NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikahi tentara / Duda / Cintapertama
Popularitas:20.8k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Setelah sang kakak menyuruhnya mandi, bukannya bergegas membersihkan diri, Aresa malah menjatuhkan diri ke kasur empuk. Jiwa kemalasan sudah mendarah daging, dan ia tahu betul—sekali kepalanya menempel di bantal, ia akan tamat.

Lima menit aja deh, cuma buat rebahan, pikir Aresa. Tapi akhirnya, ia malah asyik menggulir layar ponsel hingga waktu Magrib tiba.

“Ya ampun! Sudah Magrib!” Aresa tersentak.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, ia keluar kamar. Ia mendapati Arian sedang di ruang tengah.

“Mas, Vero kok enggak kelihatan, ya?” tanya Aresa sambil menghampiri Arian. “Apartemen sepi banget.”

Arian mendongak. “Kenapa, Dek? Baru sadar? Vero lagi ke Bali, mantau proyek yang di sana. Terbang dari tadi pagi.”

“Ow, pantesan. Oh iya, Mas, udah bilang ke Kak Azzam buat beli tiket bus belum?”

Arian menepuk dahinya dramatis. “Aduh, Mas lupa, Dek! Sumpah!”

Aresa mengibaskan tangan. “Ya sudah, nanti dulu aja. Makan dulu. Ini tadi aku delivery ayam goreng, aku males banget masak,” ajaknya.

“Iya, Dek,” jawab Arian.

Mereka makan dengan obrolan ringan seperti biasa. Setelahnya, Arian kembali duduk di depan TV, sementara Aresa yang energinya sudah pulih memutuskan keluar mencari angin malam. Ia memesan ojek menuju taman kota, tempat muda-mudi biasa nongkrong. Ia membeli minuman dingin dan sebungkus cimol, lalu duduk di kursi taman.

Udara malam terasa lembap. Tapi di antara riuh obrolan dan tawa pengunjung, ada sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang. Ia merasa seperti sedang diawasi. Firasat itu datang begitu saja — sama seperti dulu, ketika ia menjalankan misi rahasia.

Siapa yang ngikutin? Atau cuma perasaan aja? batinnya. Ia mencoba bersikap tenang, menyeruput minumannya tanpa ekspresi. Namun matanya terus awas pada bayangan di sekeliling taman.

****

Sementara itu, di apartemen, begitu Aresa pergi, Arian langsung bergerak cepat. Ia menghubungi orang kepercayaannya, memerintahkan untuk mengaktifkan pengawasan ganda. Ia tahu Sella belum berhenti mencari celah. Ia tidak ingin adiknya jadi sasaran empuk.

Begitu semua beres, ia menghubungi Azzam.

“Zam!” panggil Arian.

“Apa? Gue mau tidur, Boss!” jawab Azzam sewot.

“Gue nggak peduli. Pesankan tiket bus ekonomi ke kampung besok buat Aresa,” perintah Arian.

“Bus? Ya ampun! Kenapa enggak kereta aja, Yan? Lebih cepat, lebih nyaman. Lo tega adik lo tepos di jalan, dua belas jam perjalanan, loh?” protes Azzam.

“Dia mau mendalami peran. Udah, biarin aja. Dia itu titisan gue—suka drama,” balas Arian santai.

“Oke, oke, gue pesenin. Pagi kan?”

“Iya. Sama, lo besok ikut gue. Nggak ada penolakan,” tegas Arian.

“Gila! Besok weekend, woi! Gue mau tidur seharian!” Azzam menjerit.

“Tidak ada penolakan, Azzam. Besok ke apartemen gue jam delapan pagi. Waktu weekend lo, gue beli,” putus Arian.

“Iya, iya. Yang penting dihitung lembur double, ya!” pasrah Azzam.

“Gampang,” Arian menutup teleponnya.

****

Malam makin larut. Azzam yang masih kesal akhirnya menuruti perintah Arian sambil menggerutu di depan laptop.

“Keluarga Arian ini kenapa, sih? Kaya raya, kerjaan banyak, kok pada gabut. Naik bus ke kampung dua belas jam. Aresa ini ada-ada aja!”

Meski mengomel, Azzam tetap menuruti perintah. Ia segera memesankan tiket, sadar tak punya pilihan lain.

****

Di sisi lain kota, Alvino tengah duduk di rumah dinas Jhonatan.

"Gimana cutinya?" tanya Alvino.

"Udah di acc, Vin. Besok gue siap ikut," jawab Jhonatan.

"Bagus deh. Lo mau naik kereta atau apa?"

"Gue naik mobil aja. Gue mau mengikuti busnya Aresa dari belakang," kata Jhonatan, suaranya mengandung komitmen. "Gue enggak mau ambil risiko keselamatan dia."

Alvino mengangkat alis. "Yakin lo? Itu perjalanan jauh, Jo."

Jhonatan menganggukkan kepalanya. "Terus, kita bakal nginep di hotel mana di sana vin?" tanya Jhonatan penasaran.

Alvino tersenyum kecil. "Kita enggak nginep di hotel. Kita nginep di rumah bapaknya Aresa."

"Oh ya?" Jhonatan sedikit terkejut, tapi ekspresinya cepat kembali tenang.

"Seriusan? Kenapa enggak bilang dari tadi?"

“Sengaja gue kasih tahu belakangan,” ujar Alvino terkekeh. Mereka berdua lalu membahas konsep kafe dan rencana usaha yang sempat tertunda — mencoba menenangkan kepala dari urusan pribadi yang semakin rumit.

