Light Merlin ditakdirkan sebagai seorang titisan March, dewa yang telah tersegel ribuan tahun. Dirinya yang dibebankan misi untuk membebaskan sang dewa justru harus menelan kekalahan pahit. Ia terdampar ke sebuah negeri bernama Jinxing dan mengembara sebagai pendekar pedang bergelar "Malaikat Maut Yiyue".
Misinya kali ini sederhana. Menaklukkan semua dewa dan mengalahkan musuh yang membuatnya sengsara. Namun, ternyata konspirasi di balik misi tersebut tidaklah sesederhana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUKE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pisces
"Bersiaplah!" seru March sepenuh hati.
Light justru menggeleng-geleng cepat. "Tidak mau! Aku hanya ingin keluar dari sini. Minggu depan ada pelatihan penting. Aku harus mempersiapkan diri."
Jawaban tersebut sontak membuat March tersenyum jengkel. Hatinya ingin sekali melibas Light karena sudah kurang ajar. Namun, ia sendiri sangat bergantung pada anak itu untuk bisa bebas dari segel Zephyr.
"Ah, begini saja!" March tiba-tiba dapat ide. "Cepat ambil tombak di sampingmu, atau kau takkan pulang selamanya. Selamat membusuk di tempat ini, Merlin kurang ajar!"
Skak mat! Light tak bisa menolak lagi. Ancaman March membuatnya berpikir ratusan kali untuk tidak segera mengambil tombak yang melayang di sampingnya. Entah apa yang diinginkan March, Light memilih pasrah dan mengikuti perintahnya saja. Begitu ia menggenggam tombak birunya....
"AAARGHHH!"
Kulit pemuda itu melepuh. Merah dan retak-retak. Ia ingin segera melepas tombaknya, tetapi tidak bisa. Tangannya seolah meleleh, melebur menjadi satu dengan tombaknya. Iris biru Light bahkan luntur jadi kelabu kusam.
Pandangannya dijejali oleh kilasan-kilasan kejadian yang entah tentang apa. Semua potongan kejadian itu datang dan pergi dengan amat cepat, selayaknya dua batu yang saling bergesekan. Lama-kelamaan, kedua batu tersebut akan menciptakan api. Itulah yang terjadi di dalam benak Light. Pikirannya terbakar oleh api yang diciptakan oleh benturan antar kejadian-kejadian acak.
Jeritan Light kian nyaring. Suaranya melolong, persis jerit serigala sekarat. March yang menyaksikan reaksi Light hanya diam. Bukan! Tidak hanya diam. Dewa itu sedang menunggu sesuatu. Sesuatu yang besar.
Di sisi lain, tampak Light kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Lepuhan kulitnya dengan cepat menjalar ke badan, leher, bahkan setengah wajahnya juga rusak. Siapapun pasti sadar kalau ini bukan pertanda baik, termasuk juga March. Raut wajahnya berubah gusar. Sepertinya ada yang tidak beres.
"Hey! Hey, Bocah! Apa kau masih di sana?" seru March.
Light terus saja berteriak. Tatapannya kosong. Tinggal sedikit lagi sebelum pemuda itu hangus dan jadi satu dengan tombaknya. March akhirnya mendecih. Ia memelesat ke dekat Light, lalu menepuk dadanya.
Secara ajaib, tombak biru yang dipegang Light menyedot semua luka bakar yang telah menyebar ganas, sekalian mengembalikan tangan Light yang sudah meleleh.
BRUK!
Light tersungkur, terbatuk-batuk, menarik napas sebanyak mungkin sampai dadanya kempis. Ia baru saja melewati mimpu buruk yang super seram. Sensasi terbakar masih berkelebat dalam ingatannya, membuat Light bergidik ngeri. Saking takutnya, ia tak mau berada dekat-dekat dengan tombak yang dicapnya sebagai tombak terkutuk.
"Apa-apaan itu?!" protes March. "Tombaknya hampir saja melahapmu karena kau tak sanggup mengendalikannya!"
"Buang! Buang benda itu! Tombak itu terkutuk!" racau Light.
"Dasar bodoh! Ini adalah tombak yang lebih kuat dari tiga belas harta pusaka Dewa Bengkel, asal tahu saja! Tombakku, Pisces, merupakan salah satu senjata dewa paling kuat."
"Aku tak peduli!" Light membantah. "Aku takkan pernah menyentuh benda itu lagi."
