Asta Stanley dan Okan Putra Wardana sebelumnya hanya pemuda baik baik, adiknya yang bernama Aluna Atasya Chelia diculik hal itu mengubah kehidupan keduanya. Mereka kembali menjadi mafia untuk menyelamatkan adi mereka.
Karya ini Skuel dari Menjadi Tawanan Bos Mafia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demi Sang Adik
Setelah bersembunyi selama beberapa hari di rumah seorang nelayan yang bernama Ahmat. Stanley juga memberi mereka bantuan, memberi modal dan perbaikan rumah, dan paling mereka inginkan dari dulu, pengobatan untuk putri Pak Ahmat.
Malam itu Stanley menelepon dokter kenalannya, ia meminta bantuan sang dokter. Akhirnya pagi itu dokter datang dan membawa putri mereka ke rumah sakit. Setelah Stanley pulang dari sana, ia juga mengirim barang-barang keperluan keluarga yang menolongnya tersebut.
Stanley menumpang ke truk barang untuk kembali ke Jakarta, ia sadar saat ini bukan hanya Ketua yang menginginkan dirinya, ada tentara yang ingin mengajaknya kerja sama. Namun, lelaki itu tidak suka berurusan dengan polisi baik tentara.
Tidak ingin nomornya di lacak, ia membuang kartu telepon ponsel miliknya, tujuannya agar para tentara tidak mengikutinya.
“Apa bapak mau menukar ponsel bapak denganku?” lelaki berkulit gelap itu hanya tertawa.
“Hape ku itu tidak bisa buka internet, sudah jadul,” ucap kondektur yang tidur-tiduran di ruang diruang istirahat di belakang jok.
“Tidak apa-apa, aku tidak butuh internet. Berikan saja padaku.” Lelaki itu mengeluarkan ponselnya daris aku celana dengan ragu-ragu, hanya ponsel kecil model jaman dulu yang bunyi deringnya seperti jangkrik tengah malam.
Stanley mengganti nomor dan menyimpan nomor-nomor dari ponsel lama miliknya, lalu ia menghapus semua data lama dan memasukkan nomor yang tersimpan di ponsel pria tersebut.
“Ini ambillah,” ujar Stanley.
“Pakai saja hape milikku kalau memang ingin menggunakannya,” tutur lelaki itu, ia tidak hati ketiga mengganti ponsel lama dengan ponsel mahal milik Stanley. Tetapi lelaki itu bukan lelaki itu orang yang mudah dibujuk.
“Tidak usah, ambil saja anggap aja ongkos saya, jika bapak tidak suka dengan nanti bisa jual lagi,” ujar Stanley.
“Baiklah terimakasih.”
“Tolong turunkan saya di depan.”
Stanley turun di tempat sebuah penginapan , sementara yang mengincarnya mengikuti mobil, mereka mengikuti sinyal di dalam ponsel miliknya. Setelah menyewa satu kamar, Stanley menelepon Dorroty.
“Kamu dari mana saja, kenapa nomormu tidak aktif?”
“Aku sengaja menonaktifkan beberapa hari ini. Kamu harus keluar dari sana.”
“Ada apa?” tanya Dorroty.
“Terlalu banyak bahaya, tentara juga sedang mengawasi mu.”
“Aku sudah melakukannya, anak dan istriku sudah aku antar ke rumah orang tuanya. Dita dan Luna rencananya akan aku pindahkan dari rumah sakit itu.”
“Syukurlah kalau kamu sudah mengetahuinya Bro, aku sangat khawatir tadi.”
Hal yang paling ditakutkan Stanley, ia tidak ingin keluarga dari sahabatnya dapat masalah, setelah kejadian saat Stanley pulang kampung dulu, lelaki itu sudah tahu akan ada bahaya yang akan mengincar keselamatan keluarganya dan adik Stanley. Jadi, Dorroty mengantar anak dan istrinya yang sedang hamil ke rumah orang tuanya di kampung yang sangat jauh . Di sana mereka akan lebih aman, sementara Luna dan adiknya Dita di pindahkan kerja ke rumah sakit yang lebih besar.
“Kamu sekarang lagi di mana?’ tanya Stanley.
“Jangan hiraukan aku, aku masih kerja seperti biasa.”
“Jaga dirimu baik-baik aku akan mengawasi mereka,” ucapnya
“Jangan melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan mereka dapat, aku sudah bersusah payah melindungi mereka dari dulu. Aku tidak tahu akan sampai kapan seperti ini. Bung, bisa kamu jelaskan sampai kapan ketegangan ini berakhir?” tanya Dorroty menghela napas panjang, jelas sekali tergugat banyak kekhawatiran di sana. Bagaimana tidak, hidup keluarga mereka berdua dengan Stanley selalu dalam ancaman dari sejak dulu.
