Rubiana Adams, seorang perempuan jenius teknologi dan hacker anonim dengan nama samaran Cipher, terjebak dalam pernikahan palsu setelah dipaksa menggantikan saudari kembarnya, Vivian Adams, di altar.
Pernikahan itu dijodohkan dengan Elias Spencer, CEO muda perusahaan teknologi terbesar di kota, pria berusia 34 tahun yang dikenal dingin, cerdas, dan tak kenal ampun. Vivian menolak menikah karena mengira Elias adalah pria tua dan membosankan, lalu kabur di hari pernikahan. Demi menyelamatkan reputasi keluarga, Rubiana dipaksa menggantikannya tanpa sepengetahuan Elias.
Namun Elias berniat menikahi Vivian Adams untuk membalas luka masa lalu karena Vivian telah menghancurkan hidup adik Elias saat kuliah. Tapi siapa sangka, pengantin yang ia nikahi bukan Vivian melainkan saudari kembarnya.
Dalam kehidupan nyata, Elias memandang istrinya dengan kebencian.
Namun dalam dunia maya, ia mempercayai Cipher sepenuhnya.
Apa yang terjadi jika Elias mengetahui kebenaran dari Rubiana sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29. TIDAK MUNGKIN!
Pagi itu Boston diselimuti kabut tipis yang menggantung di antara gedung-gedung kaca Spencer Dynamic. Efek dari hujan yang sering terjadi akhir-akhir inu di kota tersebut.
Dari lantai atas kantor pusat, langit terlihat seperti lembaran baja, dingin dan buram, suasana yang nyaris sempurna untuk hari yang tidak membawa kabar baik.
Raven berdiri di depan layar besar yang memenuhi setengah dinding ruang rapat. Matanya tajam, tetapi ekspresi wajahnya berat. Di layar, tampak barisan nama, diagram jaringan, dan peta digital yang menghubungkan titik-titik merah di berbagai negara.
Elias duduk diam di kursi utama, jari-jarinya saling bertaut, menatap layar itu seperti sedang mengamati nadi dunia yang berdetak di bawah tanah.
"Silas Cole," Raven memulai, suaranya rendah tapi tegas. "Kita berhasil melacaknya lewat transaksi logistik di bawah nama perusahaan fiktif bernama Crescent Core Industries. Terdaftar di Panama, tapi pusat operasionalnya di Singapura dan Boston. Dan mereka terhubung ke sesuatu yang jauh lebih besar."
Elias mengangkat pandangan. "Berapa besar?"
Raven menekan beberapa tombol. Layar berganti, kini menampilkan file yang disamarkan, bertuliskan: Project Helix | Restricted Access | Human Interface Trials.
"Ini, proyek eksperimen manusia yang seharusnya ditutup sepuluh tahun lalu. Tapi seseorang membuka kembali cabangnya tahun lalu. Nama Edward Adams muncul sebagai penyandang dana, dengan Silas Cole sebagai perantara lapangan," jelas Raven.
Elias menatap layar tanpa suara. Di bawah diagram, terlihat foto laboratorium gelap dengan peralatan elektronik canggih berbasis AI dan seperti meja operasi di tengah ruangan. Membuat merinding ketika memikirkan apa yang terjadi di sana.
"Eksperimen teknologi apa ini?" tanya Elias akhirnya.
Raven menarik napas. "Integrasi sistem neural ke jaringan buatan. Mereka menyebutnya Project Helix. Tujuan utamanya: menciptakan manusia jenius untuk merubah peradaban manusia menjadi jauh lebih canggih. Misi mereka mengubah dunia berbasis teknologi tingkat tinggi."
Raven memunculkan rekaman laporan medis. "Berdasarkan dokumen bocoran dari server mereka, sebagian besar subjek uji adalah anak-anak yatim piatu yang diambil tanpa izin. Mereka disuntikkan chip prototipe langsung ke sistem saraf pusat. Banyak yang meninggal."
Keheningan jatuh. Wajah Elias mendengarnya.
Raven melanjutkan, "Dan data ini dikirim oleh satu orang dari dalam sistem, seseorang yang berhasil menembus enkripsi tingkat militer dan membongkar arsip internal Crescent Core. Kau tahu siapa yang bisa melakukan itu?" tanyanya di akhir kalimat.
Elias menatapnya lama, tapi tidak menjawab namun memiliki satu nama.
Raven memandangi layar, lalu berkata pelan, "Chiper."
