Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.
Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.
Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Kirana terbangun.
Napasnya memburu. Ruangan gelap, dan suara detik jam terasa sangat pelan.
Cermin kecilnya kini retak lebih parah.
Dan di permukaannya, bukan pantulan dirinya. Tapi gadis itu. Masih Kirana, tapi... bukan Kirana.
---
Hari berikutnya, Kirana menyusun semua petunjuk. Ia mendatangi sahabat-sahabatnya. Kali ini bukan untuk mencari arwah luar—tapi untuk menceritakan rahasia terdalamnya.
“Aku selama ini... selalu ingin terlihat kuat di depan kalian,” ujarnya dengan mata basah. “Padahal aku sering takut. Takut kehilangan. Takut sendirian. Takut... gak dianggap.”
Kezia menatapnya. “Kir, kita semua punya rasa takut. Tapi kamu gak perlu hadapi semua itu sendirian.”
“Bener,” sambung Diriya. “Bahkan yang kamu sebut bayangan... bisa hilang kalau kita terangin bareng-bareng.”
Kirana mengangguk. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa tidak perlu menyembunyikan sisi rapuhnya.
---
Malam terakhir.
Di kamar, Kirana duduk di depan cermin. Kali ini ia tidak takut. Ia menyalakan lilin, dan bicara langsung pada bayangan yang muncul di sana.
“Kalau kamu memang bagian dari aku... maka kamu juga bisa sembuh bersamaku.”
Bayangan itu diam. Mata hitamnya berkedip.
“Kita tidak perlu saling menggantikan. Kita bisa menyatu. Tapi dengan kebaikan, bukan ketakutan.”
Dan perlahan… bayangan itu tersenyum.
Tidak mengerikan. Tapi tenang.
Ia melangkah ke depan cermin… dan menghilang.
Retakan cermin lenyap.
Dan malam terasa seperti malam biasa.
Sudah seminggu sejak malam Kirana menghadapi cerminnya sendiri.
Sejak saat itu, semuanya terasa berbeda.
Ia bisa tidur lebih tenang. Tidak lagi diganggu bisikan, bayangan, atau mimpi aneh.
Tapi di balik ketenangan itu, Kirana tahu:
Semua ini bukan berakhir, hanya diam sementara.
Dan ia perlu tahu—kenapa semua ini terjadi pada dirinya.
---
Suatu siang, Kirana kembali ke toko antik.
Pak Wiryo menyambut dengan tatapan yang tidak seperti biasanya. Ada kegelisahan. Ada keraguan.
“Kirana... aku tahu kamu akan datang.”
“Aku ingin tahu, Pak. Semuanya. Kenapa aku bisa melihat arwah. Kenapa sejak kecil aku... selalu melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain.”
Pak Wiryo tidak langsung menjawab. Ia mengambil sebuah kotak kayu kecil dari bawah meja.
Ia buka perlahan.
Di dalamnya ada foto lama—hitam putih. Seorang perempuan muda berdiri di depan rumah joglo kuno. Ia mengenakan kebaya, rambut disanggul rapi. Di lengannya... ada bayi perempuan mungil.
“Siapa ini?” tanya Kirana sambil menatap bayi di foto.
Pak Wiryo menarik napas. “Itu ibumu... dan kamu.”
---
Kirana membeku.
“Tapi... kenapa foto ini seperti dari zaman dulu?”
Pak Wiryo duduk di bangku kayu tua.
“Ibumu, Sari, bukan perempuan biasa. Ia cucu dari penjaga gerbang spiritual di wilayah Gunung Surohaji. Ia mewarisi kemampuan yang... tak semua orang sanggup menanggungnya. Dan saat ia melahirkanmu, kami tahu... kekuatan itu berpindah.”
Kirana menunduk. “Tapi kenapa aku tidak tahu? Kenapa Mama tidak pernah bilang?”
“Ibumu melarikanmu dari lingkungan itu karena ingin kamu tumbuh normal. Ia tahu dunia ini takkan memahami anak kecil yang bisa melihat makhluk tak kasatmata. Tapi... kekuatan tidak bisa dibuang. Ia akan terus tumbuh... dan menarik roh-roh yang ‘mengenal’ darah itu.”
---
Kirana gemetar.
“Jadi... sejak awal, semua ini karena aku memang... berbeda?”
Pak Wiryo mengangguk.
“Kau adalah perantara. Bukan hanya bisa melihat, tapi bisa membuka... dan menutup jalan antara dunia ini dan yang lain.”
“Tapi kenapa baru sekarang terasa kuat?”
“Karena kamu sudah melewati cukup rasa takut dan kehilangan. Rasa-rasa itu seperti pintu. Ketika terbuka... kekuatanmu juga ikut terbuka.”
---
Malam harinya, Kirana merenung di kamar.
Ia memegang foto lama itu. Sosok ibunya terlihat tenang dan kuat.
Tapi Kirana tahu... hidup ibunya pasti berat.
Dan kini, warisan itu ada di tangannya.
Di luar kamar, angin tiba-tiba bertiup kencang.
Jendela terbuka sendiri.
Kirana berdiri, menutupnya.
Tapi saat ia menoleh...
Ada seorang perempuan berdiri di dekat ranjang.
“Ma...ma?” bisik Kirana.
Sosok itu tidak menjawab. Tapi dari matanya yang berkaca, Kirana tahu...
Itu adalah arwah ibunya.
---
“Sudah waktunya kamu tahu semua, Kirana,” kata arwah itu dengan suara lembut.
“Aku hanya ingin kamu punya hidup normal. Tapi dunia sudah memilihmu.”
“Aku takut, Ma...” bisik Kirana, air matanya jatuh.
“Tak apa takut. Tapi jangan lari.”
Dan pelan-pelan... arwah itu menghilang dalam pelukan cahaya.
---
Esok harinya, Kirana memutuskan satu hal.
Ia akan melatih kemampuannya. Bukan hanya menunggu dan bertahan, tapi belajar memahami dunia roh.
Ia kembali ke toko antik, meminta Pak Wiryo menjadi pembimbing.
“Aku siap, Pak. Kalau ini memang jalanku, aku tidak mau lagi hanya jadi penonton ketakutan.”
Pak Wiryo tersenyum.
“Kalau begitu, kita mulai dari dasar. Tapi ingat... melihat bukan berarti harus selalu ikut campur. Tugasmu adalah menjaga keseimbangan.”
---
Dan sejak hari itu…
Kirana bukan hanya gadis yang melihat hantu.
Tapi seorang penjaga.
Penengah.
Perantara dua dunia.
Tapi ia belum tahu…
Ujian berikutnya akan datang lebih cepat dari yang ia kira.
bersambung
semangat Thor berkarya itu tidak mudah salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️🙂🙏
lanjutkan Thor semangat 💪 salam sehat selalu 👍❤️🙂🙏