NovelToon NovelToon
Cinta Luka Derita

Cinta Luka Derita

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu / Obsesi / Cerai / Cinta Terlarang
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mahlina

Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

"Kenapa mas Hasan belum juga pulang? Kemana perginya mas Hasan!"

Wati melirik sekilas bingkai foto pernikahannya yang terpasang di dinding kamar.

"Aku merindukan mu yang dulu, mas ... kenapa kamu berubah secepat ini mas." guamm Wati dengan tatapan merindu.

Ting.

[ "Dia hanya milik ku!" ]

Wati mengepalkan tangannya kesal, usai membaca pesan yang ia terima dari sahabatnya.

"Apa apaan ini! Di sini aku menunggu mu, sementara kamu malah sedang bersama Ida di meja judi... keterlaluan kamu , mas!" nafas Wati kian memburu.

Suara Hasan yang sudah setengah mabuk, terdengar nyaring dari sambungan telpon, di iringi alunan suara musik yang keras membengkakkan telinga.

[ "Halo istri ku! Tidak bisa kah kau tidak mengganggu ku semalam saja! Aku hampir menang ini!" ]

"Kamu di mana lagi, mas? Katakan pada ku, aku akan menjemput mu!" tanya Wati tanpa menghiraukan perkataan Hasan.

[ "Tidak perlu, aku masih bisa pulang sendiri. Lagi pula, malam ini aku gak berminat pulang ke rumah. Kau tidur saja, tidak usah menunggu ku!" ] seru Hasan dengan nada gak senang.

"Tapi, mas! Bagaimana jika mama mencari mu? Aku harus jawab apa? Cepat katakan pada ku, mas Hasan di ma..."

[ "Apa telinga mu tuli hem? Mas Hasan sudah mengatakannya pada mu, mas Hasan tidak akan pulang ke rumah mamanya malam ini! Yang pasti mas Hasan milik ku, dan malam seterusnya!" ] celetuk Ida, wanita itu merebut ponselnya dari tangan Hasan.

Tut tut tut.

Sambungan terputus, di saat Wati hendak menghubunginya kembali. Nomor Hasan sudah gak aktif.

'Astagfirullah mas, ujian apa lagi yang kau berikan pada rumah tangga hamba mu ini ya rob. Buka kan lah mata hati suami hamba, sadar kan lah dirinya, kembalikan lah ia ke jalan lurus mu, jauhkan lah suami hamba dari wanita yang berniat merusak keutuhan rumah tangga kami. Kembali kan lah mas Hasan pada ku ya rab!' jerit batin Wati menahan sesak di dadanya.

Demi kembali pada wanita yang ia cintai. Hasan rela menggelapkan dana perusahaan tanpa sepengetahuan sang istri.

Begitu ketahuan bukannya merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Sebaliknya, justru Hasan menyalahkan Wati. Menjadikannya akar dalam kesalahan yang sudah ia perbuat.

Dugh dugh dugh.

Suara gedoran yang di susul suara lengkingan sang ibu mertua, kian menambah kebisingan yang gak terelakan.

"Wati, buka pintunya Ti! Kebangetan kamu, suami belum pulang... bisa bisanya tidur nyenyak. Buka pintunya Wati!"

"I- iya mah, tu- tunggu sebentar." Wati melangkah ke arah pintu, sembari ia menyeka air matanya dengan punggung tangannya secara kasar.

Gedoran pintu dan umpatan kembali terdengar dari Juleha, wanita yang sudah 3 tahun terakhir menjadi ibu mertuanya.

Dugh dugh dugh.

"Watiiiii! Woy buka pintunya, dasar mantu gak tau diri, gak ada sopan santunnya kamu ya! Berani kamu membuat ibu mertua mu ini teriak teriak kesetanan di malam buta kaya begini? Bangun kamu jangan tidur terus, Wati!" umpatan Juleha.

Ceklek.

Wati membuka pintu kamar yang ia kunci dari dalam.

"Akkhhh sakit mah, lepas, i- ini sakit mah!" Wati memekik kesakitan, kepalanya miring seiring tangan Juleha menjambak rambut panjangnya.

Tanpa perasaan, Juleha yang udah gak sabaran dengan kadar emosi yang meluap luap, langsung menyambut Wati dengan tangan kanannya. Wanita paruh baya itu menjambak rambut panjang Wati, hingga membuat wanita muda itu ke luar dari dalam kamar.

Juleha melepaskan jambakannya dari rambut Wati dengan mendorongnya hingga lengan kiri Wati membentur dinding.