"Kau harus menyentuhnya. Wajib! Tombak itu menjadi prasyarat apakah kau cukup kuat untuk menanggung kekuatanku. Tapi kau malah menjerit seperti anak cengeng! Sial! Sekarang aku harus bagaimana?"
"Tolong keluarkan aku dari sini. Kumohon! Aku tidak tahan di sini. Aku ingin pulang!" rengek Light.
"Menjijikan sekali! Apa yang terjadi padamu? Baru pertama kali aku bertemu Merlin sepayah ini. Kau tidak tahu ramalannya, tidak kenal Faun, tidak sanggup mengendalikan Pisces, dan sekarang kau menangis seperti bayi menyedihkan! Oh, astaga! Matilah aku kalau begini!" March menggerutu penuh emosi.
Andai saja dewa itu tahu apa yang berkecamuk dalam kepala Light. Kecemasan pemuda itu telah mencapai tingkatan yang ekstrem, sehingga ia tak bisa lagi merespons apapun yang ada di sekitarnya.
Light hanya meringkuk dan meracau sendirian. Hal ini buntut dari trauma masa kecilnya, ketika tidak pernah dihargai sang ayah dan seringkali berakhir dalam ruang hukuman.
"Tolong. Tolong aku. Keluarkan aku dari sini. Keluarkan." Light tak henti-hentinya bergumam. Air liurnya sampai menggenang di lantai.
"Orang ini sakit jiwa," komentar March.
Sang dewa tidak punya pilihan lain. Hari yang seharusnya menjadi awal mula kebangkitan kekuatan Merlin justru hancur berantakan. Kacau. Semuanya jadi kacau. Dan perasaan March ikut-ikutan jadi kacau. Mungkin dialah satu-satunya dewa yang pernah merasa cemas karena menaruh harapan pada manusia.
"Hahh, apa boleh buat. Untuk sementara, momen penting ini akan ditunda sampai kau siap. Apa kau dengar aku, Bocah Merlin?"
"Pulang. Aku mau pulang. Pulang." Light masih sibuk meracau.
Dewa cebol itu hanya bisa menghela napas pasrah. "Karena Pisces gagal dikendalikan, itu berarti pertemuan ini tidak sah. Kau akan melupakan segalanya ketika terbangun. Kita akan ketemu lagi suatu saat nanti. Entah kapan. Tapi kuharap kau bukan lagi bocah payah yang tahunya cuma nangis."
March kemudian berjalan mendekati Light yang meringkuk di lantai. Sungguh pemandangan yang benar-benar menyedihkan baginya, melihat seorang Merlin yang menangis dan bicara sendiri. Bahkan seorang dewa pun jadi ragu apakah dirinya bisa selamat atau tidak.
"Sampai jumpa lagi, Light Merlin. Berkahku selalu tercurah padamu. Semoga."
March mengentak lantai tepat di samping telinga Light.
Denting keras langsung masuk ke dalam kepalanya, membuat Light terbelalak. Pandangan pemuda itu seketika menjadi putih. Ia membeku, fisik dan psikis. Ketika netranya kembali berfungsi, Light sudah terbaring di kasur klinik.
"A-apa yang barusan terjadi?" Light termenung, memikirkan mengapa napasnya bisa terengah-engah padahal cuma berbaring di kasur.
Nihil. Ingatannya putus di tengah jalan. March telah menghapus kejadian di Aqua Palatium dari memori Light. Satu-satunya yang diingat pemuda pirang itu hanyalah terakhir kali ia menutup mata, dan bangun dalam keadaan banjir keringat.
Robot sihir kemudian datang untuk memeriksa kondisinya. Tampak panel hologram kuning keluar dari mata sang robot, memberitahu bahwa detak jantung Light meningkat drastis dan perlu istirahat lebih banyak.
"Terima kasih." Ia meminta robot itu pergi.
Tatkala hendak memejamkan mata, seruan lantang terdengar dari luar klinik. Light tidak bisa tidur setelahnya. Justru, hatinya semakin tak karuan.
"PADUKA MERLIN DATANG BERKUNJUNG!"
"A-ayah!?" gumam Light panik.
Pintu klinik segera dibuka, disusul masuknya sang pimpinan tertinggi Mars bersama beberapa pengawal.
Raja Vince datang tidak dengan jubah dan mahkota kebesarannya. Pria berkumis lentik itu hanya mengenakan pakaian biasa dari beludru putih.
