Bening awalnya hanya mengagumi Garda seperti seorang anak terhadap ayahnya sendiri. Tumbuh dalam keluarga yang kurang harmonis membuat Bening bermimpi memiliki ayah seperti Garda. Namun, seiring berjalan waktu, ternyata perasaannya terhadap Garda berubah menjadi ketertarikan yang tak masuk akal. Bagaimana bisa dia menginginkan dan menyukai ayah dari sahabatnya sendiri?
Ketika Bening ingin menyingkirkan perasaan gila itu mengingat usia mereka yang terpaut jauh, tiba-tiba suatu hari Garda membuat pernyataan yang membuat Bening bimbang. Sebuah ciuman melayang, mengantarkan Bening pada kelumit masalah antara menjadi gadis kesayangan Garda atau janji persahabatannya dengan putri pria itu.
#adultromance #agegap #cintabedausia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yourladysan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sugar Baby
Bening berdiri kaku saat melihat Nata melambai di depannya. Tak lupa gadis itu memberikan senyum lebar kepada Bening. Ia menteng dua kresek besar dan mengangkatnya.
"Malam ini kita merayakan pindahan lo," katanya, "ya walaupun gue lebih suka lo tinggal di rumah gue."
"Masuklah!" ajak Bening.
Sebelum menutup pintu, ia melirik ke kanan dan kiri lorong indekos. Tak ada tanda-tanda keberadaan Garda. Syukurlah kalau pria itu sudah pulang dan Nata tidak berpapasan dengan papanya.
Tadi sebelum Nata sampai, Bening meminta agar Garda pulang lebih dulu. Pria itu tampak tak terima, tetapi akhirnya mengalah juga daripada Nata memergokinya di indekos Bening. Makan malam bersama Bening pun gagal total.
Meski begitu, setidaknya Garda meninggalkan satu kecupan singkat di bibir Bening sebelum pergi.
"Merepotkan sekali. Lain kali kita ketemu di unita saya aja," kata Garda beberapa menit lalu.
Suara Nata mengenyahkan lamunan Bening tentang Garda.
"Tapi kos lo lumayan. Ada dapur, kamar mandi, dan bahkan terhubung ke halaman belakang. Kayaknya gue bakal sering main ke sini," kata Nata seraya duduk di tepi tempat tidur setelah meletakkan barang bawaannya ke lantai. "Harga sewanya mahal, ya? Gue bisa bantu lo."
"N-nggak, kok. Bisa dicicil. Orangnya lagi butuh uang." Bening untungnya segera punya jawaban yang tepat untuk berbohong.
Padahal biaya sewa tempat itu sudah lunas. Bukan karena semuanya dibiayai oleh Garda. Namun, setengah harga tempat itu dibayar oleh Bening sendiri. Ia menolak keras saat Garda mengatakan ingin membayar penuh. Ia tetap punya tabungan yang akan dipakai untuk menyewa kamar indekos.
Walaupun sisa kekurangannya memang lebih banyak dibiayai oleh Garda.
"Iya, deh. Lo kan si paling mandiri," celetuk Nata dan diakhiri suara kekeh samar.
Bening tersenyum kaku sembari mengeluarkan makanan yang dibawakan oleh sahabatnya. Ah, andai saja Nata tidak datang, ia pasti bisa menikmati makan malamnya dengan Garda.
Konyol sekali. Beberapa saat lalu Bening bertemu dengan Garda, ayah sahabatnya. Sekarang sahabatnya yang ada di indekos itu.
"Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Nata saat menergoki sang sahabat.
"Ah ... n-nggak apa-apa. Sebentar aku ambil wadah dulu." Bening beranjak ke dapur.
Nata mengikutinya. "By the way, kalau gue suatu saat jadian sama Bima, lo sesekali ikut kencan, ya."
"A-apa? Masa aku ikut ngedate juga? Yang bener aja, Natasha. Mana bisa aku jadi nyamuk," tukas Bening.
"Nggak harus jadi nyamuk, jadi kucing mungil nan lucu kan bisa."
"Aku serius tau." Ucapan Bening menghentikan tawa Nata yang sempat mengudara. "Kalau kalian mau kencan, kalian pergi berdua dong."
Helaan napas Nata terdengar. Keduanya kembali pindah ke depan tempat tidur, duduk bersila di lantai. Tepat di tengah-tengah mereka, semua makanan yang dibeli Nata sudah diatur oleh Bening.
"Kalau gitu gue bakal kenalin lo sama temen-temen cowok yang gue kenal. Biar kita bisa double date," pungkas Nata.
Bening meringis mendengar omongan sahabatnya. Ia menggigit ujung sendok. "Jangan aneh-aneh, Nata. Ayo, makan!"
"Argh! Gue serius, Bening. Emangnya lo nggak ada rasa tertarik sama cowok manapun? Sekarang lo nggak lagi suka sama siapa pun? Kasih tau gue, biar gue bantu lo sampai jadian sama tuh cowok."
Ada, papa kamu. Bening membatin resah sembari menunduk.
Nata melanjutkan, "Yeah, pokoknya ... gue bakal coba dulu kenalin lo sama seseorang."
Ada decak samar dari Bening selama beberapa saat. "Ngomong-ngomong, hubungan kamu dan Bima emangnya udah sampai sejauh mana? Lancar, ya?"
"Hehe, belum sih." Nata menyengir lebar.
*****
Tara menghampiri Bening dan Nata yang hari itu tengah duduk di kafetaria outdoor. Kedatangannya yang tak biasa—karena gadis itu lebih sering menempel pada Meta—membuat Bening dan Nata terheran-heran. Bahkan Nata mengerutkan kening. Apalagi saat Tara terlihat menekuk wajah.
