Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.
Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.
Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.
Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?
Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.
Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.
Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?
Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?
Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My Little Wife
Kerlap-kerlip lampu tumblr terpasang apik mengitari setiap tenda yang berdiri. Ramai lalu lalang orang-orang yang begitu asik tertawa dan bermain. Terlihat juga pasangan muda-mudi yang berjalan-jalan seraya bergandengan begitu mesra.
Begitu juga dengan gadis di sampingku. Tangannya menggamit lenganku, ia bilang takut jika aku hilang. Jah! Sudah macam anak ayam saja aku ini dia pikir.
Dan inilah syarat yang diajukan gadis yang entah berapa usianya ini padaku. Pasar malam.
"Mas, mau itu! Itu! Dan itu juga!" teriaknya begitu semangat seraya menunjuk berbagai hal yang menarik perhatiannya.
Aku tak masalah dengan apapun yang ditunjuknya, tapi tidak juga dengan anak ayam warna-warni!
"Buat apa kamu beli begituan. Palingan juga besok mati," sahutku saat ia menarikku ke penjual ayam itu.
Dia mengerucutkan bibirnya, "Mas, lucu tau! Mas gak liat bulunya yang warna pink itu, utu-utu-tu ... gemes, deh!" ucapnya seraya memainkan anak ayam berwarna pink itu.
Napasku terembus pelan. Susah memang jika menikah dengan bocah.
"Dasar bocah," geramku kemudian mengeluarkan selembar uang berwarna biru dari dalam dompet.
Jah! Akhirnya tetep beli juga!
Lagi-lagi dia menarikku. "Pak, nitip dulu ya ayamnya," ucapku seraya mengikuti arah tarikan gadis itu.
Kali ini, ia tertarik dengan makanan berwarna pink yang mirip sawang di rumahku. Arbanat namanya. Atau mungkin kalian lebih mengenalnya dengan arum manis, rambut nenek, gula-gula dan banyak lagi nama lainnya.
Aku menggelengkan kepala saat melihat Delina yang sudah membuka bungkus dari arum manis itu. Bibirnya terbuka lebar bersiap memakan makanan di depannya. Tak mau kehilangan momen langka, aku pun segera mengambil hapeku dan memotretnya.
"Manis, Mas!" serunya.
"Iya," sahutku seraya tersenyum.
"Mas mau?"
Aku menggeleng, "Kamu lebih manis." Ucapanku berhasil menciptakan rona merah di sepasang pipinya.
Gadis manis di sampingku berhasil mengalihkan perhatianku. Matanya berbinar menatap pemandangan indah yang tersaji dari atas bianglala. Tadi, setelah adegan salting itu aku mengajaknya untuk menaiki wahana ini.
Dari atas sini, dapat kulihat binar-binar lampu dari rumah-rumah warga di sekitar pasar malam. Kerlap-kerlip lampu tumblr yang terpasang pun menambah keindahan suasana. Ditambah ribuan bintang yang ditaburkan di langit semakin menambah lengkap keindahan malam ini.
Tapi, itu semua gak ada apa-apanya dibandingkan kecantikan alami dari perempuan di sampingku. Matanya yang bulat bersinar layaknya rembulan. Senyumnya yang manis bahkan mampu membuat hatiku terus bergetar.
Ingin rasanya aku menghentikan waktu untuk terus bisa menikmati tawa ceria darinya. Menyimpannya lekat dalam memoriku.
Sungguh, aku gak ingin malam ini berakhir.
"Cantik," kata itu terucap begitu saja dari bibirku.
Delina menoleh. Sepasang matanya bertemu dengan manik mataku. Beberapa saat kami menyelami keindahan masing-masing. Wajahku mendekat, begitu dekat hingga dapat kurasakan hembusan napas hangatnya.
Masih dengan menatapnya lekat. Perlahan ia memejamkan matanya. Mataku beralih menatap bibirnya yang ranum. Warna pink alami itu terlihat manis jika kukecup. Aku memejamkan mata saat kurasakan benda kenyal itu tersentuh.
"Mas, Mas! Turun, waktunya sudah habis!"
DAMN! Teriakan dari penjaga bianglala itu merusak moment berhargaku.
Asw!
...🍉🍉...
Ranjang yang berderit menciptakan suara berisik yang mengganggu. Tak hentinya gadis di sampingku ini merubah posisi tidurnya. Mulai dari tengkurap, telentang, ke samping, sampai jungkir balik pun sudah dia lakukan. Tapi, tetap saja ia tak menemukan posisi tidur yang membuatnya diam.
"Diamlah, Del," tegurku.
Aku merasa terganggu melihatnya seperti itu. Bukan apa-apa, aku hanya takut membangunkan apa yang seharusnya tak bangun. Apalagi ia mengenakan piyama pendek yang sedikit terawang. Tentu saja ada bagian-bagian yang terlihat menonjol saat ia terus berganti-ganti posisi.