Light menjadi gugup karena baru kali ini sang ayah sampai repot-repot menjenguknya. Raja Vince biasanya cuma sibuk di singgasana, atau di kamar bersama istrinya.
Berbagai macam prasangka sontak singgah di benak Light. Apa tujuan sang ayah kemari? Apakah benar-benar untuk sekadar menjenguknya? Atau justru ada maksud lain?
"Light, bagaimana kondisimu?" ujarnya.
"S-sudah membaik, Ayahanda."
"Baguslah." Raja Vince tersenyum, membuat putranya terkesima. Senyum dari wajah itu lebih berharga dari emas bagi Light. "Aku minta maaf karena sudah kasar padamu."
"Hah?" Sekarang Light tak sanggup menutupi perasaannya. Ia melongo. Mulutnya terbuka lebar sekali. Pria yang ada di depannya ini ... bukan ayahnya sama sekali.
"Ibundamu telah menyadarkanku bahwa selama ini aku terlalu keras padamu. Barangkali itulah yang membuat hubungan kita kurang baik. Jadi, aku ke sini untuk memeriksa kondisimu sekaligus meminta maaf."
Ketika Raja Vince mengatakan "Ibundamu", maksudnya bukan ibu kandung Light. Ia sedang menyinggung istri mudanya, Ratu Anasthasia.
Light agak kesal mendengarnya. Namun, ia mulai berpikir kalau tanpa Ratu Anasthasia, maka hati ayahnya takkan pernah selunak ini. Meski membenci sang ibu tiri, Light secara tidak langsung telah berutang budi padanya.
"S-saya juga minta maaf karena masih belum bisa memenuhi ekspektasi Ayahanda. Tapi saya akan terus berusaha. Suatu saat, Ayahanda pasti akan bangga."
Raja Vince tersenyum ramah. "Mulai sekarang, aku percayakan seluruh harapanku padamu, Light. Tolong buat aku dan seluruh rakyat Mars bangga."
Mata Light lantas berbinar. Terharu. "Pasti!" sahutnya yakin.
"Ya! Semangat itu mengingatkanku pada leluhur kita. Beberapa hari lagi pelatihan terakhirmu sebagai calon kadet akan dimulai. Aku tahu ini sulit, tapi aku harap kau menjadi yang terbaik, Putraku. Buktikan bahwa--"
"Seorang Merlin tidak pantas dan tidak berhak berada di bawah orang lain," sambung Light. "Tentu. Aku akan jadi yang terbaik. Janji."
"Kupegang janjimu." Raja Vince menepuk pundak putranya, kemudian mereka berpelukan.
o0o
Sementara itu, Hans tampak asyik jalan-jalan sore di ibukota Mars. Ia menang tidak tinggal di sana, tetapi distrik tempat kediamannya hanya selisih tiga saja dari distrik 1. Lelaki itu bersiul sembari menyusuri deretan tembok besar yang melindungi istana Merlin.
Terkadang, matanya melirik ke dalam sana untuk sekadar menikmati indahnya istana paling megah dari kejauhan. Bibirnya tersenyum tipis.
Tatkala melewati gerbang utama istana, Hans dihampiri oleh seorang pengawal kerajaan. Mereka tidak saling menatap, apalagi sampai bicara. Namun, ada sesuatu yang diselipkan Hans ke tangan pengawal itu.
Semua berlalu secepat kilat. Hans kembali melanjutkan langkahnya sambil bersiul. Benar-benar sore yang damai di Mars. Udara segar, tawa dan kegembiraan orang-orang, pemandangan langit yang indah.
Pemuda itu kemudian berhenti sejenak, menarik napasnya pelan. Selagi meregangkan badan, matanya tertuju sekali lagi pada menara-menara istana Merlin yang menjulang tinggi.
"Merepotkan sekali! Aku hanya berharap kalau kau bukanlah orangnya. Karena jika iya ... kau mungkin harus membunuh ayahmu sendiri. Ah, bukan mungkin. Pasti. Kau pasti membunuhnya, Light."
(Bersambung)
Mungkinkah beneran 😱😱
Meskipun ini pasti nadanya emosi tapi aku yang lagi nyari referensi kalimat makian buat tokohku malah demen wak 🤣
Semoga aja dia bisa mengemban itu
Aku suka aku suka
Aku ampe bingung mo dukung siapa karena awalnya mereka saklek semua 😅
Sekarang mungkin aku sudah menentukan pilihan
Dewa egois katanya
Tapi.... pasti ada plot twist nanti