Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Di Blacklist dari Semua Rumah Sakit
Berta sudah sangat putus asa, dia sudah pergi keempat rumah sakit di kota B ini. Akan tetapi, tidak ada satu Rumah sakit pun yang mau menerima Rena. Sedangkan Rena sudah sejak tadi menangis dan merintih kesakitan.
"Bagaimana ini?" Berta mulai panik. Dia menangis tak henti-henti.
Karina juga sudah menghubungi beberapa kenalannya. Tapi tidak ada yang bisa membantunya.
"Bibi, aku akan telepon Mark. Di perusahaannya ada klinik..."
"Klinik perusahaan? memangnya klinik perusahaan bisa apa? memangnya di sana ada peralatan medis yang bisa mengobati luka-luka Rena ini!"
"Nyonya, apa kita harus keluar kota?" tanya Pak Mamat.
Meskipun hanya seorang supir. Tapi, pak mamat juga sangat merasa kasihan dengan apa yang terjadi kepada Rena. Luka-lukanya itu emang sepertinya terlihat sangat menyakitkan untuk wanita yang seumur hidupnya tidak pernah menerima luka sebanyak itu sebelumnya.
Tapi, pak Mamat juga tidak menyalahkan Alisa. Dia juga cukup mengenal majikannya itu selama ini. Dan, emang kalau tidak sangat keterlaluan tidak mungkin sampai Alisa membalas Rena.
Tapi tetap saja, melihat Rena yang dari tadi menangis kesakitan, pak Mamat juga tidak tega.
"Siapa kamu ikut bicara?" bentak Karina.
Karina sangat tidak suka kalau ketika dia berbicara ada orang yang tidak selevel dengan dirinya menyela.
Pak Mamat langsung bungkam. Padahal, niatnya hanya memberikan saran untuk membantu menolong Rena yang sepertinya sudah sangat tidak kuat menahan rasa sakit yang ada di tubuhnya itu.
"Bibi, jangan dengarkan sopir payah itu! lebih baik kita ke Perusahaan Mark. Dengan kita pergi kesana, dan kondisi Rena yang seperti ini. Maka Mark pasti tidak akan melepaskan wanita gelandangan itu bibi! dan memang tidak ada rumah sakit yang bisa menerima maka, satu-satunya tempat yang bisa kita datangi adalah klinik perusahaan!" kata Karina ya tentu saja punya motif lain kenapa dia menyarankan hal itu kepada Berta.
Namun, Berta yang emang sudah sangat panik dan hampir putus asa karena memang tidak ada rumah sakit yang mau menerima anaknya. Berta pun mengangguk, menyetujui apa yang disarankan oleh Karina.
Melihat Berta mengangguk, Karina bahkan langsung membentak pak Mamat.
"Tunggu apalagi supir bodohh! pergi ke perusahaan Mark sekarang!" kata Karina.
Dan pak Mamat pun segera melajukan kendaraan itu ke perusahaan Mark. Cukup lama waktu yang mereka tempuh untuk bisa sampai di perusahaan Mark. Kurang dari satu jam, emang juga lebih dari 30 menit.
Begitu mereka sampai, Mark yang sebelumnya sudah dihubungi oleh Karina. Segera membantu pak Mamat membawa Rena ke klinik.
Melihat adiknya dalam kondisi seperti itu. Mark sangat tidak tega. Dia terkejut, marah dan juga sangat tidak tega melihat apa yang terjadi kepada adiknya itu.
"Bagaimana bisa Rena seperti ini?" tanya Mark, sambil membantu petugas klinik mendorong tempat tidur dorong pasien menuju ke ruangan klinik.
"Semua ini gara-gara wanita gelandangan itu! dia yang memukul Rena dengan cambuk sampai seperti ini!" Karina mengadu kepada Mark.
Tapi mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Karina, Mark menghentikan langkahnya sejenak. Sampai dia jalan lagi, membantu mendorong tempat tidur dorong pasien itu.
Mark berpikir, mana mungkin Alisa bisa melakukan semua itu. Selama ini, dia bahkan tidak berani membantah apapun yang dikatakan oleh kedua adiknya. Bagaimana bisa dia memukul Rena.
"Ibu..."
"Kenapa masih bertanya pada ibu. Karina memang mengatakan yang sebenarnya. Lihat adikmu, Mark!"
Berta kembali menangis.
Bahkan ketika Karina di bawa masuk ke ruangan pemeriksaan. Berta masih ingin ikut masuk. Namun karena keterbatasan ruang, dua orang perawat meminta dia untuk menunggu di luar.