Usai Alvino pulang, Jhonatan duduk sendirian di teras. Lampu-lampu rumah dinas lain terlihat hangat, penuh tawa keluarga. Sementara rumahnya sendiri hening dan dingin.

Ia termenung lama, menyadari ada ruang kosong di hidupnya yang perlahan diisi oleh sosok Aresa — gadis keras kepala yang tanpa sadar membuat dunianya bergetar.

Ia bangun dari lamunannya dan masuk ke dalam, menyiapkan semua kebutuhan pribadinya. Tanpa banyak barang, ia cepat selesai berkemas.

Jhonatan langsung merebahkan diri di tempat tidurnya.

"Ah, akhirnya. Capek banget hari ini," gumamnya dalam hati.

Jhonatan terpejam. Ia sudah terlalu lelah, fisik dan mental. Dalam hitungan detik, ia sudah jatuh tertidur lelap.

****

Pukul sembilan malam, Aresa kembali ke apartemen. Arian masih di depan TV, kali ini rebahan santai dengan ponsel di tangan.

“Mas,” panggil Aresa.

“Hem.”

“Ih, sok sibuk banget sih!”

“Hem.”

“Hem, hem, kayak Nisa Sabyan aja, Mas,” godanya.

Arian menoleh sambil tertawa kecil. “Udah, jangan berisik. Tidur sana, biar besok enggak kesiangan.”

“Iya, iya,” sahut Aresa malas. Ia masuk kamar, mengemasi ranselnya—hanya skincare dan body care yang ia bawa, karena tahu di kampung semua sudah disiapkan. Setelah gosok gigi dan berganti pakaian, ia pun tertidur.

****

Sementara di tempat lain, Sella tersenyum puas di depan laptopnya. Laporan dari anak buahnya baru saja masuk.

“Dokter Sella, wanita itu benar-benar sudah dipecat. Tadi ke taman naik ojek. Penampilannya... yah, seperti wanita kampungan. Sandal jepit, baju santai.” lapor anak buahnya lewat telepon. Mereka tak tahu saja kalau Aresa keluar dari apartemen mewah.

Orang suruhan itu mengirimkan sebuah foto, meski sayang, wajah Aresa tidak terlihat jelas karena diambil dari jarak jauh dan buram.

Mata Sella berbinar penuh kemenangan. "Bagus," desis Sella. "Walaupun wajah kamu tidak terlihat jelas, yang penting ini foto bisa aku gunakan untuk membuat ibunya Jhonatan semakin tidak suka dengan dia, haha!" Sella tertawa bahagia.

Ia pikir, rencana untuk mendapatkan Jhonatan sangat mudah, cukup dengan menyerang status dan citra Aresa.

Ia tertawa kecil, tak sadar bahwa bidak yang ia gerakkan justru sedang melangkah ke dalam perangkap Arian.

****

Tepat di waktu Jhonatan terlelap, Alvino juga menelepon Arian.

Tepat saat Jhonatan terlelap, Alvino menelepon Arian.

“Yan, gue laporan,” kata Alvino. “Cuti Jhonatan udah di-acc. Besok dia ikut ke kampung juga, dan dia milih ngikutin bus Aresa pakai mobil pribadinya.”

“Sempurna,” jawab Arian. “Jhonatan sekarang bukan cuma pengawas tak terduga, dia pelindung bayangan Aresa. Biarkan Sella lihat Jhonatan ‘membela’ umpan yang dia anggap sampah. Itu akan memicu badai cemburu hebat. Lo urus Jhonatan di sana, gue urus Sella di sini.”

Arian menutup telepon, lalu segera menghubungi Azzam lagi. Ia menekankan perintah untuk menguntit Sella keesokan harinya.

Azzam hanya bisa mengeluh, tapi tetap menjalankan tugasnya.

1
Shin Himawari
untung mas Arian gercep lindungi data privasinya Aresa
Shin Himawari
ini mah strict brother 🤭
Wida_Ast Jcy
ingat ya joe jgn gegabah kamu🤭🤭🤭
Wida_Ast Jcy
udah mau aja. rezeki jgn ditolak. pamali katanya
Rahma Rain
firasat Abang pasti jarang salah.
Rahma Rain
mulai dekat ya sama Jessika..
Rahma Rain
pasti Aresa kan Jess.
Rahma Rain
sella2.. lebih baik kamu nggak usah mengganggu Resa.
sunflow
terjamin tapi kelakuannya nol bu
sunflow
lah dikiranya nyamuk gitu? 🤭🤭
sunflow
untuk sementara saja res.
Nurika Hikmawati
jalannya takdir tidak pernah diduga
Nurika Hikmawati
udah cape di luar, jadi di rumah tinggal rebhan aja.
Nurika Hikmawati
keluarga tentara... gak aneh kalo nnt jodonya juga tentara
🌹Widianingsih,💐♥️
ahhh ...jalan satu kilometer mah enteng, !
🌹Widianingsih,💐♥️
Aresa benar-benar perempuan luar biasa, tegas penuh wibawa.
ahhh... sepertinya cocok dengan Jonathan yang keras kepala.
mama Al
coba Jessica yang bersuara
kalau dia punya pilihan
mama Al
hadeh harta tahta dan kasta
mama Al
pasti gara-gara sella
Drezzlle
mana pengertian lagi kak Jessica. aku suka 🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!