NovelToon NovelToon
Embers Of The Twin Fates

Embers Of The Twin Fates

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Action / Romantis / Fantasi / Epik Petualangan / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: ibar

di dunia zentaria, ada sebuah kekaisaran yang berdiri megah di benua Laurentia, kekaisaran terbesar memimpin penuh Banua tersebut.

tapi hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, pada saat malam hari menjelang fajar kekaisaran tersebut runtuh dan hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Kenzie Laurent dan adiknya Reinzie Laurent terpaksa harus berpisah demi keamanan mereka untuk menghindar dari kejaran dari seorang penghianat bernama Zarco.

hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, kedua pangeran itu memiliki jalan mereka masing-masing.

> dunia tidak kehilangan harapan dan cahaya, melainkan kegelapan itu sendiri lah kekurangan terangnya <

> "Di dunia yang hanya menghormati kekuatan, kasih sayang bisa menjadi kutukan, dan takdir… bisa jadi pedang yang menebas keluarga sendiri <.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

di terima jadi murid sekte

Langit Sekte Gunung Langit telah kembali cerah ketika para peserta ujian perlahan dibubarkan untuk sementara waktu,

Namun ketenangan itu hanya untuk sementara waktu karena para tetua sedang melakukan diskusi khusus.

Nama Kenzie Laurent telah tertanam di pikiran semua orang.

Bukan sebagai jenius yang dielu-elukan.

Bukan pula sebagai murid unggulan yang dipuja.

Melainkan sebagai seseorang yang memiliki kekuatan yang tidak wajar.

Seseorang yang bahkan artefak sekte tidak mampu menilainya.

......................

Kenzie berjalan menyusuri koridor batu menuju paviliun murid sementara. Langkahnya stabil, napasnya teratur. Tidak ada kegelisahan di wajahnya—namun pikirannya bekerja tenang, seperti danau dalam.

Diterima…. Namun jalanku tidak menjadi lebih ringan.

Ia menatap telapak tangannya sekilas.

Ki-nya mengalir seperti biasa. Tidak liar. Tidak meledak.

Ia sudah lama terbiasa dengan itu.

Kalau Arvendel melihatku sekarang, pikirnya singkat.

Dia hanya akan berkata: “Jangan terkejut pada hasil dari latihan yang kau jalani dengan Susah payah.”

Tatapan-tatapan mengikuti langkahnya. Ada yang penasaran, ada yang iri, ada pula yang menyembunyikan ketakutan.

Kenzie tidak menanggapinya.

Ia sudah hidup terlalu lama dengan bayangan masa lalu untuk terganggu oleh penilaian sesaat.

“Oi, Kenzie!”

Suara itu menghantam punggungnya dengan ringan—tidak kasar, tidak juga sopan.

Kenzie menoleh.

Ryu Jin berjalan menghampiri dengan tangan di belakang kepala, senyum lebarnya nyaris tidak tahu tempat.

“Selamat,” katanya santai. “Kamu resmi jadi satu-satunya murid yang bisa menghancurkan properti sekte sebelum masuk.”

Kenzie menghela napas pelan. “Aku tidak berniat melakukannya.”

“Nah, itu yang bikin menakutkan,” sahut Ryu Jin cepat. “Kalau kamu niat, mungkin bangunan sekte ini akan ikut ambruk.”

Rava yang berjalan di belakang mereka mendengus. “Mulutmu itu seharusnya di cuci bersih dulu, sebelum bicara pada temanmu.”

“Tenang saja,” Ryu Jin meliriknya. “Kalau sekte hancur, kamu bisa membangunnya ulang pakai ototmu.”

Rava mengepalkan tinju. “Coba ulangi.”

Liera menepuk dahi kecilnya, menahan tawa. “Kalian ini… ujian baru selesai, sudah ribut.”

Ryu Jin mendekat sedikit ke Kenzie, menurunkan suara.

“Kau sadar tidak? Sejak tadi orang-orang menatapmu seperti kau bom waktu.”

