Seberapa tega orang tua kamu?
Mereka tega bersikap tak adil padaku namun segala macam kepunyaan orang tuaku diberikan kepada adikku. Memang hidup terlalu berat dan kejam bagi anak yang diabaikan oleh orang tuanya, tapi Nou, tak menyerah begitu saja. Ia lebih baik pergi dari rumah untuk menjaga kewarasannya menghadapi adik yang problematik.
Bagaimana kisah perjuangan hidup Nou, ikuti kisahnya dalam cerita ini.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MARAH
"Ouh ini yang mama ceritakan," ucap Satria saat bertemu mama dan Nou di sebuah restoran Sunda. Sengaja bertemu di lokasi, di sela kesibukan Satria. Nou hanya mengangguk hormat saja sembari menyalami Satria. Kesan pertama sopan.
"Iya, namanya Nou!" sebut mama sembari memegang lengan gadis berjilbab itu.
"Gimana kerja bareng Mas Wicak?" tanya Satria. "Pasti tegang banget ya, kebiasaan banget dia sok misterius aslinya receh banget."
"Masa' sih?" Nou keceplosan serasa menemukan teman ghibah bersama Satria, hingga Satria dan mama Pak Bos tertawa melihat polosnya Nou saat spontan.
Satria pun menceritakan alasan mengapa Wicak memasang wajah datar, karena dulu saat pertama kali pegang perusahaan sang papa itu, dia friendly banget dengan para manajer, lambat laun banyak yang bermuka dua, penjilat, dan gong nya meski punya jabatan tinggi, sering banget pinjam uang ke Wicak, sejak saat itu dia murka apalagi ada yang ketahuan kongkalikong dengan kepala gudang, auto coret dan dia memasang wajah jutek begitu.
"Benar sih, Dok. Meski jutek begitu tapi banyak yang suka," ujar Nou mulai merasa nyaman dengan obrolan Sakti, sedangkan si Nyonya katanya sibuk dihubungi orang toko padahal beliau sedang sibuk chat Wicaksono, ingin memancing saja kalau tertarik sama Nou, pertemuan kali ini auto berhasil, dan beliau siap-siap punya menantu. Asyeekkkk!
"Tapi kamu suka?"
Nou menggeleng, Satria auto tertawa ngakak, dan kesempatan ini dibuat mama Pak Bos memotret interaksi keduanya. Benar saja, Wicak langsung minta share loc. Mama Pak Bos auto kegirangan nih, membiarkan dua anak muda itu mengobrol. Satria yang memang easy going bisa merobohkan kecanggungan Nou, sehingga gadis itu nyaman untuk mengobrol panjang.
"Banyak banget, Ma. Pesannya?" tanya Satria heran, pelayan menyajikan beberapa piring menu makanan. "Ada yang mau datang lagi?"
"Mas kamu lah, udah kebakaran jenggot dia."
"Pak Wicak mau ke sini?" tanya Nou sedikit canggung. Aduh gak kebayang dia berada di antara keluarga horang kaya begini. Mau diapain dia ya.
Wicak datang tak lama setelah semua pesanan datang, dia langsung makan tanpa obrolan. Satria sengaja membisikkan sesuatu sama Nou, yang membuat Wicak berdehem.
Habis ini pasti berdehem, itu tandanya dia gak suka sama interaksi kita.
Nou melongo, ternyata apa yang dibisikkan Satria benar, mana Satria tertawa lagi, membuat Wicak semakin tak suka. Nou menatap Satria bingung, seolah tatapan itu bertanya kok bisa?
"Sebagai dokter, sudah terbiasa menganalisis lewat wajah, atau pun gelagat," ujar Satria alih-alih mengamati ala dokter, padahal dia sudah hafal dengan kebiasaan sang kakak, hanya terpaut setahun setengah, wajar lah kedekatan mereka terjalin hingga gerak-geriknya.
"Ternyata dokter keren juga ya," ucap Nou secara spontan.
Bingo, begini yang diinginkan Satria, wajah Wicak langsung berubah dan menatap keduanya tak suka. Satria berusaha menahan tawa. "Cowok idaman kamu memang seorang dokter, No'?" tanya Wicaksono mulai masuk obrolan mereka. Mama hanya menyahut pastinya.
"Hem mungkin, Pak."
"Kok mungkin? Harusnya senang dong," pancing Satria usil. "Enaknya punya pasangan dokter itu, kalau sakit udah gak perlu ke dokter lagi, langsung ditangani dengan obat ataupun tanpa obat."
