Cerita ini season dua dari Istri Kesayangan Bule Sultan. Bercerita tentang perseteruan antar ayah dan anak yang berlomba-lomba merebut perhatian Mommy nya.
"Hari ini Mommy akan tidak bersama ku."
"Tidak! Mommy milik adek!"
"Kalian berdua jangan bertengkar karena karena Mommy akan tidur dengan Daddy, bukan dengan kalian berdua."
"Daddy!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Jk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagus 18
Maizah pulang malam, bukan baru pulang dari acara reuni saja. Acara itu selesai enggak terlalu sore. Tapi Maizah ingin mengajak anak-anak pergi ke mesjid 99 Kuba di kota Makassar.
“Aku gak mau langsung pulang,” bisik Maizah pada Arvid saat mereka berjalan menuju mobil yang sudah menunggu mereka.
Arvid menoleh, menunggu lanjutan kalimat istrinya.
“Aku mau ajak anak-anak ke Masjid 99 Kubah,” lanjutnya pelan. “Kita udah di Makassar, dan mereka belum pernah lihat langsung. Kayaknya… sekarang waktu yang tepat.”
Arvid tidak berkata apa-apa, hanya mengangguk pelan dengan senyuman tipis. Itu cukup. Maizah tahu bahwa suaminya setuju.
Di dalam mobil setelah memastikan kedua putra memakai sabuk pengaman dengan baik Maizah pun mengatakan keinginan pada mereka.
"Anak-anak, kita gak langsung pulang yahh. Mommy mau ajak kalian ke mesjid 99 Kuba." Ujar Maizah.
"99 Kuba?" Tanya Aidan.
"Iya, mesjid yang memiliki 99 Kuba. Besar dan indah sekali. Kita ke sana sebentar, lihat-lihat, terus salat maghrib bareng, ya?”
Matthew hanya diam tapi matanya langsung berbinar. Ia belum pernah mendengar nama masjid itu, tapi melihat ekspresi antusias mamanya saja sudah cukup membuatnya ikut semangat.
“99 kubah? Itu… banyak banget, Mommy!” Aidan berseru.
“Iya. Kubahnya jumlahnya sesuai dengan nama-nama indah Allah, yang disebut Asmaul Husna. Setiap kubah merepresentasikan satu nama Allah,” jelas Maizah.
"Wahhh.. Aidan penasaran ingin melihatnya!" Seru Aidan bersemangat.
Perjalanan dari lokasi reuni menuju Masjid 99 Kubah memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Mobil melintasi berbagai jalan utama, melewati aneka toko, rumah makan, dan gedung perkantoran. Namun ketika mereka mulai mendekati kawasan Center Point of Indonesia, suasana berubah.
“Lihat ke sana!” seru Maizah tiba-tiba sambil menunjuk ke luar jendela.
Dari kejauhan, terlihat siluet Masjid 99 Kubah berdiri megah di tepi laut. Kubah-kubahnya terlihat berlapis dan berwarna-warni, menyala dalam cahaya senja yang semakin temaram. Bangunan masjid itu begitu unik, memadukan unsur tradisional dan modern dengan elegan.
Aidan nyaris menempelkan wajah mungilnya ke kaca jendela. Matanya berbinar, mulutnya terbuka lebar karena takjub. “Mommy! Mommy! Masjidnya kayak kastil dong!” serunya dengan penuh kekaguman.
Dari kursi di sebelahnya, Matthew duduk tenang seperti biasa. Ia tidak berseru seperti adiknya, tapi tatapannya dalam dan penuh kekaguman, menyapu lekuk demi lekuk arsitektur Masjid 99 Kubah yang menjulang di depan mereka. Warna-warni kubah yang bertingkat-tingkat itu tampak bercahaya dalam pancaran cahaya senja yang hangat. Langit di belakang masjid bergradasi jingga dan ungu, berpadu dengan pantulan sinar dari laut yang tenang.
Sopir yang mengantar mereka, seolah mengerti keajaiban momen itu, mengurangi kecepatan mobil secara perlahan. Ia membiarkan keluarga kecil itu menikmati pemandangan dengan penuh kekhusyukan. Mobil melaju perlahan menyusuri jalan pelataran yang mengarah ke area parkir masjid, sementara Arvid dan Maizah juga tak bisa menahan senyum mereka.
“Lihat, by,” bisik Maizah sambil menyentuh lengan Arvid, “Cantik banget," Ungkap Maizah seraya memeluk lengan Arvid. Meskipun sudah berkali-kali datang ke sana, tapi ia tak henti-hentinya mengagumi nya.
Mobil akhirnya berhenti tepat di pelataran depan masjid. Batu koral putih menyambut langkah mereka saat turun dari mobil. Aidan langsung melompat keluar sambil menatap ke langit, matanya menari-nari mengikuti kilau kubah yang memantulkan cahaya senja. Matthew menyusul dengan langkah tenang.
“Mommy, beneran 99 itu?” tanya Aidan takjub, matanya berkilat-kilat.
“Iya, sayang. Itu mewakili 99 nama indah milik Allah. Nama-nama yang punya arti luar biasa.”