"Alisa, dia bagaimana bisa memukul Rena?" Mark kembali bertanya pada ibunya.
"Wanita gelandangan itu sudah tidak waras. Lihat apa yang dia lakukan pada Rena, Mark. Kamu harus beri dia pelajaran, hukum dia Mark. Ibu tidak terima, Rena dicambuk seperti itu! dia menangis terus, dia sangat kesakitan!" kata Berta yang langsung terpukul melihat kondisi adiknya.
Pak Mamat yang masih berada disana hanya melihat dan menyimak dari kejauhan. Kalau dipikir-pikir, nyonya besarnya itu sangat tidak adil.
Jika dia merasa apa yang terjadi pada anaknya itu sangat menyedihkan dan menyakitkan. Lalu, bagaimana dengan apa yang terjadi kepada Alisa selama 1 tahun ini. Dia dipukul, di tampar, disiram air panas, di tempelkan setrika panas, luka bakar, luka lebam, luka memar, luka sayatt dan tertusuk. Selama ini Alisa juga mengalami semua itu. Bahkan ketika dia hanya melakukan kesalahan kecil saja, hukuman dari nyonya besarnya itu sangat kejam.
Baru melihat anaknya seperti itu saja, dia sudah meminta keadilan. Minta Mark menghukum dengan sangat keras Alisa. Lalu, bagaimana dengan Alisa. Saat dia merasakan semua rasa sakit itu, tak ada yang memberikannya keadilan. Tak ada yang menghukum bahkan menegur pelakunya.
Pak Mamat hanya bisa menghela nafas panjang. Karena itu, dia sama sekali tidak menyalahkan Alisa untuk apa yang terjadi kepada Rena. Karena pak Mamat pikir, jika memang tidak ada satu orang pun yang memberi keadilan kepada Alisa. Maka, wanita itu berhak mencari keadilan untuk dirinya sendiri.
"Lalu bagaimana bisa, tidak ada satupun rumah sakit yang mau menerima Rena?" tanya Mark lagi.
Karina menggelengkan kepalanya bingung. Dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.
"Aku tidak tahu Mark. Aku sudah berusaha menghubungi pamanku dan meminta bantuannya, dia kenal dengan salah satu dokter yang ada di rumah sakit Bandar. Tapi, tetap saja katanya Rena tidak bisa diterima di sana!"
"Alasannya?" tanya Mark.
"Penuh, semua ruangan penuh dan tidak ada dokter yang bisa menangani Rena!" jawab Karina.
Mark yang merupakan seseorang yang punya pengalaman luas tentang masalah seperti itu. Merasa, kalau pastinya ada yang janggal dengan masalah ini. Mana mungkin, ada rumah sakit yang tidak bisa menerima pasien. Tidak mungkin juga, ada rumah sakit yang tidak ada dokternya sama sekali yang berjaga. Dan tidak mungkin juga, Rumah sakit dengan banyak sekali ruangan, bahkan ratusan ruangan rumah sakit Medika tidak bisa menerima satu pasien.
Mark segera menghubungi asistennya. Mencari tahu sebenarnya apa yang terjadi. Karena dia juga berpikir kalau adiknya tidak mungkin dirawat di klinik seperti ini. Klinik ini, hanya digunakan untuk pertolongan medis pertama saja, dengan keluhan ringan dan juga luka ringan. Sedangkan adiknya itu, memar di seluruh tubuhnya, pria sangat mengkhawatirkan.
Setelah beberapa saat, asisten pribadi Mark, Anggun. Datang menghampiri Mark.
"Tuan!"
"Bagaimana?" tanya Mark.
"Pemilik rumah sakit Medika..." Anggun terlihat ragu untuk bicara yang sebenarnya.
"Ada apa dengan pemilik Rumah sakit itu?" tanya Mark cepat.
"Dokter Amara, memasukan nama keluarga anda di blacklist rumah sakit Medika!"
"Apa?" Berta sangat terkejut.
"Mana mungkin boleh seperti itu?" tanya Karina.
Mark terlihat kesal, terakhir kali dia menemui dokter Amara. Dokter itu memang bicara sangat ketus padanya.
"Tapi, kenapa Rumah sakit lain tidak mau menerima Rena?" tanya Mark.
Anggun kembali terlihat ragu-ragu untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Karena, dokter Amara dan keluarganya memiliki saham yang sangat besar di ketiga Rumah sakit lain di kota ini, tuan!"
Mark mendengus kasar.
"Panggil pengacara!" kata Mark yang merasa apa yang dilakukan oleh dokter Amara sangat tidak etis dan ingin menuntutnya.
***
Bersambung...