Dugh.

"Akhhhhhh!" pekik Wati menahan sakit pada lengan kirinya, mengingat betapa kerasnya lengan Wati membentur dinding.

Juleha kini mencekal lengan kanan Wati dengan sangat erat, membuat Wati meringis kesakitan.

"Auuhhh sakit mah, Wati gak tidur, mah! Wati dari tadi menunggu mas Hasan pulang." seru Wati dengan kembali menangis.

Bagaimana pun perlakuan Juleha, tak sekali pun membuat hati Wati membencinya. Juleha adalah wanita yang telah melahirkan Hasan, wanita yang sangat Wati hormati dan sayangi layaknya ibu kandungnya yang sudah lama pergi.

"Kenapa lama sekali kamu buka pintunya hah! Istri gak tau di untung, istri pembawa sial kamu tuh, gara gara kamu, putra ku kehilangan pekerjaannya. Kamu pikir, aku ini akan percaya dengan perkataan mu itu!" sentak Juleha dengan nada gak santai.

Juleha menunjuk nunjuk kening Wati dengan jari telunjuk tangannya yang lain dengan wajah gemas, menahan kesal.

"Udah jelas kamu itu tidur, masih aja mengelak. Kamu gak tau kan, sedang apa dan di mana putra ku Hasan di luaran sana. Kamu malah enak enakan tidur di saat suami belum pulang, jadi istri ada gunanya sedikit dong Wati!"

***

Beberapa hari kemudian.

"Kamu mencintai ku kan, Wati?" tanya Hasan, menatap mata teduh Wati dengan intens.

"Iya, mas. Udah berapa kali mas Hasan menanyakan itu pada ku. Aku mencintai mas Hasan selama mas tetap berlaku baik seperti ini, buang kebiasaan buruk mas... kita tata rumah tangga kita lebih baik lagi." pinta Wati dengan sungguh sungguh.

Hasan tersenyum terpaksa, 'Mana mungkin aku bisa bersikap baik pada mu! Secara aku sudah berhasil bersama dengan Ida! Cinta pertama ku! Pujaan hati ku!'

"I- iya, apa pun itu... asal kamu mau melakukan satu hal untuk mas ya, Ti Hanya kali ini saja, setelah itu mas janji... tidak akan menyusahkan mu lagi." dusta Hasan.

"Melakukan apa, mas? Mas mau bawa Wati ke mana? Apa kita akan makan malam romantis di suatu tempat?" cecar Wati, mengingat Hasan tidak mengatakan akan kemana namun Wati di minta berdandan dengan cantik.

'Sebenarnya apa yang harus aku lakukan untuk mas Hasan? Kenapa mas Hasan malam ini begitu misterius, gak biasanya ia bermain teka teki seperti ini.' pikir Wati, sesekali melirik Hasan dalam kebingungan.

"Nanti kamu akan tau sendiri, yang pasti kamu harus melakukannya, ini semua demi cinta kita!" Hasan membawa Wati dalam pelukannya, lalu menyandarkan kepala Wati pada lengan kekarnya.

'Kali ini kamu harus melakukannya untuk ku. Aku tidak mungkin menyerahkan Ida pada bandot tua, biar kamu saja yang melayani bandot tua itu. Anggap saja ini hukuman untuk mu, yang terlalu ikut campur dengan urusan pribadi ku!' pikir Hasan, dengan seringai di bibirnya.

Mobil yang di tumpangi Wati dan Hasan memasuki sebuah pagar yang menjulang tinggi dengan penjagaan yang ketat.

"Naight club, kita ngapain kesini mas?" tanya Wati, setelah membaca tulisan yang terdapat di batu besar dengan cahaya lampu kerlip.

"Bu- bukan apa apa, sayang." kilah Hasan dengan gugup.

Mobil yang menjemput Hasan dan Wati kini berhenti di sebuah gedung berlantai 5, Hasan langsung mengajak Wati untuk turun, seolah sudah tau tujuannya ke mana, Hasan langsung membawa Wati dengan tangannya yang erat menggenggam pergelangan tangan istrinya.

"Kenapa kita ke sini, mas? Apa ini tempat biasa mas Hasan mabuk?" tebak Wati.

Langkah Hasan semakin yakin, membawa Wati memasuki gedung. Di mana di dalam ruangan yang mereka lewati pencahayaannya begitu tamaran.

Ada beberapa pria dan wanita yang duduk di delam bar dengan netra yang memperhatikan bartender melakukan atraksi sembari menyajikan minuman pada pengunjungnya.