Langit mulai berubah warna, dari jingga lembut menjadi ungu keabu-abuan. Lampu-lampu masjid perlahan menyala satu per satu, memancarkan cahaya keemasan yang hangat dari balik jendela-jendela besar berbingkai lengkung. Cahaya itu memantul di lantai koral putih, menciptakan suasana yang sakral dan damai.
Maizah melirik ke arah jam di pergelangan tangannya. “Sudah waktunya maghrib, ayo kita wudu dulu, ya,” ucapnya lembut.
Mereka berjalan menuju tempat wudu. Suara gemericik air dan semilir angin laut membuat suasana di sekitar terasa tenang. Tempat wudunya bersih, dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Maizah menoleh pada Arvid, lalu pada kedua anak mereka.
“Aidan, Matthew, ikut Daddy ya. Mommy ke tempat wudu sebelah sana,” kata Maizah seraya tersenyum.
“Okay, Mommy,” jawab Matthew kalem, sedangkan Aidan hanya mengangguk sambil menggenggam jari Arvid. Mereka mulai berpisah, menapaki jalan setapak kecil yang mengarah ke sisi berbeda masjid.
Di tempat wudu laki-laki, Arvid mengisi air ke telapak tangan kecil Aidan terlebih dahulu. “Cuci tangan dulu, lalu muka, ya. Seperti yang biasa Daddy ajarkan,” katanya lembut. Aidan meniru pelan-pelan, kadang salah, tapi Arvid sabar membimbing.
Matthew, seperti biasa, sudah tahu langkah-langkahnya. Ia melakukan wudu dengan penuh kesungguhan, mengingat-ingat urutannya, tak banyak bicara. Sesekali ia menatap Arvid memastikan, lalu melanjutkan.
Setelah selesai, mereka berjalan kembali ke pelataran masjid. Dari kejauhan, Maizah juga melangkah tenang dari sisi lain, mengenakan mukena putih bersih. Wajahnya teduh dalam cahaya lampu taman yang mulai menyala. Mereka hanya saling menatap dan tersenyum. Tak perlu kata-kata.
Langkah mereka memasuki masjid diiringi suara azan yang mulai berkumandang dari pengeras suara. Lantunannya lembut namun menggema hingga ke relung dada, menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Karpet merah tebal membentang dari pintu masuk hingga ke shaf-shaf di depan, menyambut langkah mereka dengan kehangatan.
Arvid mengajak kedua putranya memilih shaf di bagian belakang. Tempatnya agak luas, jadi Aidan bisa salat dengan lebih leluasa tanpa khawatir menabrak orang lain. Aidan berdiri di sebelah kiri Arvid, sementara Matthew berdiri di sebelah kanannya.
“Allahu Akbar,” Arvid mengangkat tangan. Kedua putranya ikut, dengan gaya mereka masing-masing. Aidan sempat menoleh ke arah Matthew beberapa kali untuk memastikan gerakannya benar, lalu mengikuti dengan semangat. Mulutnya komat-kamit, meski belum hafal semuanya.
Matthew, seperti biasa, meniru dengan tenang. Gerakannya tidak terburu-buru, penuh perhatian, dan terlihat jauh lebih khusyuk dibandingkan anak seusianya.
Selesai salat, mereka duduk sebentar dalam keheningan. Aidan menoleh ke kiri dan kanan. “Tadi Aidan lupa ruku satu kali, Daddy…” bisiknya pelan, merasa sedikit bersalah.
Arvid tersenyum, mengusap kepala anaknya. “Gak apa-apa, yang penting Aidan niatnya baik dan mau belajar. Nanti lama-lama jadi hafal.”
Usai membaca doa pendek bersama, mereka berjalan ke luar masjid. Di pelataran, Maizah sudah menunggu. Ia membentangkan tangan. “Sini peluk Mommy!”
Keduanya langsung berlari kecil. Matthew tiba lebih dulu dan memeluk Maizah dari samping, diikuti Aidan yang masuk ke pelukan ibunya dari arah depan. “Mommy senang banget bisa ke sini sama kalian,” ucap Maizah sambil mencium kepala mereka satu per satu.
Terharu aja, saat masih gadis ia dan teman-temannya sering ke sana jalan-jalan. Lalu saat pacaran dengan Arvid pun keduanya pernah ke sana. Lalu saat mereka menikah juga pernah mampir dan sekarang setelh menjadi ibu dari dua anak ia bisa mampir, salat bersama, rasanya tuh kayak gimana gitu.
Matthew menoleh ke arah masjid, matanya berbinar. “Aku juga senang, Mommy. Indah banget, tempatnya damai.”
“Kayak pelukan Mommy,” celetuk Aidan, membuat Maizah terkekeh pelan.
Arvid mendekat. Ia ikut duduk di pelataran, menggelar kain kecil agar Maizah bisa duduk dengan nyaman. Malam sudah turun sepenuhnya. Lampu-lampu masjid bersinar terang di balik kubah-kubah warna-warni yang kini tampak lebih megah dibanding siang tadi.
Tbc.
semangatttt