Aku tidak pernah menyangka jika kisah cintaku bisa serumit ini. Berawal dari perkenalan yang tidak kusengaja dengan seorang pria yang mengaku masih singel, ternyata dia adalah seorang pria beristri.
Disaat aku mencoba untuk move on, ternyata Allah kembali menguji ku dengan seorang duda beranak satu. Lalu sanggupkah aku lepas dari jerat sang duda?
jangan lupa baca dan suscribe aku ya.. Terima kasih 😊🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjerat Cinta Duda 19
Sementara aku dan mas Amal masih terjaga.
Aku berusaha untuk menutup mataku, namun tetap saja tidak bisa.
" Belum bisa tidur?" Tanya mas Amal.
Sepertinya ia memperhatikanku yang sedang gelisah.
" Matanya ndak bisa diajak kompromi mas." Ucapku lagi.
" Sini duduk sini!" Mas Amal menepuk kursi panjang yang ada disebelahnya.
Ya Allah...jantungku seperti mau copot. Apa telingaku masih bagus? Apa aku tidak salah dengar?
" Sinilah duduk, kita ngobrol." Ajak ya lagi.
Ya Allah jangan sampai ada setan diantara kami. Bagaimanapun juga mas Amal adalah lelaki yang sudah pernah menikah. Ia sudah lama berpisah dengan istrinya. Tentu ia sudah lama tidak merasakan...
Ah, mengapa pikiranku jadi kotor begini. Aku yakin, mas Amal adalah lelaki baik-baik.
Dengan keyakinan aku pun duduk disampingnya.
" Kelahiran tahun berapa?" Ia mencoba mencairkan suasana diantara kami berdua.
" Tahun dua ribuan lah mas, kalau kamu sendiri?" Aku balik bertanya.
" Perlu di jawab?" Mas Amal malah balik bertanya.
" Kalau mau dijawab ya gak papa, gak mau di jawab juga gak papa." Sahut ku santai.
Ia tertawa mendengar ucapanku, " Mas kelahiran sembilan puluh dua." Jelasnya.
" Oh... Sudah tua." Ucapku bercanda.
" Uda punya anak ya sudah tua." Ia balik membalas candaanku.
Aku menatapnya, ternyata ia tak sedingin yang kukira. Sepanjang malam ini kami asyik mengobrol tentang masa-masa sekolah dulu. Entah mengapa aku lebih terbuka berbicara dengan mas Amal dari pada dengan mas Andre.
Aku juga lebih nyaman berada di dekat mas Amal dari pada didekat mas Andre.
Apakah ini wajar? Atau diam-diam aku sedang jatuh cinta pada duda beranak satu.
Sepanjang kami mengobrol, mas Amal adalah pria yang sopan. Ia tidak pernah menyentuh ku seperti mas Erik dulu. Mas Amal lebih tahu batasan antara aku dan dia.
*********
Hari ini Zuwita sudah boleh pulang. Aku mempersiapkan Zuwita secantik mungkin. Rambutnya yang lebat kuikat dengan rapi.
Aku jadi bingung sendiri, mengapa aku bisa mengurus bayi? Padahal dulu aku tidak pernah melakukannya sama sekali.
Kupakaikan baju yang nyaman agar ia lebih tenang. Tak lupa kaus kaki kupasangkan di kaki mungil bayi cantik ini agar tetap hangat.
" Tara.... Sudah sia! Kita mau pulang kerumah, jangan sakit lagi ya..." Aku mengajak ngobrol bayi mungil ini.
Reaksinya Zuwita mengoceh tak kalah ramai.
Senyum mas Amal menghiasi wajahnya. Tampak kegembiraan yang terpancar.
Setelah mengurus biaya administrasi akhirnya kami menuju ke parkiran mobil.
" Zah, sini Zuwita ibu saja yang gendong. Nanti kamu capek."
Ibu berusaha mengambil Zuwita dari gendonganku.
Di luar dugaan, bayi mungil ini menolak di gendong neneknya. Ia seperti nyaman berada di dekatku.
" Gak papa bu, Zuwita lagi seneng aku yang gendong." Jawabku lagi..
Akhirnya kami masuk kedalam mobil mas Amal. Aku duduk dibangku depan disamping mas Amal.
Sepanjang perjalanan Zuwita lebih sering mengoceh.
Mas Amal juga lebih banyak mengeluarkan suara. Sikapnya jauh lebih hangat dibandingkan hari-hari kemarin.
Kami juga menyempatkan makan siang dan berhenti sebentar untuk membeli oleh-oleh.
Saat Zuwita dan ibunya tertidur, mas Amal sesekali melirikku, " terimakasih banyak ya Zah karena sudah berbaik hati ikut mengurus Zuwita." Ucap mas Amal tulus.
" Sama-sama mas." Jawabku singkat.
Akhirnya kami tiba dirumah mas Amal. Kami menjadi pusat perhatian tetangga mas Amal.