“Jangan khawatir Bro, aku akan membereskannya dengan cepat.”
“Aku hanya ingin hidup tenang Bung, tidak ingin harta dan kekayaan lagi. Ambisiku tentang hal itu sudah hilang,” ujar Dorroty.
“Baiklah, aku berjanji akan mengatasinya dengan baik,” ucap Stanley meyakinkan sahabat agar tidak khawatir terus menerus.
Mengetahui adiknya dan Dita dipindahkan ke salah satu rumah sakit besar di Surabaya, besok paginya Stanley akan menuju Surabaya, ia ingin memastikan apakah mereka baik atau tidak.
Menggunakan topi kaca mata hitam dan jaket hody. Stanley akan terbang ke sana. Di bandara lelaki bertubuh kekar itu berjalan dengan santai, tetapi matanya menatap penuh waspada di balik kaca mata hitam yang ia kenakan. Ia melihat anak buah Ketua baru keluar dari kamar mandi bandara, bola mata Stanley seketika membesar, ia melihat sang ketua duduk di cafe bandara, sepertinya ia ingin ke luar negeri.
‘Sial …! Aku berharap mereka tidak melihatku’ detak jantungnya semakin berdetak kuat, ketika salah seorang pengawal melihat kearahnya, Stanley pura-pura sibuk dengan layar ponsel, tetapi matanya mengawasi para penjahat itu dari balik kaca hitam yang di pakai, saat ada kesempatan Stanley meninggalkan cofeeshop, ia masuk ke dalam toilet memakai topeng karet yang sebelumnya ia sudah persiapkan sebelumnya.
Saat ia keluar dari kamar mandi dugaannya benar, anak buah Ketua menunggunya di luar toilet, mencari ke semua ruangan tidak ada Stanley, ia kembali dan duduk dengan ketua Stanley merekam merek diam-diam, ia berencana akan membocorkan ke publik. Karena seorang tahanan bisa bepergian keluar negeri dengan bebas.
“uang selalu akan jadi pemenang, tidak perduli kejahatan apa yang sudah di lakukan pria ini,” gumam Stanley pelan, tidak lama kemudian, ia bersama empat pengawalnya meninggalkan ruangan cafe. Berjalan menuju jet pribadi, melihat lelaki penguasa itu Stanley mengingat ketiga rekannya saat di pulau beberapa hari yang lalu.
Untuk sementara waktu ia tidak ingin melakukan apa-apa, ia hanya ingin memenangkan pikiran, sekalian mengawasi adiknya ditempat pekerjaan barunya. Tiba di Surabaya ia mencari tempat di dekat rumah sakit di mana Dita dan Luna bekerja, saat ia tiba Stanley menelepon Dorroty bertanya tempat tinggal sang adik.
“Apa kamu ke sana?” tanya Dorroty.
“Ya, jangan khawatir, aku memakai topeng karet tidak ada yang mengenali wajahku, bahkan di bandara aku bertemu Ketua dan anak buahnya , mereka tidak mengenaliku, jadi masih aman.”
“Kamu yakin?”
“Ya,” jawab Stenly dengan yakin.
“Baiklah, mereka berdua tinggal di rumah di samping rumah sakit bercat hijau,” ujar Dorroty.
“Baik aku akan melihat ke sana.”
Stanley berjalan menuju alamat yang diberikan Dorroty, ia menemukan rumah yang ditempati adiknya, karena dirinya Luna ikut dalam masalah, ia incar banyak penjahat bahkan diincar tentara untuk dijadikan alat untuk menekannya, demi menjaga keselamatan adik perempuannya, keluarga satu-satunya yang ia miliki. Stanley berniat akan membeli rumah tersebut.
Melihat ada nomor pemilik rumah di tempelkan di dinding, ia menelepon dan berniat membelinya . Besok harinya mereka bertemu, Stanley menawarkan harga yang tinggi, akhirnya pemilik mau menjual, agar lebih muda mengawasi Stanley membeli rumah yang disebelahnya dengan harga yang tinggi juga dan akhirnya berhasil. Ia memasang CCTV di semua sudut rumah dan ia mengawasinya dari rumah yang ditempati. Dengan begitu hatinya sedikit tenang karena ia bisa dekat dan mengawasi adiknya.
Bersambung
ceritnya bags alurnya.
kalimat demi kalimat juga tersusun rapi...apa kah ada masalah?