NovelToon NovelToon
World Of Cyberpunk: Neo-Kyoto

World Of Cyberpunk: Neo-Kyoto

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Perperangan / Robot AI
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: FA Moghago

Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.

Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.

WORLD OF CYBERPUNK: NEO-KYOTO

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Duel yang Tak Terhindarkan

Malam itu, setelah seharian penuh dengan pelajaran dan latihan, Kaelen berjalan sendirian di jalanan sepi di pinggiran kompleks sekolah. Angin malam berdesir, membawa serta aroma metal dari gedung-gedung di sekitarnya. Tiba-tiba, ia dikepung. Pemuda berambut ungu dari kantin, yang mencoba membulinya, berdiri di depannya dengan seringai jahat. Di belakangnya, empat murid lain berdiri, semuanya memiliki postur tubuh yang mengancam.

"Hei, kurir," kata pemuda itu, suaranya dipenuhi oleh kebencian. "Kau pikir kau bisa lolos? Aku akan memastikan kau tidak akan pernah bisa berlatih lagi."

Mereka semua mengeluarkan senjata mereka, siap untuk menyerang. Kaelen menggenggam Katana Jiwa dengan erat, bersiap untuk bertarung. Namun, sebelum mereka bisa menyerang, sebuah suara tegas menghentikan mereka.

"Apa yang kalian lakukan?!" teriak Mita, yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. Ia memegang tongkatnya dengan erat, matanya menyala. "Di area sekolah, bertarung itu dilarang keras!"

Pemuda berambut ungu itu tertawa sinis. "Ini bukan urusanmu, gadis."

"Ini urusanku, karena kalian berani menyakiti temanku!" balas Mita. "Jika kalian berani, kenapa tidak bertarung di Duel Xeas? Duel resmi yang dinaungi sekolah. Kalian bisa bertarung satu lawan satu di sana, dan sekolah tidak akan ikut campur."

Mendengar itu, mereka ragu. Duel Xeas adalah hal yang serius. Namun, mereka menolak. Mereka ingin menyerang Kaelen secara bergerombol, bukan satu lawan satu.

Sebelum pertarungan dimulai, Patra muncul, di belakangnya berdiri beberapa murid lain yang berbadan besar. Mereka semua adalah teman-teman Patra dari daerah pinggiran. Patra menatap mereka dengan tatapan dingin.

"Kau mau main-main dengan kami?" kata Patra, suaranya dalam. "Atau kau mau mencari masalah yang lebih besar?"

Pemuda berambut ungu itu mundur, ia tahu ia kalah jumlah. Ia menggerutu, lalu pergi dengan kelompoknya, meninggalkan Kaelen, Mita, dan Patra.

Setelah insiden itu, Kaelen dan teman-temannya duduk di kursi taman. Mita masih menggerutu. "Aku tidak percaya mereka berani melakukannya! Di mana peraturan sekolah?"

"Tenanglah, Mita," kata Patra. "Mereka hanya orang-orang pengecut."

Kaelen tersenyum, merasa bersyukur. "Terima kasih, kalian berdua."

"Tidak masalah, Kaelen," balas Mita. "Kita adalah teman, kan?"

Kaelen mengangguk. Ia tidak menyangka, di sekolah ini, ia bisa menemukan teman-teman yang begitu peduli padanya.

Kabar tentang ujian kenaikan kelas mulai beredar. Ujian itu akan menentukan apakah mereka layak naik ke kelas berikutnya. Kaelen tahu, ia harus meningkatkan kemampuannya.

"Ayo berlatih bersama," ajak Patra. "Aku sudah melihat cara bertarungmu. Kau memiliki potensi, tapi kau perlu lebih banyak teknik."

Kaelen mengangguk setuju. Mita juga bergabung, bersemangat. Mereka bertiga pergi ke ruang pelatihan, tempat mereka bisa berlatih tanpa gangguan.

Mereka berduel satu sama lain. Kaelen melawan Patra, Mita melawan Kaelen, Patra melawan Mita. Kaelen, dengan Katana Jiwa, belajar mengandalkan kecepatannya. Patra, dengan sarung tangan besinya, belajar mengandalkan kekuatannya. Mita, dengan tongkatnya, belajar mengandalkan kelincahannya.

Mereka berlatih keras, setiap hari, sampai tubuh mereka terasa lelah. Mereka belajar dari satu sama lain, saling memberikan saran, dan saling mendukung.

Setelah latihan yang melelahkan, mereka pergi ke kantin. Saat mereka sedang makan, pemuda berambut ungu itu muncul. Namun, kali ini ia tidak berani mendekat. Ia hanya mencaci maki Kaelen dari kejauhan.

"Hei, kurir! Kau tidak bisa bertarung!" teriaknya. "Kau hanyalah orang-orang buangan dari pinggiran!"

Hampir seluruh kantin tertawa. Mita dan Patra, yang merasa geram, berdiri. Namun, Kaelen menghentikan mereka. Ia berdiri, dan ia berjalan ke arah pemuda itu.

"Jika kau ingin bertarung," kata Kaelen dengan suara tegas, "terimalah tantanganku. Duel Xeas."

Pemuda itu terkejut. Ia tidak menyangka Kaelen akan berani mengajaknya berduel. Namun, karena ia sudah terlanjur membanggakan diri di hadapan teman-temannya, ia dengan berat hati menyetujui.

