"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah baru saja keluar dari kelas. Anin yang merasa lemas, melipat kedua tangannya di meja dan menyembunyikan wajahnya di sana. Entahlah, dari tadi pagi kepala Anin benar benar terasa pusing.
"Nin, kantin yok..." Ajak Barra yang masih sibuk mengemasi buku bukunya ke dalam tas.
Anin tidak menoleh. "Duluan aja Barr" Sahutnya singkat.
Barra melirik Anin yang kini tengah bersedekap di atas meja. Barra berdiri, kemudian berjalan dan duduk di kursi yang ada di samping Anin. "Lo sakit Nin?" Tebak Barra.
Anin mengangkat kepalanya lesu sembari melirik ke arah Barra. "Enggak kok Bar, lagi pusing aja" Sahut Anin tidak bersemangat.
"Lo udah makan?" Tanya Barra.
"Hm.Cuma sarapan sama roti doang tadi pagi"
"Astaga Anin. Yaudah, sekarang ikut gue ke kantin. Jangan bantah, kalo nggak mau gue aduin lo sama si Elang alias si El ngeselin mau?" Ancam Barra kemudian memegang lengan Anin untuk berdiri.
Anin menghembuskan nafas pasrah. Pada akhirnya Anin memilih berdiri mengikuti Barra berjalan menuju kantin untuk mengisi perutnya yang kosong.
Barra memang sahabat terbaik Anin selain El. Anin juga bersyukur bisa bertemu dengan Barra saat Anin dan El justru berbeda jurusan bahkan berbeda Fakultas yang artinya gedung mereka tentu saja berbeda hingga membuat mereka tidak bisa ke mana mana berdua seperti pada masa SMA dulu.
"Lo mau pesan apa?" Tanya Barra saat mereka sudah duduk di salah satu kursi yang ada di kantin.
"Bakso aja" Sahut Anin.
"Nggak usah. Nasi goreng aja. Lo dari pagi belum makan nasi" Bantah Barra.
"Yaudah sih kalo gitu ngapain nanya!" Celetuk Anin memutar bola matanya malas.
"Hehehe" Barra hanya cengenesan kemudian berjalan memesan makanan.
***
Anin dan Barra baru saja kembali dari kantin. Mereka kembali duduk di kursi masing masing setelah sampai di kelas. Namun, kening Anin tertaut saat mendapati sebuah kotak di atas mejanya.
Anin memperhatikan suasana sekitar kelas. Lantas, mengambil kotak tersebut.
"Makanan?" Lirih Anin pelan saat Anin membuka isi kotak tersebut.
Anin kemudian mengambil sebuah surat yang juga ada di dalam sana.
"Hai Anin. Apa kabar? udah lama ya kita nggak ketemu. Aku dengar, sekarang kamu kuliah di Jakarta ya. Aku sering liat kamu dari jauh. Aku rindu. Jangan lupa makan ya, jaga kesehatan. Dan jangan sedih terus, ntar cantiknya ilang" ~D
"D?" Kening Anin tertaut. Anin benar-benar merasa bingung mencoba berfikir apa maksud dari inisial D? siapa yang mengirim ini pada Anin?
"Kenapa Nin?" Tanya Barra yang sudah duduk belakang Anin.
Anin menoleh ke arah belakang. Tangannya menunjukkan kotak makanan yang dia pegang pada Barra.
"Ini bar. Ada kotak makanan. Tapi aku nggak tau dari siapa" Sahut Anin memperhatikan kotak makanan tersebut.
Barra memperhatikan kotak makanan tersebut. Kemudian dia berdiri, mengambil dan membaca surat yang ada di tangan Anin. Barra marampas kotak makanan tersebut dari tangan Anin.
"Jangan di makan Nin. Kita nggak tau ini dari siapa. Sekarang anak-anak udah banyak yang tau tentang hubungan lo sama Stevan. Dan kita juga nggak tau apa yang ada di fikiran mereka sekarang, apalagi penggemar berat Stevan. Lebih baik hati hati" Barra berjalan menuju tong sampah kemudian membuang makanan tersebut ke tempat sampah tanpa ragu.
Anin masih terdiam di tempat memikirkan ucapan Barra. Apa yang dikatakan Barra juga ada benarnya. Cotohnya saja Meisya, gadis itu bahkan tidak segan segan berbuat kasar pada Anin. Tapi Anin penasaran dengan inisial D yang ada di surat tersebut. "D?" Lirih Anin masih berfikir.
...🌼🌼🌼...
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten