Aisya Humaira gadis berjilbab dengan sejuta pesona, harus menelan pil pahit karena tiba-tiba calon suaminya memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka yang sudah di depan mata.
Hanya karena ia di nyatakan mandul, dan ternyata semua ini ulah dari Riska sahabat masa kecil dari calon suaminya sendiri.
Setelah mencampakkan Aisya, Adriansyah Camat muda yang tampan itu malah melanjutkan pernikahannya dengan Riska.
Aisya akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota, karena tidak sanggup menahan malu setelah pernikahannya batal.
Hingga membawa Aisya pada sosok Satria Pratama Dirgantara. Seorang Komandan Elita yang sedang dalam penyamaran sebagai Kakek-kakek karena satu alasan.
Satria melamar Aisya dengan tetep menyamar sebagai seorang Kakek.
Apakah Aisya akan menerima si Kakek menjadi jodohnya di saat seorang Camat baru saja mencampakkan durinya?
Bagaimana Perjuangan Satria dalam mengejar cinta Aisya?
Bagaimana kisah mereka selanjutnya langsung baca aja ya kakak. Happy reading semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Nih! Cincin kayaknya bisa aku beli asal aku sanggup puasa selama tujuh tahun, bukanya makan angin surga doang!" celoteh Aisya, matanya berbinar menatap cincin berlian dengan kilau berlian di tangannya.
Aisya mengenal satria bukan sehari dua hari aja. Melaikan sudah bertahun-tahun semenjak Dwi sahabatnya menikah dengan sepupunya Satria. tapi Satria tak pernah sampai begini. Kalau pun baru kembali dari dinas jauh dan lama, dia dapat hadiah yang sama dengan para keluarga Satria yang lain. Tak ada yang spesial yang di tunjukan pria itu selama ini.
"Kalau gitu, aku simpan dulu ya cincinnya. Kalau Oppa udah sadar, minta aja. Entar aku balikin." Aisya mencoba menyodorkan cincin itu kembali, namun Satria menolak dengan senyum lembut.
"Terserah deh! Yang penting siap-siap aja nanti waktu lamaran."
"Ih! Oops kenapa di ingatin, sih!? Kan aku jadi ke ingat sama remaja vintage?"
"Remaja vintage?" Satria mengerutkan kening, bingung dengan istilah yang digunakan Aisya.
"Iya itu si kakek. Kayaknya puber ke sepuluh kali deh! Padahal Aisya udah tawarin nek Minah kampung sebelah loh! Yang lebih cocok, tapi si Kakek menolaknya mentah-mentah!" sungut Aisya, wajahnya menekuk membayangkan nasibnya jadi istri kakek-kakek.
Satria menahan tawanya. "Kan aku dah bilang, aku yang bakal melamar kamu, Aisya Humaira."
"Aku terharu Oppa. Makasih ya." Aisya masih mode tak percaya. Meskipun jantungnya berdebar tak karuan, antara senang, bingung, dan sedikit takut. Dan berharap ini nyata.
"Kamu kayaknya nggak percaya banget?" Satria menatap Aisya, mencoba meyakinkannya. Ada sorot sayang yang tulus di matanya.
"Oppa, kita tuh ibarat bumi dan langit. Oppa langitnya dan aku buminya. Jauh banget," kekeh Aisya, mencoba mencairkan suasana dengan humornya yang khas. Padahal, dalam hatinya sangat berharap omongan pria itu akan jadi kenyataan.
*
*
Sehari sebelum hari lamaran.
Setelah sarapan pagi Aisya keluar menuju teras rumahnya berniat untuk bersantai menenangkan pikirannya yang sedang kacau.
"Aisya itu ada paket baju buat lamaran besok.” ucap tetangganya menunjuk ke meja kayu yang ada di teras rumah Aisya. Benar saja di sana ada sebuah kotak paket cukup besar berpita warna silver.
Aisya langsung membukanya dan mengambil isi di dalamnya. “Nih pasti dari si aki-aki. Seleranya boleh juga. Bajunya bagus banget," ujar Aisya yang langsung menebak siap pengirimnya.
"Tapi tetap aja aku nikahnya sama kakek-kakek. Huaaa,”
Aisya sedih lagi saat kembali ke realita hidupnya.
