Lana adalah perawat yang selalu berpindah kota. Kota baru yang dia tinggali (Koja) ternyata membawanya ke dalam kisah cinta yang sulit untuk tergapai.
Syafira, sahabat Lana sejak SMP yang dulu menemaninya melalui masa remaja Lana yang sulit dan menyedihkan, menolongnya lagi untuk mendapat pekerjaan di Koja. Dia mengagumi seorang dokter bernama Nathan.
Setelah Lana masuk ke rumah sakit yang sama, Lana pun jatuh cinta kepada orang yang dikagumi sahabatnya sendiri yaitu Nathan.
Di tengah kisah cintanya, Lana, Nathan, Dion (sahabat Nathan) dan Asa (istri Dion) juga rajin berdonasi untuk menolong para ibu muda yang mengalami kehamilan tidak terencana.
Kemudian, mereka mendirikan dan mengurus bersama sebuah rumah singgah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa suci yaitu anak dari kehamilan tidak terencana.
disclaimer:
Nama tokoh, kota, aplikasi dalam novel ini hanyalah fiktif. Jika ada kesamaan, itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tita dewahasta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Siapa Soni?
“Than, udah dong. Lu liat, kita kemana-mana dulunya cuma berdua. Paling pol bertiga sama bini gue. Terus ada orang yang cocok jadi teman kita, bahkan gue mulai anggep dia kayak adik gue, malah lu kayak gini."
“Kemarin-kemarin elu yang ngomong kalau nge-prank itu hobi kita dan gatel kalau nggak dilakuin, gimana sih?”
“Ya itu sama orang lain lagi, jangan sama kita bertiga dong.”
“Jangan sama kita bertiga gimana? Waktu itu elu ngerjain kami berdua. Hayo, gimana lu mau bela diri?"
“Oh, ehm itu, nganu. Hashhh, maaf deh. Maaf banget. Itu khilaf. Sekarang udahan ya, jangan begini lagi sama dia. Lu inget nggak Lana pernah mau bunuh diri?”
Sebenarnya menggelikan mereka berdua percaya bahwa Lana benar-benar akan bunuh diri. Tapi acting Syafira waktu itu sangat meyakinkan ditambah dengan acting Lana yang seakan-akan sulit dibujuk membuat mereka benar-benar terperdaya.
Dan mungkin juga sudah saatnya mereka memiliki saingan yang berimbang. Selama ini, mereka selalu menang dalam mengerjai orang. Bahkan para korban terkesan pasrah-pasrah saja. Ya sekali-sekali mereka yang kena prank.
Nathan pun berpikir-pikir dan menyetujui untuk minta maaf kepada Lana nantinya.
~
Lana masuk ke ruangan Dokter Nathan untuk menjalankan pekerjaannya dengan masih menunduk dan canggung. Dalam hati, Nathan merasa bersalah.
Dia nunduk terus apa nggak sakit tengkuknya? (Nathan).
“Na, Lana," panggil Nathan sembari berusaha melihat wajah Lana. “Jangan nunduk! Ini perintah!"
Lana tiba-tiba menegakkan kepalanya. “I-Iya, Dok.”
“Kamu pikir aku kemarin serius? Aku cuma bercanda! Jangan GR gitu!”
“Bercanda? Dokter udah berhasil membuat saya takut. Terus sekarang malah Dokter marah-marah sama saya, bilang saya GR pula!" Lana tiba-tiba galak. Entah berapa cabai yang ia makan sehingga kata-katanya pedas.
“Kok ngegas?!” Nathan tetap dengan nada sinisnya. “Terus aku musti gimana?!"
“Push up!”
“Ha? Push up? Pe-perlu banget?” Nathan sekarang yang agak takut kepada Lana. "Kalau aku nggak mau, gimana?”
Wajah Lana berubah sedih dan siap menangis.
