"Dendam bukan jalan keluar. Tapi bagiku, itu satu-satunya jalan pulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Sosok gagah itu kini menatapnya tajam. Seketika, Nyi Pelet Peteng teringat akan cerita gurunya dan ia pun terkejut.
“Apakah... apakah kau Pendekar Iblis?” tanyanya memastikan, suaranya bergetar oleh rasa tak percaya.
“Aku Raka,” jawab pemuda itu penuh amarah. “Dan Pendekar Iblis hanyalah gelar sampah...!”
Jawaban itu mengejutkan semua pendekar yang hadir, termasuk Racun Barat. Selama ini mereka hanya mendengar kabar angin tentang sosok mengerikan itu. Kini, Pendekar Iblis berdiri di hadapan mereka nyata. Tatapan mereka nanar, penuh penasaran dan kewaspadaan. Mereka ingin tahu, sehebat apa sebenarnya tokoh yang konon pernah mengguncang dunia persilatan itu. Maka, tidak ada satu pun yang mengganggu ketegangan yang menggantung di atas pentas.
“Hahahaha... jadi sekarang aku berhadapan langsung dengan Pendekar Iblis!” seru Nyi Pelet Peteng dengan nada mengejek.
“Jelas kau dikirim ke sini untuk mati di tanganku!”
Ia melanjutkan dengan suara tajam, “Cepat katakan di mana Datuk Pengemis Nyawa! Atau nyawa busukmu akan ku jadikan permainan!”
“Cuiiiihhh! Besar sekali omonganmu, anak muda!” bentak Nyi Pelet Peteng, lalu melompat menyerang.
“Hiat!”
“Gada Buda!” teriak Raka. Tanpa ragu, ia langsung mengerahkan separuh tenaga dalamnya amarahnya membuncah. Hembusan angin keras pun menghantam telapak tangan Nyi Pelet Peteng hingga dia terjungkal ke belakang dan bersalto agar bisa berdiri tegak kembali.
Tak cukup sampai di situ, Raka melompat tinggi ke udara, lalu dari atas dia mengirimkan pukulan jarak jauh.
"Gada Buda...!!"
Seiring teriakan itu, angin deras menderu dari kepalan Raka, menghantam tubuh Nyi Pelet yang melompat ke sana-kemari menghindari udara padat yang sangat keras itu.
BLEMMM… BLEMMM… BLEMMM…!
Serangan itu menghantam dasar panggung hingga membengkak di sana-sini, seolah dijatuhi batu sebesar gajah dengan kecepatan tinggi. Bukan hanya para pendekar biasa yang terperangah, bahkan Racun Barat pun tak kalah terkejut. Ia tahu bahwa ilmu Gada Buda hanya ada di negeri seberang, sangat jauh dari tempat itu. Dan kini, di hadapannya, seorang pemuda menguasai ilmu ciptaan Biksu.
"Sabit Bulan…!!"
teriak Raka sambil menendang ke udara. Dari tendangannya, menderu cahaya besar berbentuk bulan sabit, meluncur menuju tubuh Nyi Pelet. Tak ada cara lain baginya kecuali menceburkan diri ke dalam danau...
BLARRRRRRR!
Pentas beton itu retak dan pecah seketika… seolah dihantam oleh pedang raksasa dari langit. Semua orang kembali terperangah. Tubuh Nyi Pelet Peteng tenggelam ke dalam air danau.
Namun perhatian mereka segera teralih saat melihat tubuh Raka mengambang di udara. Bahkan Racun Barat sekalipun tak pernah bisa melakukan hal seperti itu. Kekaguman berubah menjadi kepanikan ketika Raka berteriak lantang, “BELIUNG SAMUDRA!”
Hembusan angin kencang pun menderu, mengguncang tempat itu dan menghantam permukaan danau dengan dahsyat. Tak pelak, tubuh Nyi Pelet Peteng terlontar dari dalam danau, terlempar tinggi ke udara.
Tanpa membuang waktu, Raka melesat cepat dan menghujamkan tendangan kuat.
BUK!
Tubuh Nyi Pelet terpental keras ke arah pentas beton.
BLEMMM!
Betapa dahsyatnya tendangan Raka hingga tubuh itu terbenam setengah jengkal ke dalam beton yang kokoh.
Semua orang terdiam, terperangah… lalu meringis ngeri melihat kedahsyatan serangan itu.
Nyi Pelet Peteng menyeringai kesakitan. Seluruh tulangnya terasa remuk, membuatnya tak mampu bergerak. Raka mendarat di samping tubuhnya yang tergeletak.
“Di mana Datuk Pengemis Nyawa?!” bentak Raka tajam.
Nyi Pelet meringis, menahan rasa sakit dan ketakutan. Baru saat itulah ia menyadari kenapa gurunya dulu begitu gentar pemuda ini memang luar biasa.
“Bunuh saja aku! Aku tidak akan pernah menyebutkan keberadaan Datuk Pengemis Nyawa!” teriak Nyi Pelet Peteng dengan sisa-sisa keberaniannya.
Wajah Raka mengeras, amarahnya memuncak. Ia meraih bongkahan beton di sebelahnya, lalu menghantamkannya ke kaki Nyi Pelet.
"AAAAAHHHHH!"
Jeritan histeris Nyi Pelet menggema, menyayat hati siapa pun yang mendengarnya. Para saksi di sekitar hanya bisa meringis ngeri, tak sanggup menahan perih di hati.
Kini, yang tersisa di tempat itu hanyalah para pendekar. Warga telah lari tunggang langgang karena ketakutan. Sebagian bahkan dipaksa meninggalkan lokasi oleh prajurit kerajaan demi menghindari korban yang tak bersalah. Putri Racun Barat pun telah diamankan oleh pasukan istana.
“Cukup, Tuan! Hentikan siksaan itu…!!” teriak Bintang Kusuma dengan penuh emosi.
"Jangan ikut campur...!" bentak Raka sambil mengibaskan sebelah tangannya.
WUUUUSSHHH!
Hembusan udara panas yang tajam melesat, membuat Bintang Kusuma terbelalak. Racun Barat segera menyadari adanya ancaman nyata terhadap calon menantunya.
Ia segera bertindak, mengibaskan tangannya dengan cepat. Angin kuat menderu, menghempas serangan Raka dan menetralisir nya. Namun, Raka tampak tak memedulikan kejadian itu. Pandangannya tetap terfokus pada tubuh Nyi Pelet Peteng yang tergeletak tak berdaya.
Racun Barat mendekati Bintang Kusuma.
"Terima kasih, Tuan," ucap Bintang Kusuma.
"Kau jangan ikut campur urusan orang. Dia sedang terbakar emosi," jawab Racun Barat dingin.
"Tapi saya tidak tega, Tuan..."
"Kalau kau tidak tega, lebih baik jangan saksikan. Tinggalkan tempat ini!" bentak Racun Barat, membuat Bintang Kusuma tergagap. Calon menantunya pun tampak terkejut.
Nada suara Racun Barat mendadak melunak.
"Aku juga tidak tega. Tapi tak mungkin menghalangi pemuda itu. Dia pasti punya urusan penting dengan Datuk Pengemis Nyawa. Dan satu hal lagi yang harus kau ingat pemuda itu jugalah yang telah membuatmu memenangkan sayembara ini," terang Racun Barat tenang namun tegas.
lanjut dong