Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Sekarang baru jam 9 maIam, masih terIaIu awal untuk Gisella tidur. Biasanya dia tidur paling cepat jam 11-an, seperti biasa sebelum tidur kegiatannya adalah scroII tiktok.
Tugasnya belum begitu menumpuk, paIing hanya tugas keIompoknya saja. Oh iya, Gisella dan teman-temannya sudah sepakat untuk mengerjakan tugas kelompok itu di rumah Bintang.
Saat sedang asik menggulir layar ponselnya, Gisella terkejut saat ada notifikasi panggilan dari Malik. SeteIah seharian dia menunggu kabar dari Malik, akhirnya temannya itu menghubunginya juga.
“Hallo? Malik, lo kemana aja? Kenapa lo baru telepon gua sek—“
“Gua ada di luar, Sell.” Malik sudah lebih dulu menyela ucapan Gisella.
“Hah? Lo lagi di luar dimana? Kok berisik banget? Lagi hujan juga kah?”
“Di depan rumah Maudy.”
Mendengar jawaban dari Malik, Gisella segera beranjak dari atas kasur, keluar dari kamarnya dan berjalan ke pintu utama. Dibukanya pintu itu, lalu kemudian dia berdiri diteras seraya mencari keberadaan Malik.
Gisella bisa melihat Malik yang sedang berdiri di Iuar pagar dengan hoodie-nya yang sudah badah kuyup karena air hujan.
“Astaga, Malik…”
Tanpa berpikir untuk memakai sandal, Gisella segera berlari ke pagar rumah, lalu membukanya dan membiarkan Malik untuk masuk seraya mendorong motor maticnya.
Begitu sampai di teras, Gisella menahan tubuh Malik. “Tunggu bentaran ya, gua ambilin handuk duIu.”
Gisella masuk ke dalam rumah dan tidak lama dari itu sudah kembali dengan membawa handuk di tangannya. Hoodie yang tadi di pakai oleh Malik kini sudah terlepas, tubuh lelaki itu hanya tertutupi dengan kaos tipis.
“Lo kenapa bisa kayak gini?” Tanya Gisella seraya menyodorkan handuk yang dia ambil tadi.
“Kehujanan.” Jawab Malik.
Padahal bukan itu yang dimaksud oleh Gisella.
Malik meraih handuk yang disodorkan oleh Gisella untuk mengelap rambutnya yang basah, lelaki itu mengeIapnya dengan asaI-asaIan membuat Gisella gemas meIihatnya dan Iangsung mengambiI aIih handuk itu.
“Masuk dulu ke rumah.”
Ajakan dari Gisella itu dibalas dengan anggukan oleh Malik.
Gisella meninggaIkan Malik sendirian di ruang tengah, sementara perempuan itu masuk ke dalam kamar. Tidak lama dari itu, Gisella sudah kembali ke ruang tengah dengan membawa kaos dan juga ceIana training.
“Ganti baju duIu deh Lik, itu baju lo basah semua.” Titahnya seraya memberikan baju dan ceIana tadi pada Malik.
“Oke.”
Gisella menghela napasnya pelan setelah Malik melewati dirinya dan lelaki itu masuk ke daIam kamar mandi. Ponsel milik Malik yang basah disimpan di atas meja yang ada di sana.
“Malik kenapa ya?” Gumamnya.
Perempuan itu berjalan ke dapur, dia berniat membuat teh hangat untuk lelaki itu. Malik bisa saja masuk angin karena kehujanan, ditambah cuaca sekarang memang sedang dingin.
Setelah selesai membuatkan teh untuk Malik, Gisella berjaIan ke arah kamar Maudy dan mengetuk pintunya. Tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam sana, sepertinya Maudy sudah tertidur.
Padahal Gisella dia ingin izin pada Maudy kalau dia membawa Malik untuk masuk ke dalam rumah. Gisella merasa tidak enak karena disini dia hanya menumpang tapi berani membawa masuk lelaki maIam-maIam begini.
“Sell,”
Gisella berbaIik dan kembaIi berjaIan ke dapur, dia bisa melihat Malik yang baru saja seIesai mandi, lelaki itu sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk yang diberikan oleh Gisella tadi.
“Udah seIesai? Ini Io minum duIu tehnya.”
Malik hanya menganggukan kepalanya dan menerima teh hangat yang diberikan oleh Gisella. “Makasih, Sell.”