Nama itu menggantung di udara.
Satu kata yang selama ini hanya hidup di ruang rahasia Spencer Dynamic, nama hantu digital, hacker bayangan yang menjadi otak semua sistem keamanan Elias selama bertahun-tahun, tapi tak seorang pun tahu siapa dia sebenarnya.
"Dia yang membocorkan data Crescent Core tiga hari lalu," lanjut Raven. "Sebelum ledakan di rumahmu."
Elias menyipitkan mata. "Kau yakin? Jika dia bisa memberimu informasi segila ini, artinya dia jenius yang sesungguhnya."
"Yakin," kata Raven mantap. "Jejak digitalnya identik. Enkripsi yang dipakai sama dengan jaringan pribadimu. Tapi ... ada sesuatu yang berbeda."
"Apa?" tanya Elias.
Raven memindahkan tampilan ke layar berikutnya dna menjawa, "Chiper mulai menghapus sebagian rekam jejaknya sendiri. Seolah ingin hilang. Tapi bukan karena takut. Lebih seperti, menyembunyikan sesuatu."
Elias berdiri dari kursinya, berjalan mendekati layar. "Silas Cole sekarang di mana?"
"Masih kami pantau," jawab Raven. "Terakhir terlihat di dermaga timur, memindahkan sesuatu yang tampak seperti kontainer medis. Kami belum tahu isinya."
Elias mengangguk. "Kirim dua orang untuk mengikuti tanpa kontak langsung. Kita tidak bisa kehilangan dia. Kalau perlu kali ini kita akan bekerja sama dengan kelompok bawah tanah yang membenci hal gila ini."
Raven menatapnya. "Dan kalau Edward tahu kau sudah di belakangnya?"
Elias menatap balik, suaranya datar. "Dia sudah menyalakan perang sejak malam itu, Raven. Aku hanya belum menembak."
Sore menjelang.
Cahaya matahari menembus jendela kaca besar di ruang kerja Elias, memantul pada meja kayu gelap yang dipenuhi dokumen dan peta digital. Suara langkah kaki Raven mendekat pelan.
"Ada satu hal lagi," kata Raven menaruh tablet di meja. "Silas bukan hanya kurir. Dia juga kepala keamanan untuk proyek Helix. Dan salah satu laporan keuangan mereka menunjukkan pembelian bahan peledak industri dalam jumlah besar sebulan lalu."
Elias menatap dokumen itu, bibirnya menegang. "Jadi semua ini memang sudah direncanakan."
"Lebih buruk," kata Raven. "Mereka menargetkan seseorang yang punya hubungan denganmu. Ledakan di rumahmu mungkin bukan serangan tunggal. Bisa jadi bagian dari pesan yang lebih besar. Death Eater mengincarmu setelah kau tahu rahasia kelam Darian, kakakmu."
Elias diam lama. "Licik. Dan jangan bilang kalau Ruby ikut terlibat dalam konflik ini."
Raven menatapnya, ragu, tapi akhirnya mengangguk. "Penjahat seperti mereka mana mengenal yang namanya empati. Mereka bisa membunuh siapa saja yang menghalangi mereka."
Elias menghela napas panjang, menatap keluar jendela. "Pastikan semua pengamanan rumah diperkuat. Aku tidak ingin satu langkah pun yang tak terdeteksi."
Raven mengangguk. "Sudah kulakukan. Tapi Elias ...."
Elias menatap balik. "Ya?"
"Kalau Chiper tahu sesuatu tentang proyek ini, mungkin sudah saatnya kita menemukan siapa dia sebenarnya. Untuk melindunginya tentu saja. Karena hal ini amar sangat berbahaya," kata Raven.
Elias menatap Raven lama, tapi tidak menjawab. Ia hanya menatap ponselnya sebentar, jari-jarinya terhenti di kontak yang bertuliskan CHIPER.
Tidak ada pesan baru.
Tidak ada tanda balasan.
Hanya hening yang panjang.
Siang bergulir perlahan, dan setelah memastikan semua data terenkripsi, Elias akhirnya memutuskan untuk pulang.
Mobil hitamnya meluncur tenang di jalanan kota yang padat, sementara pikirannya memutar antara ledakan, proyek Helix, dan nama yang terus muncul di setiap potongan puzzle: Edward Adams.
Setibanya di rumah, suasana terasa aneh, tenang tapi tidak benar-benar sunyi. Seolah ada sesuatu yang menunggu di balik ketenangan itu.