Kenzie menjawab datar, “Aku sudah merasakannya.”

Ryu Jin berkedip. “Itu bukan jawaban yang meyakinkan.”

Sudut bibir Kenzie terangkat sangat tipis.

Dari kejauhan, Wulan Tsuyoki mengamati mereka.

Ia tidak ikut mendekat. Tapi terus mengamati dari belakan, "Bagus." pikirnya. "Ia tidak tenggelam oleh perhatian, dan tidak tertekan olehnya."

Saat itulah— Langkah mereka terhenti.

Seorang wanita berdiri di ujung koridor.

Rambut hitam panjang terikat rendah. Jubah putih keperakan jatuh sederhana, tanpa ornamen berlebihan—namun wibawanya membuat udara terasa lebih dingin.

Tatapannya tajam, namun tidak menekan.

Tenang. Terukur.

Wulan yang berada dibelakang langsung melangkah maju dan menunduk.

“Guru.” sahutnya memberi hormat

Kenzie merasakan perubahan halus di udara.

Wanita itu menatapnya langsung.

“Kau Kenzie Laurent,” ucapnya.

“Ya.”

“Namaku helen rowena.”

Nama itu membuat Ryu Jin refleks berdiri lebih tegak.

Rava menahan napas.

Liera terdiam.

Pendekar Pedang Teratai Salju. Pilar Sekte Gunung Langit.

“Aku mendengar artefak sekte rusak saat kamu menyentuhnya,” lanjutnya. “Ceritakan. Apa yang kau rasakan?”

Kenzie mengingat momen itu.

Tidak ada ledakan.

Tidak ada tekanan.

“…Tidak ada yang berbeda,” jawabnya jujur.

“Aku menyalurkan Ki seperti yang orang lain lakukan.”

 Suasana menjadi cukup hening sementara.

Helen menatapnya beberapa detik lebih lama.

“Jawaban itu tidak akan memuaskan para tetua,” katanya.

Wulan mulai menegang.

“Tapi bagiku,” lanjutnya, berbalik, “itu cukup.”

Ia melangkah pergi.

“Jika kau ingin mempelajari pedang,” tambahnya tanpa menoleh,

“datang ke tempat ku besok pagi.”

Kenzie berdiri diam.

Untuk pertama kalinya sejak tiba di sekte ini—

ia merasa dipilih dengan sadar, bukan diuji.

......................

BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Dentang lonceng sekte menggema ke seluruh lereng Gunung Langit.

Bukan sebagai panggilan biasa.

Melainkan sebagai panggilan keputusan hasil ujian.

Para peserta yang telah lolos ujian tahap ketiga berkumpul kembali di Lapangan Batu Putih.

Tidak ada formasi tempur.

Tidak ada aura penindasan.

Hanya keheningan yang menunggu kata berikutnya.

Para tetua berdiri di atas podium batu.

Salah satu dari mereka melangkah maju.

“Ujian penerimaan Sekte Gunung Langit,” ucapnya berat,

“secara resmi berakhir di tahap ketiga.”

Hening.

“Ujian tahap keempat,” lanjutnya,

“dibatalkan.”

Riuh rendah langsung menyebar, tak tertahan.

Ryu Jin menoleh cepat ke Kenzie.

“…Hah?”

Rava mengerutkan dahi. “situasi ini belum pernah terjadi.”

“Keputusan ini,” suara tetua itu meninggi sedikit, “diambil bukan karena belas kasihan” Tatapannya menyapu lapangan. “—melainkan karena kehadiran seorang yang muncul di tahap ketiga.”

Beberapa murid menelan ludah.

“Artefak sekte hancur,” lanjutnya.

“Bukan karena kesalahan, melainkan karena ketidakmampuannya menilai sesuatu di luar skala besar.”

Tatapan itu berhenti sejenak pada Kenzie.

Namun ia tidak disebut namanya.

