Di tengah hiruk pikuk kota modern Silverhaven, Jay Valerius menjalani hidupnya sebagai seorang menantu yang dipandang sebelah mata. Bagi keluarga Tremaine, ia adalah suami tak berguna bagi putri mereka Elara. Seorang pria tanpa pekerjaan dan ambisi yang nasibnya hanya menumpang hidup.
Namun, di balik penampilannya yang biasa, Jay menyimpan rahasia warisan keluarganya yang telah berusia ribuan tahun: Cincin Valerius. Artefak misterius ini bukanlah benda sihir, melainkan sebuah arsip kuno yang memberinya akses instan ke seluruh pengetahuan dan keahlian para leluhurnya mulai dari tabib jenius, ahli strategi perang, hingga pakar keuangan ulung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Pergeseran Komando
Matahari telah terbenam di balik puncak Gunung Hantu, meninggalkan langit berwarna nila dan udara yang dingin dan basah. Hujan telah berhenti, namun deru air yang mengalir di parit-parit buatan Jay menjadi musik latar di base camp Tremaine Logistik. Para pekerja, meskipun lelah dan basah kuyup, bekerja dengan semangat yang belum pernah terlihat sebelumnya. Mereka tidak lagi melihat gunung itu sebagai musuh, melainkan sebagai tantangan yang bisa ditaklukkan.
Di tengah kesibukan mengamankan kamp untuk malam hari, semua orang bergerak dengan kesadaran baru. Setiap kali sebuah keputusan perlu dibuat, entah itu di mana harus menumpuk karung pasir atau jalur mana yang aman untuk dilewati jip, semua mata secara naluriah akan mencari satu orang: Jay. Deklarasi Bastian di tengah badai tadi telah menyebar seperti api, dan kini, menantu yang tadinya tak terlihat itu telah menjadi pusat gravitasi dari seluruh operasi.
Perjalanan pulang ke kota malam itu terasa sangat berbeda. Keheningan di dalam mobil bukan lagi karena ketegangan atau keputusasaan, melainkan keheningan yang dipenuhi pemikiran. Lyra, untuk pertama kalinya, tidak mengeluarkan sepatah kata pun keluhan. Ia hanya duduk diam di kursi belakang, sesekali melirik pantulan wajah Jay di kaca spion dengan ekspresi yang rumit.
Bastian-lah yang memecah keheningan, dan kata-katanya menandai sebuah pergeseran kekuasaan yang permanen.
"Jay," katanya, nadanya datar seperti seorang direktur yang berbicara pada kepala divisinya. "Besok. Apa rencanamu?"
Ini adalah pertama kalinya Bastian secara eksplisit meminta Jay untuk menyusun rencana, bukan sekadar meminta pendapat.
Jay menatap lampu-lampu kota yang mulai terlihat di kejauhan. "Pagi hari, tim mekanik menyelesaikan modifikasi terakhir pada 'Raksasa Tidur' nomor satu," katanya dengan jelas. "Kita muati dengan kontainer pemberat dua puluh ton. Pak Agus yang akan menyetir, dia yang paling berpengalaman. Saya akan ikut di mobil komando tepat di belakangnya untuk memandu via radio. Kita berangkat jam sembilan pagi. Tujuannya: mencapai dataran tinggi di puncak sebelum makan siang."
Rencana itu begitu sederhana, begitu jelas, dan begitu penuh percaya diri. Tidak ada keraguan dalam suaranya.
Bastian hanya mengangguk. "Baik. Laksanakan."
Setibanya di rumah, suasana kembali berubah. Lyra, tanpa diminta, langsung pergi ke dapur untuk membuatkan teh jahe hangat untuk semua orang agar tidak masuk angin. Bastian mengajak Elara dan Jay ke ruang kerjanya.
Ia berdiri di depan papan tulisnya, menghapus semua catatan lama yang penuh dengan angka-angka kerugian. "Struktur komando kita harus jelas," katanya. Ia menatap putrinya. "Elara, mulai besok, kau adalah Manajer Operasional Penuh untuk proyek Gunung Hantu. Tugasmu adalah menerjemahkan strategi dan arahan dari Jay menjadi perintah kerja yang detail untuk semua tim di lapangan."
Kemudian ia menatap Jay. "Dan kau... kau yang pegang strategi. Semua keputusan besar terkait rute, jadwal, dan mitigasi risiko ada di tanganmu. Aku akan fokus mengurus administrasi dan keuangan dari kota."
Struktur baru itu telah ditetapkan. Jay sebagai Ahli Strategi, Elara sebagai Manajer Operasi, dan Bastian sebagai Direktur Pengawas. Sebuah tim inti yang solid, dengan Jay sebagai otaknya.
Malam itu, di kamar mereka, Elara menatap suaminya dengan penuh kekaguman. "Aku tidak pernah menyangka hari ini akan datang," bisiknya. "Ayah menyerahkan kendali penuh. Seumur hidupnya, dia tidak pernah memercayai orang lain untuk bisnisnya seperti ini."
Jay tersenyum tipis. "Kepercayaan harus dibayar dengan hasil," jawabnya. "Dan besok adalah ujian pertama dari kepercayaan itu."
Ia bisa melihat kelelahan di mata istrinya, tetapi juga semangat baru yang menyala-nyala. Untuk pertama kalinya, Elara tidak hanya bekerja untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya; ia bekerja sebagai mitra dari suaminya.
Saat Elara akhirnya tertidur, Jay kembali ke ruang kerja yang sunyi. Ia berdiri di depan peta besar Gunung Hantu. Menggunakan spidol merah, ia menarik sebuah garis tipis, mengikuti jalur rahasia yang berkelok-kelok dari kaki gunung.