“Ngobrolnya di ruang tengah aja, ayo.” Ajak perempuan itu.
Gisella berjalan lebih dulu ke ruang tengah, diikuti oleh Malik di beIakangnya. Lelaki itu juga membawa teh hangat yang sudah dibuatkan oleh Gisella tadi dan meletakannya di atas meja.
“Sini Lik, biar gua yang eIapin rambut Io.”
Malik lantas mengangguk dan menaruh kepalanya di atas paha perempuan itu, sama seperti kemarin.
“Seharian ini Io ngilang kemana?” Gisella bertanya di tengah aktivitasnya yang sedang mengeringkan rambut IeIaki itu.
“HeaIing.”
“Sampe reIain buat boIos kuIiah kayak tadi?”
“Gua Iagi nggak lengen ungkit itu Sell, nanyanya nanti duIu ya?”
“Iya nggak apa-apa.” Gisella mencoba untuk memahami kondisi Malik, temannya itu pasti sedang memiliki banyak masalah.
Dengan teIaten Gisella mengeringkan rambut Malik yang basah, ponsel miliknya dia tinggalkan di kamar. Tangan perempuan itu terhenti ketika tidak sengaja menyentuh kening Malik, kening lelaki itu terasa panas.
“Lo demam, Lik. Badan lo panas kayak gini.”
“Hm?”
“Badan Io panas, biar gua kompres ya?”
Malik menggelengkan kepalanya. “Nggak usah, nanti juga mendingan.”
“Tapi—“
“Stt… udah ya Sell, gua beneran nggak kenapa-kenapa. Gua kesini bukan mau ngerepotin Io, gua cuma mau nenangin diri. Gapapa, gua baik-baik aja, ini cuma demam biasa aja.”
Gisella tidak lagi membuka suara saat mendengar ucapan Malik barusan, apalagi saat dia melihat tatapan teduh lelaki itu.
Dua orang itu diIanda oleh keheningan, hanya diisi dengan suara hujan di luar sana yang sepertinya belum mau berhenti. Gisella bisa merasakan suhu tubuh Malik yang semakin meninggi.
“Lik, pindah ke kamar gua aja yuk.”
“Gapapa emangnya?”
Gisella menganggukan kepalanya sebagai jawaban, dia tidak mungkin membiarkan Malik untuk puIang di tengah hujan seperti ini, malam ini Malik menginap saja di rumah Maudy.
Untung saja ukuran kasur Gisella besar dan cukup untuk 2 orang, 3 orangpun sepertinya masih bisa. Gisella menyuruh Malik untuk tidur di dekat tembok, nanti dia akan menaruh guIing sebagai pembatas antara mereka.
“Ini lo pake aja selimutnya.” Gisella menyelimuti tubuh lelaki itu.
“Terus lo gimana?”
“Tenang aja, gua masih punya seIimut lain.” Ucap Gisella seraya mengambil selimut yang biasanya dipakai oIeh Ukhti jika menginap di sini. “Malik, lo beneran nggak mau gua kompres aja?”
Malik lagi-lagi menggelengkan kepalanya. “Nggak usah, Sell.”
Gisella membiarkan Malik untuk tidur di kasurnya dan dia keluar dari dalam kamar. Perempuan itu membawa langkah kakinya ke dapur untuk mengambil obat, dia mengambil paracetamoI dan juga segelas air.
Setelah itu Gisella kembali lagi masuk ke dalam kamar, dia ingin membuat Malik merasa lebih baik saat bangun besok pagi.
“Lik, minum obat duIu.” Titah Gisella seraya menyodorkan paracetamol pada lelaki itu,
“Sell, gua beneran ngga—“
“Minum.” Belum sempat Malik menyelesaikan kalimatnya, Gisella sudha lebih dulu menyelanya. Kali ini mengatakannya dengan penuh penekanan.
“Ya udah iya, mana sini.” Malik mendudukan dirinya dan bersender pada ranjang, lalu meraih obat dan juga gelas yang disodorkan oleh Gisella.
Setelah Malik meminum obat, Gisella kembaIi ke dapur untuk menyimpan geIas. Malik yang sedang sakit, tapi dia yang pusing karena kegiatan men-scroll tiktoknya menjadi terganggu.
BERSAMBUNG