*
*
Hingga malam harinya Aisya hanya bisa menghening cipta di depan teras di sana ada beberapa tetangga dan juga umi ella. Aisya menatap ke arah lapangan. Banyak mobil truk silih berganti datang. Panggung lamaran sudah berdiri megah. Lengkap dengan dekor mewahnya. Tak kalah megah seperti di dalam ballroom hotel bintang lima.
“Aisya, si kakek kaya banget ya? Lamaran aja tenda sama
dekornya udah kayak di drama-drama, kerennya!” ucap tetangganya yang ikutan berdiri di dekat pagar
rumahnya Aisya.
“Iya loh, lebih mewah dari pestanya pak Camat. Padahal ini baru lamaran loh!.” decak kagum tetangga yang lainnya.
Aisya hanya diam. Dia sama sekali tak bersemangat bahkan untuk sekedar menjawab ucapan tetangganya ia udah gak sanggup rasanya. Pikirannya sedang porak poranda memikirkan nasibnya.
“Oh ya, emang nggak masak-masak, Aisya?” penasaran ibu di sampingnya rumah Aisya sepi banget. Biasanya kalau ada acara pasti warga sudah berkumpul untuk bantu-bantu masak menyiapkan jamuan.
“Nggak. Kata pihak laki-laki sih mereka semua yang nyiapin.” kali ini Uminya Aisya yang menjawab.
“Oh gitu! Enak banget ya punya calon orang kaya! Semua di siapkan sampai ke ketringnya juga tinggal tanggung beres."
Akhirnya Aisya pamit masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Di dalam kamar ia mencoba untuk mengosongkan pikiranya ia ingin istirahat. Namun matanya tak kunjung bisa di ajak kerja sama.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam Aisya masih terjaga. Inginnya kabur, tapi para hansip suruhan istri pak Camat sudah berjaga di depan dan belakang rumahnya.
"Aisya Humaira! Ayo kita tidur. Kabur sudah gak mungkin, terima aja si Kakek gak papa tua juga! Setidaknya dia kaya raya, nanti tinggal suruh permak aja pasti bisa ganteng juga!" Sugesti Aisya pada dirinya sendiri.
Mentari pagi akhirnya menyapa.
Tenda mulai terlihat ramai sama tim pelaksanaan acara yang dibayar keluarga Dirgantara untuk menyiapkan acara lamaran. Aroma bunga-bungar segar memenuhi udara, bercampur dengan wangi parfum mahal para tamu undangan. MUA yang di datangkan langsung dari Jakarta juga sudah sampai di rumah Aisya.
Umi dan Abi Aisya sudah terlihat siap dengan pakaian warna krem yang disiapkan oleh keluarga pihak mempelai laki-laki. Mereka tampak bangga sekaligus prihatin melihat putri kesayangannya jatuh ke pelukan kakek.
Aisya masih di kamarnya. Dia terlihat cantik dengan kebaya warna biru Wardah rancangan butik milik keluarga Dirgantara. Sentuhan make-up yang natural membuat wajahnya semakin berseri. Namun Aisya sangking pusingnya dia tak melihat lagi label butik di baju kebayanya ia benar-benar pasrah dengan nasibnya.
"Duh cantiknya. Senyum dong Nona!" goda salah satu MUA itu, sambil memoleskan lipstik berwarna nude di bibir Aisya.
Aisya tersenyum penuh dengan paksaan. Dia benar-benar tak semangat hari ini. Hingga selesai dirias, Aisya keluar dari kamar.
"Duh cantiknya Aisya. Kayaknya kakek cinta banget deh sama kamu. Tenda hajatan aja mewah banget dekornya. Baju kamu juga bagus dan kayaknya mahal deh. Pasti dari si kakek-kakek?" seru Riska cepat saat melihat Aisya keluar. Matanya menelisik penampilan Aisya dari ujung kepala hingga kaki. Ada rasa iri dan kagum yang tersembunyi dalam suaranya.
Aisya memasang wajah bodo amat ia tak menjawabnya. Moodnya sedang tidak baik-baik aja. Dia lebih memilih melihat ke arah tenda dari pada harus meladeni Riska.
Hingga tim EO datang dan mengajak Aisya dan rombongan keluarga menuju tempat acara. Kerena, keluarga calon suami sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Mobil-mobil catering juga sudah datang. Semua tim EO sudah bersiap di tempatnya masing-masing.
Bersambung....