Dia bangun, rambutnya nampak berantakan seperti singa. Ia menatapku yang tengah sibuk dengan laptopku. Menyusun jadwal yang akan kuajarkan pada calon mahasiswa baruku.
"Mas," panggilnya.
Aku menoleh sebentar sebelum kembali sibuk dengan pekerjaanku.
"Mas!" panggilnya lagi seraya mengguncang lenganku.
Aku menoleh, "Kenapa?" tanyaku.
"Gak bisa tidur," sahutnya kemudian merapatkan tubuhnya mendekat padaku.
Meski aku sering menganggapnya bocah, tapi tetap saja dia itu seorang gadis. Wajar jika tubuhku menegang saat bersentuhan langsung dengannya. Seperti saat ini.
"Jangan terlalu dekat." Aku memberi bantal untuk menjaga jarak aman di antara kami.
Ia sedikit mundur.
"Pejemin matanya, nanti juga tidur," ucapku seraya kembali fokus pada laptopku.
Ia beringsut, bibirnya lagi-lagi cemberut. "Dasar gak peka," kesalnya.
Ia turun dari ranjang kemudian berjalan ke luar kamar. Gak tau mau ngapain malam-malam begini. Gak lama, dia kembali lagi dengan es krim di tangannya. Seraya menjilati es krim itu ia kembali duduk di atas ranjang.
"Jangan makan es krim di sini, Del. Nanti banyak semut," ucapku memperingati.
Memang dasarnya ngeyel. Gadis itu tak mempedulikan omonganku. Dia tetap memakan es krimnya dengan lahap sampai mulutnya cemong. Aku hanya bisa kembali menghembuskan napas. "Gini amat punya bini," gerutuku dalam hati.
"Mas," panggilnya setelah es krimnya habis.
"Hmm," sahutku malas.
"Mas kenapa mau nikahin aku?" Jariku seketika berhenti mengetik.
Aku menoleh. Matanya mengerjap menunggu jawaban atas pertanyaannya. Aku bergeming, entah jawaban seperti apa yang harus kukatakan padanya. Nggak mungkin kalau aku katakan yang sebenarnya, bukan?
"Apa karena wajahku sangat mirip dengan Keyla?" tanyanya lagi.
"Itu salah satunya," sahutku.
Dia menganggukan kepalanya. "Oke, karena wajahku sangat mirip dengan adik, Mas. Jadi, sekalian saja Mas anggap aku seperti adik Mas, bagaimana?"
"Maksud kamu?" tanyaku tak mengerti.
Kenapa juga aku harus menganggapnya seperti adikku? Meski wajah dan beberapa sifat mereka sama, tapi tetap saja mereka adalah dua orang yang berbeda. Dan aku masih cukup waras untuk membedakan itu.
Ia menggigit bibirnya, kemudian dengan ragu kembali bersuara, "Mas bilang kalau Mas gak bisa mencintai aku seperti mencintai wanita itu. Jadi ... izinkan aku menjadi Keyla agar Mas bisa mencintaiku."
Aku terdiam menatapnya. Ada rasa sesak di dada saat ia mengatakan itu. Aku memang tidak bisa mencintainya seperti aku mencintai Anaya. Tapi, apa harus ia menjadi Keyla untuk bisa kucintai. Mengapa ia tak menjadi dirinya sendiri?
"Terserah kamu."
Dia tersenyum samar sebelum kembali merebahkan dirinya ke ranjang. Menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Aku menutup laptopku lalu ikut merebahkan tubuh di sampingnya. Dengan kedua tangan sebagai bantal, aku menatap langit kamar yang kini terhiasi oleh bintang-bintang.
Hasil karya Adelina waktu itu. Aku sempat menolak dengan keras saat ia akan memasang bintang-bintang itu. Tapi, aku tetap kalah dengan keras kepalanya gadis itu. Ia bahkan berniat untuk mengganti cat dinding kamarku dengan warna pink kesukaanya. Untung saja, untuk yang satu itu berhasil kugagalkan.
Mataku beralih menatap gadis di sampingku. Perlahan aku menurunkan selimut yang membungkus seluruh tubuhnya seperti kepompong. Wajah manisnya tertutup helaian rambutnya yang nakal. Hati-hati aku menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya.
Seraya memeluk boneka hello kitty kesayanganya, ia nampak telah tertidur pulas. Jemariku perlahan menelusuri pahatan sempurna di wajah itu. Bulu mata yang lentik, hidung bangirnya yang mungil, belum lagi bibir ranumnya. Betapa Tuhan sedang bahagia saat menciptakannya.
Aku tersenyum kecil menatapnya. Tidak perlu dia menjadi Keyla untuk kucintai. Karena, sesungguhnya aku lebih menyukai Adelina yang tetap menjadi dirinya sendiri.
"Selamat tidur, My Little Wife," bisikku seraya mengecup pelan keningnya.