“Karena itu,” tetua tersebut mengangkat tangan, “seluruh peserta yang lolos tahap ketiga dinyatakan diterima sebagai murid Sekte Gunung Langit.”

Kelegaan meledak.

Ada yang menghela napas panjang.

Ada yang terduduk.

Ada yang menunduk syukur.

Liera menutup mulutnya. “Syukurlah…”

Rava mengepalkan tangan pelan. “Setidaknya semua jerih payah itu tidak sia-sia.”

Ryu Jin menyeringai. “Jadi kita resmi satu sekte sekarang… Kecuali dia yang menjadi murid private.”

Ia menunjuk Kenzie dengan ibu jari.

Kenzie tetap diam.

“Untuk satu murid,” suara tetua kembali terdengar, “keputusan telah dibuat lebih awal.”

Hening kembali turun.

“Kenzie Laurent,” ucapnya akhirnya. “Statusmu sebagai murid sekte telah disahkan sebelumnya melalui keputusan bersama para tetua.”

Tidak ada sorak.

Tidak ada tepuk tangan.

Hanya penerimaan dingin—seperti khas sekte.

“Namun jalur latihanmu,” lanjutnya, “akan berada di luar sistem reguler. Kau akan diajarkan langsung oleh tetua Helen rowena”

Wulan Tsuyoki menatap ke depan, tenang.

“Anggap ini bukan keistimewaan,” tambah sang tetua, “melainkan penyesuaian atas kekuatan yang kamu miliki, kami para tetua belum memahami sepenuhnya tingkat jiwamu”

para murid yang hadir mulai merasakan bahwa kekuatan mereka, jika berhadapan dengan Kenzie mungkin akan terlihat sangat jauh perbedaannya.

Mereka hanya bisa menerima kenyataan pahit itu dan akan berlatih lebih giat lagi karena mereka tak mau menjadi bayangan yang hidup di belakang Kenzie.

......................

DI TEMPAT LAIN

Seorang pria mudah berambut hitam panjang bercorak merah di setiap helai rambutnya. duduk bersilah menutup mata, sedangkan di bagian sebelahnya seorang wanita cantik sedang melakukan gerakan tarian berpedang.

Mereka adalah reinzie dan chelsea yang masih memilih menetap di dalam ruangan di balik air terjun.

Kirmion yang terlihat di tempat itu, memberikan arahan pada keduanya, ia mengajarkan reinzie cara mempelajari teknik jurus pedang ashura, sedangkan chelsea, ia hanya mendapatkan bimbingan dari kirmion untuk mengontrol energi Ki agar tetap terjaga saat melakukan serangan.

"Reinzie ikuti pose dan gerakan yang telah ada di pikiranmu itu dan alirkan energi Ki kebagian tangan, fokuskan pikiranmu agar tak mengganggu keseimbangan konsentrasimu" kata kirmion pada reinzie yang sedang berlatih di pikirannya sendiri.

"Chelsea ubah alunan pedangmu menjadi lebih halus dan stabil agar gerakanmu lebih tajam sehingga daya serangannya bertambah kuat" kata kirmion memberikan arahan serta bimbingan pada chelsea.

"kalian memilih menetap di sini untuk sementara waktu dan belajar lebih dalam lagi, itu sangat bagus. Tapi ingat setelah kalian selesai dan telah menguasai sepenuhnya jurus kalian.. Perjalanan ini tidak boleh ditunda, kalian harus pergi sesegera mungkin ke bagian Utara." kata kirmion memperingati.

"baik kami siap" ucap chelsea

"baik kami siap" ucap reinzie

Mereka menjawab dengan secara bersamaan.

Walaupun reinzie ada di dalam alam bawah sadarnya ia tetap mendengarkan perkataan tersebut.

1
أسوين سي
💪💪💪
أسوين سي
👍
{LanLan}.CNL
keren
LanLan.CNL
ayok bantu support
أسوين سي: mudah-mudahan ceritanya bagus sebagus Qing Ruo
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!