Apalagi keadaanku yang sedang menggendong Zuwita. Bahkan ada tetangga mas Amal yang terang-terangan bertanya kapan rencana kami menikah.
Aku dan mas Amal hanya bisa saling diam dan menatap. Setelah Zuwita sudah lebih tenang, aku pamit pulang. Tentunya tanpa diketahui Zuwita.
Mas Amal mengantarkan aku pulang.
Saat melewati orang-orang yang sedang berkumpul tak jarang mereka menggoda kami.
Kami sudah tiba dirumah Nenek. Setelah bertemu nenek akhirnya mas Amal pamit pulang.
" Kamu suka sama Amal?" Tanya nenek tanpa basa basi.
" Kami berteman nek. Zahra hanya membantu ibunya mas Amal yang kewalahan mengasuh Zuwita yang sedang rewel." Aku mencoba memberi pengertian pada nenek.
**********
Aku sedang beristirahat dikamarku. Hari ini rasanya aku capek sekali. Saat mataku akan terlelap masuk satu pesan dari mas Amal.
Sontak hatiku menjadi berbunga-bunga.
( Assalamu'alaikum, sedang apa?)
Aku tersenyum membaca pesan dari mas Amal.
( Lagi santai, bagaimana keadaan Zuwita?)
Aku memijit tombol send, dan pesan pun terkirim untuk mas Amal.
Kembali pesan masuk. Sebuah foto. Mas Amal mengirimkan foto Zuwita sedang tertidur pulas.
Akhirnya ngantukku hilang berganti riang karena sikap mas Amal mulai mencair.
**********
Pagi ini saat aku sedang duduk santai di kantor, beberapa guru minta klarifikasi perihal hubunganku dan mas Amal.
Aku bingung harus menjawab apa. Kata mereka gosip yang beredar diluar mas Amal akan segera meminangku.
Sontak aku tertawa. Siapa yang membuat gosip murahan seperti itu?
Saat mas Amal tiba pun mereka memberondong pertanyaan yang sama. Mas Amal hanya tersenyum menanggapi ucapan itu. Membuat aku menjadi salah tingkah.
Aku mulai dekat dengan mas Amal. Tidak ada kata-kata cinta yang keluar dari mulut kami. Semua mengalir bagai air. Aku hanya berpasrah jika Allah memberi restu, mas Amal pasti akan menjadi jodohku.
Siang ini aku sedang bercengkrama dengan Zuwita, tiba-tiba ada seorang wanita datang menghampiri kami berdua.
Tanpa mengucap salam wanita itu menghardik ku dengan kata-kata yang kasar.
" Oh jadi kamu wanita gatal yang mau mendekati mas Amal melalui putriku." Tanya wanita itu dengan pongahnya.
Aku yang sedang bermain dengan
Zuwita sedikit terkejut mendengar suara wanita itu yang menggelegar bahai petir di siang bolong.
" Berikan Zuwita padaku." Ia menarik Zuwita dengan kasar hingga membuat bayi mungil ini menangis.
" Jangan kasar sama anak!" Hardikku.Aku pun segera mengirim pesan singkat pada mas Amal agar segera datang kerumahku.
Tetangga mulai ramai mengerubungi kami.
Rupanya ini Istri mas Amal. Ibu yang tega meninggalkan putrinya. Aku memperhatikan penampilan nya mulai dari atas kepala hingga ujung kaki.
Rambut pirang, bibir merah merona juga pakain yang sangat ketat. Mengapa berbanding terbalik dengan mas Amal yang super sederhana.
Zuwita gampir saja berhasil dibawa oleh mantan istrinya mas Amal. Untung mas Amal datang tepat waktu.
" Jangan sentuh putriku!" Ucap mas Amal marah.
" Dia juga putriku. Kamu tak becus mengurus dia sampai dirawat dirumah sakit." Ucap mantan istri mas Amal tak mau kalah.
" Semenjak kamu lebih memilih pria itu, semenjak kamu tegameninggalkan darah dagingmu. Aku haramkan kamu menyentuh putriku." Ucap mas Amal lantang.
Sementara Zuwita sudah menagis histeris dalam gendongan mamanya.
" Berikan putriku!" Ucap mas Amal.
" Untuk apa? Untuk kamu berikan pada ****** ini." Mantan istri mas Amal menunjuk kearah ku.
" Dia jauh lebih baik dari kamu. Dia calon istriku."
Sontak orang yang berada disekeliling kami menatap kami dengan bingung. Aku pun ikut kebingungan. Bagaimana bisa mas Amal berbicara seperti itu didepan orang-orang.
Akhirnya dengan perdebatan yang alot Zuwita kembali kepelukan mas Amal. Sementara mantan istri mas Amal menatapku tajam.
Tetangga sudah pulang. Hanya ada aku,nenek, mas Amal, ibunya mas Amal dan mbak Tami.
" Memangnya kamu serius sama Zahra?" Tanya nenek kepada mas Amal.
pelajaran Manis Untuk Suamiku
kshan zahra
yuk ah baca....