"Ada apa, Tara?" tanya Nata setelah Tara duduk di hadapan mereka.
"Tumben kamu nggak bareng Meta." Bening menimpali.
Wajah Tara makin tertekuk saat nama Meta disebut. "Gue lagi kesel sama Meta. Kalian tau kan kalau dia lagi sok asik sama geng influencer-nya? Sejak Meta gabung di sana, gue sering dikacangin."
"Dia emang kayak gitu dari dulu." Nata tak sungkan mendukung ucapan Tara.
Bening menyikut lengan sahabatnya. "Kamu coba bicarain aja sama Meta kalau ada kesempatan berdua."
Gadis di depan mereka mengibaskan tangan di depan wajah. "Udahlah, biarin aja. Kalau dia masih anggep gue sahabat, dia pasti bakal ngerasa."
Tak ada tanggapan lagi dari Bening dan Nata. Sampai akhirnya Tara memesan minuman. Ketiga gadis itu sibuk bertukar cerita. Sampai seseorang melintas tak jauh dari kursi yang mereka tempati. Tara sampai memajukan tubuh untuk berbisik.
"Kalian tau cewek tadi? Namanya Mora," ucap Tara.
"Temen kelas kita, kan?" Nata terheran-heran.
Tara mengangguk. "Lo nggak tau tentang gosip itu, Nat? Katanya dia itu simpenan om-om gadun."
Ucapan Tara spontan membuat Bening terbatuk-batuk karena tengah menikmati jus jeruk. Melihat reaksi Bening, Tara dan Nata meringis. Nata dengan senang hati menepuk-nepuk punggung sahabatnya.
"Nggak heran, sih," cetus Nata, "lo lihat aja perbedaannya. Dulu dia naik ojek ke kampus, sekarang punya mobil dan barang branded. Walaupun katanya dia mulai bikin konten di sosmed. Tapi kan naiknya juga nggak secepat itu. Malah gue lihat videonya banyak yang nggak viral."
Anggukan Tara memvalidasi ucapan Nata. "Banyak yang pernah lihat dia di hotel. Check in sama gadunnya."
"Serius?" Nata menyedot jus jeruk sambil meringis.
Sementara itu, Bening hanya mendengarkan gosip di antara kedua temannya. Andai saja Tara tahu tentang dirinya yang menjalin hubungan dengan pria dewasa—om-om—apakah Bening akan menjadi topik gosip seperti sekarang? Ia kembali menyimak, menyingkirkan wajah Garda dari benak.
"Gue nggak ngerti sama cewek-cewek zama sekarang, mau aja jadi ani-ani. Kalau nggak punya istri kan nggak masalah, ya. Lah, iniau aja jadi sugar baby suami orang," Nata terdengar sewot.
Tara Mengangguk setuju. "By the way, papa lo kan duda juga. Apa lo nggak kepikiran kalau papa lo punya pacar yang lebih muda? Atau mungkin tertarik sama yang seusia kita?"
Lagi-lagi Bening terbatuk. Ia tak menyangka Tara akan berpikir sejauh itu.
"Astaga, Ning! Pelan-pelan minumnya. Kenapa, sih?" Nata memprotes.
"Sori. Jusnya agak asem." Bening membuat-buat alasan. Sempat ia beradu tatap dengan Tara yang menyipit sedikit curiga. "Terus-terus? Gimana tadi yang namanya Mora?"
"Udah lewat, Bening. Ini lagi ngomongin papanya Nata." Tara menunjuk Nata dengan sedotannya.
"Oh, Om Garda ... kenapa, tuh?"
Helaan napas Nata terdengar kasar. Ia mengaduk-aduk minuman dengan sedotan. Selama sekian detik gadis itu terdiam, membuat Tara menunggu. Sedangkan Bening menantikan pendapat Nata tentang pertanyaan Tara tadi.
"Gue nggak tau, ya." Nata mengedikan bahu. "Kalau papa pengen berumah tangga lagi, gue setuju aja. Asalkan ceweknya harus seusia dia atau di atas usia dia sedikit juga nggak masalah. Kalau sampai papa tertarik sama cewek yang lebih muda, apalagi lebih muda dari gue atau seusia gue, awas aja! Ya kali gue seusia sama ibu sambung."
Komentar Nata membuat Bening menelan ludah. Ia tak punya pikiran akan menjadi istri Garda, tetapi mendengar Nata begitu benci, entah kenapa rongga dadanya sedikit nyeri.
"Ya juga, sih. Papa lo keren, ganteng, tajir, dan ibarat steak ... dia itu matengnya well done," tukas Tara sembari terkikik. "Cewek mana yang nggak tetarik coba? Tapi kalau cewek yang lebih muda, ntar takutnya papa lo dijadiin ATM berjalan."
Aku nggak gitu! Tanpa sadar Bening membatin.
Tara melanjutkan, "Tapi kalau ceweknya gue, bolehlah ya, Nat? Masa papa lo nggak tetarik sama gue?"
"Gue hajar lo, Tara!" Nata mengepalkan tinju saat Tara terbahak-bahak menggodanya.
Sedangkan Bening hanya diam mengamati mereka sembari tersenyum sesekali.
Diam-diam ia memikirkan sesuatu; kapan sekiranya ia harus mengakhiri hubungan dengan Garda? Karena Nata tak mungkin menerimanya.
"Nat, handphone lo bunyi," tukas Tara sembari menunjuk ponsel Nata.
Nata mengeceknya sebentar dan menekan tombol kunci layar.
"Siapa?" tanya Bening.
Gadis beralis rapi itu menggeleng. "Nggak penting."
Bening mengangguk, tetapi ia sempat mencuri pandang ke layar ponsel Nata. Panggilan suara dari kontak yang disimpan Nata sebagai 'Mama'.