"Eh bisa gitu ya, Mas Satria?" Wicaksono langsung terbatuk mendengar panggilan untuk sang adik, begitu manis padahal hanya beberapa menit yang lalu baru mengobrol.
"Apaan Mas Mas," protes Wicaksono tak suka.
"Lah emang aku menyuruh dia panggil Mas," mulai perdebatan ala balita 5 tahun muncul, mama mulai waspada.
"Sok manis."
"Dih, sok gak terima. Karyawan kamu juga bukan berarti pacar kamu kali, Mas. Dia dekat sama siapa juga gak masalah. Lagian status Mas cuma di kantor sebagai bos."
"Udah, makan aja, gak enak sama Nou, masa' kalian bertengkar hanya karena panggilan sih," ucap mama sembari menepuk paha si sulung.
"Ya mungkin Nou lagi berbunga-bunga saja, merasa diperhatikan oleh dua anak mama. Sadar aja, No'. Kita hanya menghormati mama aja karena memang beliau suka sama cewek yang kayak kamu, tapi belum tentu kita suka."
Tidak hanya Nou yang kaget dengan ucapan Wicaksono barusan, mama dan Satria langsung berhenti makan. Nyelekit banget ucapan Wicaksono, seolah menyuruh Nou gak usah ge-er.
Duh rasanya gak enak banget dipojokkan begini, padahal Nou juga gak minta dekat dengan mama ataupun adik Bos, kok dituduh berbunga-bunga begini.
"Mas!" tegur mama.
"Selesaikan makan kamu, habis itu balik kantor. Saya menggaji kamu bukan untuk jalan-jalan dan makan di saat jam kerja."
Kalau sudah begini, Satria dan mama tak mau mendebat Wicak lagi. Takut makin nyelekit omongannya pada Nou. Kalau mereka sih sudah biasa, berbeda dengan Nou, bisa-bisa nangis karena omongan pedas level mampus si Wicak. Makan pun jadi canggung, tak banyak obrolan, tapi Satria masih berusaha ramah pada Nou.
Nou rasanya ingin menangis sekarang, berjanji bakal menolak ajakan mama Pak Bos untuk keluar lagi. Ini yang terakhir, dan kalau ada ajakan lagi bakal ia tolak.
"Nou biar sama aku aja, Mas, aku antar!" ujar Satria tahu kalau Nou menahan tangis diperlakukan begitu oleh sang kakak.
"Oke! Jangan diajak kencan lagi, nanti keseringan makan gaji buta," ujar Wicak lalu berjalan ke luar resto setelah salim pada sang mama.
Mama hanya menggelengkan kepala, dan menyuruh Nou bareng sama Satria saja. Namun Nou menolak, takut semakin merepotkan. "Aku gak merasa direpotkan, rumah sakit juga searah dengan kantornya Mas," jawab Satria sedikit memaksa.
Mama pun menyuruh Nou ikut Satria saja, gak enak tadi dijemput mama malah pulang sendiri, sedangkan mama sudah mendapat panggilan dari toko. Sekali lagi Nou terpaksa menerimanya.
"Maaf ya, Mas Wicak kebangetan tadi."
Nou menatap Satria sembari tersenyum dan menggelengkan kepala. "Gak pa-pa, sudah saya prediksi kok, Mas. Gak enaknya punya kedekatan dengan orang kaya itu begini, pasti suatu saat diremehkan juga. Makanya saya tidak ada niatan untuk naksir sama Pak Bos seperti karyawan lain."
"Gak semua orang kaya begitu kali, No'. Mas Wicak cemburu aja melihat kedekatan kita, makanya dia uring-uringan sama kamu. Percaya deh, besok juga udah santai lagi."
Faktanya tidak, Wicaksono semakin judes pada Nou, tak ada lagi chat receh, bahkan saat Nou menyapa atau berpapasan si bos tak pernah menatapnya balik, dan angkuh saja. Beberapa karyawan notice pada perlakuan si bos itu dan aneh banget.
"Kamu lagi marahan sama Bos?" tanya Adrian, dia cowok tapi peka sekali. Nou menggeleng, dan pura-pura tak merasa ada masalah. "Biasanya melirik dikit sama kamu, tapi beberapa akhir ini enggak."
"Perasaan kamu aja kali."
persaingan pengusaha muda vs dokter anak semakin kocak 🤣🤣
weh Weh emang bosmu gendeng cembukur dia
stop udah jangan di kirim lagi keterusan ga mandiri