BUKAN ANAK EMAS
"Kamu pinjol?" sentak Nou pada Iin, sang adik yang tertangkap basah terjerat pinjol. Sore tadi Nou tak sengaja membaca chat yang masuk di ponsel ibu. Dari pop up tertera jelas pesan itu dari platform pinjaman online yang biasa muncul sebagai iklan saat Nou melihat aplikasi drama gratisan. Isenglah ia buka, dan betapa terkejutnya saat nama Indana Putri sebagai pihak yang telat membayar pinjaman online selama 2 bulan. Bahkan chat tersebut memberikan ancaman debt collector akan datang ke rumah saudari Indana Putri. Jelas saja Nou ngamuk seketika.
Sebagai anak pertama ia sudah sering sekali mengingatkan gaya hidup Iin. Dia hanya mahasiswa belum punya penghasilan tapi tiap weekend ingin keluar saja. Kebiasaan yang selalu ia lakukan bersama almarhum ayah dulu ternyata tak bisa berhenti. Ditambah sekarang ia punya pacar, makin high class saja dia.
"Apaan sih," Iin tak terima disentak, heran juga dari mana sang kakak tahu dia terjerat pinjol.
"Gak usah apaan sih, apaan sih, nih lihat!" Nou menunjukkan chat dari pihak pinjol di depan mata sang adik. Rasanya kalau dia tidak menahan amarah, mungkin sang adik langsung dicakar seketika.
"Halah masih 2 bulan juga!" jawabnya santai dan menyingkirkan ponsel itu dari hadapannya, ia berniat pergi meninggalkan sang kakak, tapi Nou segera menarik kaos Iin. Enak saja main kabur.
"Otak kamu taruh mana. Pinjol kalau gak tepat waktu bunganya semakin naik, kamu waras gak! Makanya kalau masih miskin gak usah banyak gaya!"
"Omonganmu kayak gak punya hutang aja," lah dia makin nyolot membalas omongan Nou, tapi tak berani menatap wajah sang kakak.
"Emang, emang aku gak punya hutang. Emang aku gak punya tanggungan ke siapapun. Mau apa kamu!" Nou kok ditantang, bakal diladeni. Apalagi dengan bocah yang tahu enaknya hidup orang tua doang. Pantang bagi Nou mengasihani.
"Kamu sekali saja memikirkan orang tua kamu bisa gak sih. Kalau masih minta, gak usah bergaya keterlaluan. Ibu cuma pensiunan, dan masih nguliahin kamu. Setidaknya kamu bantu ibu buat biaya kuliah kamu."
"Ada Mbak kenapa aku harus capek kerja!" balas Iin tak takut. "Mbak dulu malah menghabiskan uang ibu kuliah di luar kota, kos. Sedangkan aku gak kos, gak makan di warung, pasti lebih hemat dari Mbak, kan!" jawab Iin mengungkit masa kuliah Nou di luar kota dulu.
Nou tak tinggal diam, langsung menonyor kepala sang adik, sekali-kali otaknya dipakai buat berpikir lebih jauh. "Pantes kamu bodoh, selalu ingin jalan pintas tanpa berusaha. Dengar pakai dua telinga kamu, tanyakan ke ibu, selama aku kuliah 4 tahun kurang 3 bulan. Aku menjadi asisten dosen sejak semester 4, aku dapat beasiswa 2 kali, menang lomba karya tulis 3 kali, dan mendapat potongan biaya wisuda 60%, kamu kira uang yang aku dapat untuk foya-foya. Aku di sana juga gak kuliah doang, tapi aku kerja les privat, sampai bisa cicil sepeda motor. Sekarang berkaca lah dengan pencapaian kamu sebelum melawan aku!" pesona anak pertama perempuan dilawan. Iin langsung diam, tak berkutik.
Bila dibandingkan dengan sang kakak, jelas ia tak ada apa-apanya. Apa yang disampaikan Nou memang benar, karena sang ibu selalu dikabari oleh Nou soal prestasinya, dan tentu saja uang Nou sebagian besar dialokasikan untuk membayar kuliahnya sendiri. Iin tahu kalau sang kakak cicil sepeda matic dengan menjadi tutor les privat, beli laptop mini dengan uang beasiswanya, tak mahal hanya 4 juta sekian karena butuhnya untuk mengerjakan tugas yang hanya perlu Ms. Office saja. Tapi Iin tak terima lah kalau dia dibilang miskin bergaya oleh Nou.