“Stop stop, jangan nangis. Nanti kalau ada orang denger bisa repot. Aku push up deh. 5 kali aja ya?”
Nathan mengambil posisi push up, Lana tertawa bahagia bisa membalas dokter itu.
Mendengar tawa Lana, Nathan berhenti dari push up-nya. “Kenapa ketawa?!"
“Dok, kalau habis bikin kesalahan itu ya minta maaf kek. Masak gitu aja nggak tahu? Ya aku ditanyain Dokter harus apa, aku jawab sesuka aku.”
Sepertinya kata maaf itu bagi Nathan jauh lebih berat daripada push up. Sepertinya baginya, ‘maaf’ itu mengandung kecanggungan dan rasa malu yang berlebih.
“Aku push up aja lagi.”
“Udah, Dok. Bilang ‘maaf’ aja cukup. Mengakui kesalahan dan minta maaf itu bukan aib kok. Malah itu sikap gentleman.”
“Oh ya? Oke. Aku coba. Ma-maaf ya.”
“Iya, Dok, aku maafin. Nggak usah gemeteran gitu.”
Lana keluar dan memanggil pasien.
~
Pasien yang diperiksa Lana kali ini adalah untuk Dokter Ani.
Lana jarang mendapat pasien untuk Dokter Ani. Dari beberapa bulan bekerja di rumah sakit ini, hanya beberapa orang pasien yang dia periksa adalah pasien untuk poli gigi. Selebihnya Siwi yang lebih banyak di sana.
Mungkin jika pasien Dokter Ani banyak ditangani Lana, dia tidak akan seakrab ini dengan Dion dan Nathan.
Pasien kali ini bernama Ishan yang berumur 23 tahun. Setelah memberikan berkas pasien kepada Dokter Ani, pasien itu dipersilahkan masuk.
“Silahkan, keluhannya apa?”
“Saya mau tambal gigi, Dok. Gigi saya berlubang.”
“Baik, saya periksa dulu,” ucap Dokter Ani seraya memberi kode kepada Lana untuk membantu.
Lana menyiapkan tisu di meja dental chair, mempersiapkan gelas kumur, menghidupkan dan mengarahkan lampu ke arah gigi pasien. Setelah memeriksa sejenak, Dokter Ani mempersilakan Ishan untuk duduk kembali di kursi biasa untuk berdiskusi.
“Gigi, Mas Ishan ini gigi bungsu yang tumbuhnya miring. Gigi ini berlubang karena sikat tidak bisa menjangkau permukaan gigi karena kemiringannya tadi. Kalau saya menyarankan lebih baik giginya dicabut saja.”
Pasien mengangguk dan menyetujuinya.
Sebelum dicabut, pasien itu diberi rujukan untuk rontgen giginya di bagian radiology. Lana mengantarkan berkas pasien ke bagian radiology. Di sana, Soni yang sedang bertugas.
“Eh, kamu baru pertama ke sini ya?” tanya Soni.
“Iya, aku jarang dapat pasien di poli gigi. Dan baru ini yang butuh rontgen."
Soni mengangguk sembari memperhatikan Lana. Di mata Soni, Lana sangat mempesona. Ya, di mana-mana, orang baru selalu memberi sensasi yang berbeda, menjadi incaran dan objek yang dikagumi.
“Nama kamu Alana?” tanyanya sambil melihat name tag Lana. Ya iya lah.
“Bukan, namaku Bambang,” kata Lana sambil berlalu.
Soni tertawa sembari memperhatikan Lana yang beranjak pergi dari sana. Perawat baru itu berhasil merenggut perhatiannya. Rasa penasaran menjalari pikirannya.
~
Rontgen tidak membutuhkan waktu lama. Prosesnya hanya memakan waktu 15 menit. Hasil rontgen itu kemudian diantarkan Soni kepada Lana.
Ini adalah kesempatan besar bagi sang arjuna pencari cinta untuk memulai gerilya yang pertama.
