temukan jawabannya di hari istimewa kami.
...
Semua kantor Admaja Group langsung riuh. Grup chat internal meledak dengan spekulasi yang beragam.
“SERIUSAN PAK ADAM UDAH NIKAH???”
“Siapa ceweknya? Kok enggak disebut?”
“Jangan-jangan artis?”
“Atau anak pejabat?”
“Jesika?”
“Enggak mungkin dia. Kalian ingat kejadian beberapa hari lalu, Pak Adam bahkan enggak lirik dia sedikit pun pas mereka ketemu.”
Saat keriuhan kantor cabang masih membara, Linda sedang duduk di ruangannya, membuka email saat melihat notifikasi masuk. Dia membukanya dengan tangan yang sedikit gemetar. Begitu membaca isinya, dia terdiam. Matanya menelusuri setiap kata, lalu berhenti di bagian “seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.”
Senyum kecil muncul di wajah Linda. Bukan senyum kemenangan. Tapi senyum lega. Senyum yang lahir dari rasa diakui, meski belum diumumkan secara gamblang.
Dia menyandarkan tubuh ke kursi, menatap layar laptop, lalu menutup email itu perlahan.
Di luar ruangannya, suara bisik-bisik mulai terdengar. Beberapa staf divisi pemasaran melintas sambil menatap layar ponsel, sebagian lagi sibuk bertukar teori dan dugaan.
Linda tahu, tidak semua staf Admaja Group diundang. Hanya beberapa nama yang terpilih. Tapi kabar itu menyebar seperti api menyambar rumput kering.
Dan yang paling gelisah saat kabar ini muncul....
Jesika.
Dia berada di ruang kreatif, membuka emailnya saat melihat para staf sibuk melihat undangan pernikahan di ponsel mereka. Tapi saat dia membuka email, dia tidak menemukan undangan itu. Matanya menyipit, lalu buru-buru bertanya ke rekan sebelahnya.
“Em, apa kamu dapet email undangan nikahan Pak Adam?”
Rekannya mengangguk. “Iya. Gila ya, ternyata Pak Adam udah nikah secara diam-diam dan resepsinya akan diselenggarakan besok malam. Tapi ceweknya siapa ya?”
Jesika langsung membuka grup chat. Matanya bergerak cepat, mencari informasi. Tapi yang dia temukan hanya spekulasi dan rasa penasaran.
Dia menggigit bibir, lalu berdiri, melangkah menuju pantry. Langkahnya pelan, sepatu hak tinggi yang biasanya bergema percaya diri kini terdengar seperti gema kekalahan. Ia berjalan menuju pantry sembari berharap bisa menenangkan diri dengan secangkir kopi. Tapi sepertinya, bahkan aroma kopi pun tak akan mampu mengusir rasa sesak di dadanya.
Di dalam pantry, beberapa staf juga sedang membahas undangan itu dengan antusias.
“Kalau bukan artis, mungkin orang luar negeri?”
“Enggak mungkin. Pak Adam tuh kayaknya enggak suka tipe cewek Barat.”
“Jangan-jangan... salah satu staf Admaja Group.”
Jesika berhenti di ambang pintu, dia menahan napas saat mendengar spekulasi terakhir.
Salah satu staf Admaja Group?
Itu satu-satunya asumsi yang membuat hati Jesika berdesir.
Pikirannya langsung terarah ke satu nama.
Linda.
Entah kenapa dia tiba-tiba mempunyai firasat tentang wanita itu. Beberapa hal terasa aneh saat dia melihat Linda dan Adam ketika bersama, mereka seperti dua orang yang sering bertemu, seolah akrab dan... tampak memiliki ikatan khusus.
Jesika menggeleng cepat. “Enggak mungkin,” gumamnya. “Linda... dia terlalu biasa. Adam tidak mungkin memilih wanita seperti itu.”
Jesika melangkah mundur, lalu berbalik. Dia tidak jadi mengambil kopi. Dia tidak ingin mendengar lebih banyak. Tidak ingin melihat lebih banyak.
Di meja kerjanya, ia duduk, membuka laptop, lalu mencari nama Linda di sistem internal. Profilnya muncul: Manajer Pemasaran. Lama bekerja: 4 tahun. Status: aktif.
Jesika menutup laptopnya keras. Napasnya berat. Matanya mulai memerah, bukan karena marah, tapi karena kenyataan yang tak bisa ia ubah.
Dia kalah.
Khayalannya runtuh.
Negeri dongeng yang ia yakini berhasil dia bangun, kini telah hancur lebur.
Dia merasa dihantam oleh kenyataannya, bahwa dia bukan siapa-siapa, walau parasnya cantik, walau tubuhnya semampai bak putri kerajaan.
*
Sementara itu, Linda kembali membuka laptopnya, menatap layar kosong. Tapi pikirannya penuh. Bukan tentang pesta, bukan tentang gaun, tapi tentang satu hal....
Di undangan itu Adam memilih untuk menyembunyikan namanya. Linda tahu alasannya, yang pasti bukan karena malu. Tapi karena ingin membuat kejutan untuk semua orang, dan yang terpenting agar Linda merasa lebih nyaman di kantor sebelum malam resepsi itu tiba.
Linda tersenyum lagi. Kali ini lebih lebar. Lalu dia mengambil ponselnya, mengetik pesan singkat ke Adam.
“Terima kasih untuk undangannya. Aku tahu kamu sengaja membuatnya seperti itu. Aku suka.”
Tak butuh waktu lama, Adam langsung membalas pesannya.
"Sebenarnya aku ingin secepatnya memberitahu semua orang tentang siapa istriku... tapi aku tetap harus memikirkan perasaanmu dan kenyamananmu. Lagi pula, itu akan menjadi kejutan yang istimewa. Karena kamu bukan hanya wanita yang beruntung. Kamu adalah wanita yang istimewa untukku."
Linda menatap lama layar ponselnya. Pipinya memerah. Tersipu malu.
lanjutkan begitu... biar dia sakit jantung klo tau siapa kamu sebenar nya