"Gak usah banyak omong, Wati. Cukup ikuti saja permainannya!" seru Hasan dengan penuh penekanan, tanpa menatap Wati.

"Lepas, aku mau pulang, mas! Aku gak mau melakukan apa pun di tempat ini! Ini bukan tempat ku, mas!" Wati mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Hasan.

Hasan langsung memasuki lift, menyeret paksa Wati untuk ikut serta.

"Aku ini suami mu Wati, patuh lah pada ku!" bentak Hasan dengan mata melotot.

"Kamu itu emang suami ku, mas! Tapi aku gak harus mengikuti mu yang sesat. Lepas, mas! Aku mau pulang!" seru Wati dengan nada tinggi.

Plak.

Hasan melayangkan tamparan di pipi kanan Wati, hingga wajah Wati berpaling, sudut bibir Wati meninggalkan bercak darah.

"Akkkhhhh!" Wati memegangi pipinya yang terasa perih dan panas di waktu yang bersamaan.

"Aku bilang diam, diam Wati! Jangan membuat kesabaran ku habis!" geram Hasan.

"Harusnya aku yang berkata seperti itu, mas! Kesabaran ku habis menghadapi mu, mas!" bahu Wati bergetar, air mata lolos dari matanya tanpa ada isak tangis yang meluncur dari bibir mungil Wati.

"Gak usah cengeng kamu, kamu sendiri yang bilang mencintai ku. Maka lakukan lah tugas mu sebagai istri ku, turuti perkataan ku, dengarkan perintah ku!" sentak Hasan dengan sinis.

Wati menelan salivanya sulit, 'Ya Tuhan, jika aku tau lebih awal. Tidak akan mau aku di ajak mas Hasan pergi. Kali ini apa lagi yang harus aku hadapi.'

Pintu lift terbuka, tanpa membuang waktu. Hasan langsung membawa Wati melewati beberapa kamar yang ia lewati.

"Kamu gak berniat meninggalkan aku di tempat ini kan, mas?" tanya Wati tiba tiba.

"Tidak, kamu temani aku menemui bos besar. Kebetulan salah satu bos besar di night club ini menawari ku pekerjaan.. setelah itu ya pulang. Untuk apa berlama lama di sini." dusta Hasan.

'Semoga kali ini mas Hasan gak berbohong pada ku!' pikir Wati.

'Gua harus bisa bawa Wati ke kamar itu. Selain terbebas dari hutang, hubungan gua sama Ida juga lancar jaya. Gak salah emang gua ikutin saran Ida buat serahin Wati ke bos.' pikir Hasan.

Hasan menyeka air mata Wati, lalu menyeka sudut bibir Wati yang berdarah, "Maafkan aku ya! Jangan menangis lagi!"

"Maafkan aku, sudah berfikir buruk, mas."

"Aku emang buruk di mata mu, tapi tak apa, yang penting kamu sudah setuju melakukan ini untuk ku."

"Tidak aneh aneh kan, mas?"

"Tidak, hanya 1 hal aja kok." seru Hasan dengan tatapan meyakinkan.

Langkah Hasan dan Wati terhenti, pada sebuah pintu yang di jaga oleh 2 orang pria berseragam hitam, dengan tubuh tinggi kekar, berwajah seram.

"Masuk lah, bos sudah menunggu mu!" titah Leo, salah satu pria usai membuka pintu.

Wati menoleh kiri dan kanan, sejauh mata melirik hanya pintu yang tertutup rapat dengan beberapa angka yang berbeda pada setiap pintu.

'Apa gak ada orang ya, ini sepi banget, tempat apa si ini?' pikir Wati.

Dugh.

"Selamat bersenang senang, sayang!" Hasan mendorong punggung Wati, hingga wanita itu masuk ke dalam kamar.

Bugh.

Bersambung...

1
lina
dasar laki gila
lina
bisanya ngancem
lina
udah pecat bae
lina
dasar netizen julid
lina
u yg bodoh lex
lina
dasar bucin
lina
jamagn d puji
lina
biar u kenyang
partini
good story
partini
good story
lina: mksh tini👍
total 1 replies
lina
kan lg bucin jd g tau malu 🤣
lina
masih bae ngamuk
lina
udah apa d seret bae itu
lina
malu bgt itu g d akuin
lina
definisi cewe g tau malu
lina
pekor 2
lina
u yg g punya adab
lina
sabar
lina
enk klo tinggl mkn
lina
sabar2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!