Ia memanggil Ruby pelan begitu masuk. Tidak ada jawaban.
Elias berjalan menyusuri koridor, melewati ruang tamu, lalu naik ke lantai dua. Pintu kamar Ruby sedikit terbuka, membiarkan cahaya lembut sore menembus dari jendela besar.
Ruby tertidur di ranjangnya, tubuhnya meringkuk di balik selimut abu-abu. Rambutnya jatuh berantakan di bantal, dan wajahnya tampak damai, terlalu damai untuk seseorang yang baru saja melewati malam mengerikan beberapa hari lalu.
Elias berdiri di ambang pintu, menatapnya dalam diam. Untuk sesaat, semua beban yang menekan dadanya terasa berkurang. Ia bersyukur Ruby bisa tidur tanpa mimpi buruk kali ini.
Namun sesuatu menarik perhatiannya.
Cahaya dari layar komputer di meja Ruby masih menyala. Lembut, tapi cukup untuk membuat siluet biru di dinding kamar.
Elias mendekat, pelan agar tidak membangunkan Ruby berniat mematikan komputer yang menyala. Layar monitor menampilkan jendela penuh kode, baris-baris enkripsi, file yang sedang terbuka di server asing, dan antarmuka terminal hitam dengan teks hijau yang terus bergulir otomatis.
Elias menatap layar itu lama.
Program itu ... bukan sekadar pemutar musik, bukan pula aplikasi biasa. Itu terminal remote secure line, sistem komunikasi terenkripsi yang hanya ia dan satu orang lain di dunia ini gunakan: Chiper.
Napas Elias menurun perlahan. Ia menatap setiap detail di atas meja, tumpukan kertas, pena, gelas teh yang sudah dingin, dan tepat di samping keyboard ... sebuah ponsel lain, hitam polos tanpa casing.
Elias mengernyit. Ia tak pernah melihat ponsel itu sebelumnya. Perlahan, Elias mengambilnya dari meja, menimbang beratnya di tangan. Layar terkunci, tapi notifikasi pop-up baru saja muncul di atasnya, sinar kecil yang memecah keheningan sore itu.
Elias menatap layar.
Di sana tertulis:
Incoming Message - From: ELIAS LORENZO
Timestamp: 13:07 - Encrypted Channel // Priority Level: CHPR-1
"Perlu update terbaru terkait Project Helix. Kirim hasilnya sebelum malam ini."
Waktu di ponselnya sendiri menunjukkan 14:16.
Pesan itu dikirim satu jam lalu. Dan diterima di ponsel ini. Pesan yang dikirim Elias untuk seseorang, untuk satu orang yang Elias pernah tahu bagaimana wajahnya.
Selama beberapa detik, Elias hanya berdiri diam, jari-jarinya masih menggenggam ponsel itu erat. Cahaya layar memantul di matanya yang kini dingin dan tak terbaca.
Elias tidak bicara. Tidak bergerak.
Hanya pandangannya yang berubah; tajam, tenang, dan terlalu dalam untuk ditebak.
Angin sore meniup tirai pelan, membuat suara lembut yang memecah keheningan. Di ranjang, Ruby masih tertidur nyenyak, tak sadar bahwa dunia di sekelilingnya baru saja bergetar dalam diam.
Elias menatap ponsel itu lama. Lalu perlahan, tanpa kata, ia menekan tombol daya hingga layar padam.
Cahaya biru di kamar pun meredup, meninggalkan hanya satu hal di udara, misteri yang baru saja berubah menjadi kenyataan yang belum siap diucapkan. Lalu berjalan keluar dari ruangan itu.
Tangan Elias gemetar. Tak yakin apa yang ia rasakan saat ini.
antara kasian n seneng liat ekspresi Rubi.
kasian karena d bohongin kondisi Elias,seneng karena akhirnya Elias tau siapa Rubi sebenarnya.
😄
hemmmm....kira kira Ruby mo di kasih
" HADIAH ' apa ya sama Elias....😁🔥
tapi tak kirain tadi Elies pura² terluka ternyata enggak 😁
Elias tau Rubi adalah chiper,,hm
apa yg akan Rubi katakan setelah ini semua
Rubiiii tolong jujurlah sama Elias,apa susahnya sh.
biar xan jadi punya planning lebih untuk menghadapi si adams family itu,,hadeeeh
syusah banget sh Rubi 🥺
makin penasaran dgn lanjutannya