"Baiklah," katanya, "aku terima tantanganmu. Duel kita akan dilaksanakan di Arena Xeas 08. Aku akan memastikan kau tidak akan bisa berdiri lagi."

Semua orang di kantin terdiam. Pertarungan antara Kaelen, seorang kurir yang diremehkan, dan seorang pemuda yang populer, akan segera terjadi. Instruktur yang bertanggung jawab mengumumkan jadwal duel, dan para murid, penasaran, mulai merencanakan untuk menonton.

Kaelen tahu, ini bukan hanya duel. Ini adalah pertarungan untuk harga dirinya. Pertarungan untuk membuktikan bahwa ia layak berada di Qpo Xeas, dan ia layak menjadi MUT.

Suara riuh memenuhi Arena Xeas 08. Di setiap sudut, para murid memenuhi tribun, tidak sabar menyaksikan duel yang telah menjadi pembicaraan di seluruh sekolah. Para instruktur, termasuk yang bertanggung jawab atas kelas 1.3, duduk di balkon khusus, mengawasi jalannya pertandingan. Di tengah arena, yang terbuat dari material siber padat, berdiri Kaelen dan lawan duelnya, pemuda berambut ungu bernama Drakon.

Drakon menyeringai. "Aku tidak tahu kau akan berani menerima tantanganku, kurir. Tapi aku janji, kau akan menyesalinya."

"Aku tidak datang untuk menyesal," balas Kaelen, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Aku datang untuk bertarung."

Patra dan Mita duduk di kursi penonton, mata mereka penuh kekhawatiran. "Kaelen tidak bisa kalah," bisik Patra. "Dia harus menang."

Mita mengangguk. "Dia kuat, aku tahu itu. Tapi dia masih kurang pengalaman."

Lonceng berbunyi, menandakan duel dimulai. Drakon langsung menyerang dengan cepat. Ia mengeluarkan sebuah pedang siber, dan ia mengayunkannya dengan kekuatan yang luar biasa. Kaelen, dengan Katana Jiwa-nya, menghindar dengan gesit. Ia tahu ia tidak bisa melawan kekuatan Drakon secara langsung. Ia harus mengandalkan kecepatannya.

Namun, Drakon tidak hanya kuat, tetapi juga cerdik. Ia memprediksi gerakan Kaelen dan berhasil memukulnya, membuatnya jatuh ke tanah. Para penonton bersorak, mengejek Kaelen.

"Lihat! Dia hanya seorang kurir!" teriak salah satu dari mereka.

Patra dan Mita mengepalkan tangan mereka. Mereka tahu, Kaelen lebih dari itu. Ia hanya perlu menemukan kekuatan di dalam dirinya.

Kaelen terbaring di tanah, napasnya terengah-engah. Ia melihat Katana Jiwa di sampingnya. Ia ingat mimpi buruknya, ia ingat Katana Jiwa, dan ia ingat Elias. Ia ingat alasan mengapa ia datang ke Qpo Xeas. Ia tidak datang untuk kalah. Ia datang untuk menjadi lebih kuat.

Dengan tekad yang kuat, ia bangkit. Ia mengambil Katana Jiwa, dan pedang itu bersinar dengan cahaya keemasan yang terang. Semua orang di arena terkejut. Mereka tidak pernah melihat pedang seperti itu.

Drakon, yang juga terkejut, kembali menyerang. Namun, kali ini, Kaelen berbeda. Ia tidak lagi hanya menghindar. Ia membalas serangan. Ia mengayunkan Katana Jiwa, dan pedang itu mengeluarkan gelombang energi yang kuat, membuat Drakon terhuyung.

"Apa... apa itu?" bisik Drakon. "Pedang itu..."

Kaelen tidak menjawab. Ia menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, membuat Drakon kewalahan. Ia menggunakan Katana Jiwa untuk menangkis serangan Drakon, dan ia menggunakan gerakan-gerakan yang ia pelajari dari buku-buku tua yang ia temukan di reruntuhan Neo-Kyoto.

1
Yusi Yustiani
Next...
Isa Tawaf
Semangat thorrr🔥🔥🔥
Isa Tawaf
Next thorrrr🔥
Nomaero
Fress banget Thor ini🥶
Nomaero
Nanggung😌
Asep Opow
Lanjutkan jngan kasih kendor thoorrrr
Asep Opow
🤯🤯🤯
Hidden
Semangat Thor 😁
Hidden
Mati semua kah??
Arifah Hidayat
Lanjutkannya ditunggu Thor udh tambah ke rak buku hehe
Arifah Hidayat
Mantep nih
Amrullah Algifari
moga up nya konsisten😁
Amrullah Algifari
Next next
Alvin Mirza
Next lanjutkan thorrrrr
Alvin Mirza
Next Thor masih penasaran, ga mungkin sampe sini ka?🤣
Alvin Mirza
Thor becanda
Alvin Mirza
pembawaan karakternya bagus
Alifa Alfatunisa
Aku suka cerita yg alurnya fantasi, kebanyakan rata2 alurnya hampir sama, TPI ini beda baru Nemu ada author yg buat cerita tema cyberpunk.
Keren Thor Aku ikutin novelnya😉😉😉
Alifa Alfatunisa
ditunggu lanjutannya Thor😉
Alifa Alfatunisa
MC Mati beberapa chapter🙃
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!