"Sekarang gimana caranya kamu bayar cicilan pinjol kamu, kalau bisa lunasin semua!" ucap Nou dengan wajah judesnya. Iin diam saja, jengkel setengah mati. Kepalanya berisik, ia tak tahu dapat uang dari mana. Pasti sang kakak akan melapor ke sang ibu.
Benar kan setelah maghrib, Nou mengadukan perbuatan Iin ke ibu. Beliau jelas tak paham apa itu pinjol. Nou pun menjelaskan dengan detail dan menggunakan kalimat yang sangat sederhana. "Lah emang buat apa?" tanya ibu, tak menyangka si bungsu yang masih kuliah butuh uang, sedangkan tiap hari ibu memberi uang saku. Sarapan, bahkan sampai makan malam juga makan di rumah.
"Jawab ibu tuh buat apa," desak Nou agar Iin jujur uang pinjol untuk apa.
"Bisa gak sih, Mbak tuh gak usah ikut campur hidup aku."
"Masalahnya kelakuan kamu bakal seret aku. Pernah gak berpikir kalau kamu didatangi debt collector ke rumah, yakin kamu berani menghadapi debt collector dengan bodohnya kamu kayak gini. Gak bakal berani, terus ibu yang maju, ibu gak paham pasti seret aku. Enak aja. Uangnya aku aja gak kamu kasih, tapi kalau bobroknya kamu sangkut pautin."
"Sudah-sudah!" ibu mulai melerai pertengkaran kedua putrinya. Nou pun diam, menghormati sang ibu. Meski tangannya sudah gatal untuk menabok mulut sang adik. "Kamu hutang berapa?" tanya ibu pada Iin.
"6 juta!" jawab Iin jutek.
"Sudah berapa kali bayar?" tanya ibu lagi.
"Sekali," jawab Iin ketus. Nou sudah mendelik tak karuan. Bisa-bisanya hutang 6 juta baru bayar sekali, habis itu nunggak. Sinting benar adiknya ini, andai saja tak ada ibu. Wajah mulus Iin sudah diberi bogeman mentah oleh Nou.
Tidak habis pikir sama sekali, untuk apa uang sebanyak itu. Beli buku enggak, beli keperluan kuliah enggak. Terus untuk apa.
"Uang sebanyak itu buat apa sih, In? Ya Allah," tanya Nou gemas.
"Gak perlu tahu," balas Iin yang masih belum mau bercerita.
"Sudah! Sudah terlanjur, besok bayar. Lunasin semua."
"Betul."
"Pakai uang apa, Bu?" jelas Iin kaget dengan solusi sang ibu. Tak menyangka beliau akan pro dengan sang kakak. Nou sudah mengacungkan jempol kepada sang ibu. Biar ke depannya kalau mau bertingkah berpikir panjang.
"Ya uang 6 juta kamu emang sudah habis?" cecar Nou. Iin hanya berdecak sebal.
"Sudah habis!" jawab Iin masih jutek, makin membuat Nou melongo.
"Daebak. Pintar banget lo ya habisin duit, tapi otak lo kosong! Main enaknya doang hutang, gak kepikiran bagaimana bayar cicilannya."
"Sudah, No'!" tegur ibu, mungkin tak suka kalau Nou menyudutkan Iin sebegitunya.
"Biarkan dia berpikir bagaimana dapat uangnya. Ibu gak usah kasih. Sekali-kali hidupnya biar berguna!" ucap Nou, mewanti-wanti sang ibu untuk tidak membantu sang adik dalam permasalahan pinjol.
"Iya!" jawab Ibu pasrah pada si sulung. Tapi Nou jelas tak percaya begitu saja dengan ucapan ibu. Si sulung yakin 100% kalau ibu setuju dengannya agar Nou berhenti menyudutkan Iin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Wiwik Susilowati
hadir kk
2025-10-05
0