“Bambang, ini ya hasilnya, hehe,” kata Soni sambil tertawa.
“Mas, mas."
“Namaku Soni,”
“Iya, Soni. Kenapa kamu anter ke sini? Kan bisa dibawa pasien sendiri.”
“Nggak apa-apa, aku jarang ke poli ini. Cuci mata. Dah ya, Bambang.”
Ish, apaan sih. (Lana).
Lana menyerahkan hasil rontgen itu kepada Dokter Ani. Dokter Ani menjelaskan kepada Ishan hasil rontgen.
“Ternyata ini bukan cabut biasa ya. Posisinya lebih sulit dari yang terlihat dari luar. Jadi nanti pencabutannya termasuk minor surgery. Tidak bisa dilakukan sekarang, harus bikin janji dulu karena durasi penanganannya bisa lama. Sementara bagian yang berlubang ditambal dulu (devitalisasi pulpa) untuk mencegah makanan masuk ke lubang gigi dan untuk mematikan syaraf. Tapi, habis ini sekitar beberapa jam akan sakit. Nanti saya beri obat pengurang rasa sakit.”
Lana menyiapkan obat pasta untuk menambal gigi pasien. Ishan, sang pasien, dipersilahkan duduk di dental chair. Dokter Ani melakukan pengeboran pada gigi Ishan, kemudian meminta pemuda itu berkumur.
Lana membantu menyematkan bola kapas pada sekitar gigi pasien. Dokter Ani mengambil pasta yang mengandung Polyoxymethylene dan Lidocaine Hydrochloride. Setelah pasta itu menutup lubang gigi, Ishan mulai merasakan nyeri.
“Sudah selesai, langsung saja ke kasir dan ambil obatnya di apotek rumah sakit, langsung diminum saja di sini sebelum sangat sakit.”
“Baik, Dok, terimakasih.”
***
Beberapa hari berikutnya
Saat istirahat, Lana makan di kantin. Dia sendirian karena Siwi juga teman yang lain tidak makan di sana. Kemudian dia duduk di pojok menghadap keluar.
Sembari menunggu makanan, dia melihat pemandangan kendaraan lalu lalang karena kantin rumah sakit itu semi outdoor. Kantin itu beratap tetapi tidak berdinding dengan lokasi sekitar 20 meter dari jalan menuju parkiran.
Pemandangan tidak terlalu membosankan dengan adanya kendaraan yang lalu lalang, dan tidak terlalu berisik pula dengan jarak yang cukup.
Makanan Lana pun datang. Dia mulai menikmati makan siang. Beberapa pegawai rumah sakit mulai datang dan mengisi kekosongan kantin tersebut, tapu tidak sampai setengah dari kapasitas kantin itu.
"Hei." Nathan menyapa Lana sembari duduk di hadapan Lana.
"Oh, nggak bareng Dokter Dion?”
“Nggak tahu dia ke mana.” Makanan Nathan pun datang.
Lana menatap Nathan keheranan.
"Kenapa?" tanya Nathan.
Lana mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Meja yang lain masih banyak yang kosong, Dokter."
"Kode ngusir ya. Udah terlambat, makanan udah datang, dan badanku udah nempel di kursi. Jadi, enjoy your lunch with Dokter Nathan."
Selesai makan, Nathan langsung menuju polinya sedangkan Lana ke nurse station yang saat itu kosong.
Dari kejauhan, Soni melihatnya. Tanpa ragu, dia bergegas menghampiri Lana untuk memastikan dugaannya.
“Lana Subambang,” katanya sembari tersenyum. “Mau tanya sesuatu, boleh?”
Lana mengangguk.
“Kamu pacaran sama Dokter Nathan?”
Ha? Pacaran? Aku? Dokter Nathan? (Lana).
to be continued...
Jogja, February 10th 2021
terimakasih untuk tulisan indah mu thor 💜💜