NovelToon NovelToon
Pemburu Para Dewa

Pemburu Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir / Harem / Elf
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ex_yu

Mati sebelum kematian, itulah yang dirasakan oleh Jeno Urias, pria usia 43 tahun yang sudah lelah dengan hidupnya. keinginannya hanya satu, mati secara normal dan menyatu dengan semesta.

Namun, Sang Pencipta tidak menghendakinya, jiwa Jeno Urias ditarik, dipindahkan ke dunia lain, Dunia Atherion, dunia yang hanya mengenal kekuatan sihir dan pedang. Dunia kekacauan yang menjadi ladang arogansi para dewa.

Kehadiran Jeno Urias untuk meledakkan kepala para dewa cahaya dan kegelapan. Namun, apakah Jeno Urias sebagai manusia biasa mampu melakukannya? Menentang kekuasaan dan kekuatan para dewa adalah hal yang MUSTAHIL bagi manusia seperti Jeno.

Tapi, Sang Pencipta menghendaki Jeno sebagai sosok legenda di masa depan. Ia mendapatkan berkah sistem yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Perjalanan panjang Jeno pun dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ex_yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22. Menghindari

Bab 22. Menghindari Dua Penyihir Agung.

Atmosfer aula Serikat Petualang terasa mencekam ketika Jeno duduk di bangku kayu yang mulai aus, menunggu dengan sabar yang mulai menipis. Di sisi kanan dan kirinya, Amelia dan Viconia duduk seperti dua penjaga yang waspada, mata mereka tidak pernah lepas dari sosok yang telah menjadi obsesi mereka. Setiap gerakan kecil Jeno, setiap tarikan napas, seakan dianalisis dengan teliti oleh kedua Penyihir Agung itu.

"Kalian ini lebih menyeramkan dari monster yang pernah kuhadapi," gerutu Jeno sambil mengusap pelipisnya yang mulai berdenyut. "Setidaknya monster hanya ingin membunuhku, bukan menempel seperti lintah."

Kedua wanita itu melotot dibilang monster. Belum sempat mereka berdua mengekspresikan kejengkelan itu, suara langkah sepatu mengiris udara. Justus datang.

"Lady Silverleaf, Lady Viconia," panggilan Justus tenang namun tegas, "Wali Kota Recaldo menunggu di lantai kantorku. Kematian Arbelista mulai menyebabkan retakan politik. Kita butuh keterangan kalian sekarang."

Awan kelam seketika melintas di wajah kedua Penyihir Agung itu. Tanpa membantah, keduanya mengikuti. Pancaran aura panas dan dingin berselisih di udara, dan dalam hitungan detik keduanya lenyap menaiki tangga spiral.

Seketika, seakan palu raksasa terangkat dari dada semua orang, atmosfer aula melembut. Calista menutup map terakhir, terkekeh lega.

Suara tawa renyah Calista memecah ketegangan. "Maafkan kedua Penyihir Agung itu, Tuan Jeno. Sepertinya Anda telah menjadi harta paling berharga yang pernah mereka temukan." Bisiknya sambil meletakkan dua lembar berkas misi di atas meja dengan gerakan yang disengaja dramatis. "Nah, ini dia tantangan yang mungkin bisa mengalihkan perhatian mereka."

Jeno mengambil berkas pertama, matanya menyapu detail-detail yang tertulis. Huruf-huruf yang mulai pudar akibat usia bercerita tentang teror yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Eksekusi Kawanan Wyvern.

- Lokasi: Lereng & Lembah Gunung Sesat, Pegunungan Pemangku Dunia

- Detail: Sarang koloni Wyvern Abu. Enam ekspedisi terakhir hilang atau kembali dengan korban.

- Bayaran: 9 000 koin emas + penghargaan gelar Pemburu Langit.

"Misi pertama," Calista memulai penjelasan dengan nada yang lebih serius, "berlokasi di Pegunungan Pemangku Dunia, tepatnya di wilayah yang dikenal sebagai Gunung Sesat. Target: eliminasi kawanan Wyvern yang telah mengklaim wilayah itu sebagai teritorial mereka."

Kata 'Wyvern' saja sudah cukup membuat beberapa petualang di aula menoleh dengan ekspresi was-was. Makhluk bersayap dengan racun mematikan itu adalah mimpi buruk setiap petualang yang pernah mendengar cerita tentang mereka. Makhluk-makhluk itu sering menyerang kota sehingga menjadi target misi.

"Tiga puluh dua petualang telah tewas dalam upaya menyelesaikan misi ini," lanjut Calista, suaranya bergetar sedikit. "Sebagian besar bahkan tidak sempat kembali untuk melaporkan apa yang mereka hadapi."

Jeno mengangguk dengan ekspresi yang begitu tenang, seakan Calista baru saja menceritakan sebuah dongeng. "Misi yang menarik. Sepertinya akan menjadi latihan yang baik."

"Latihan?" Calista hampir menjatuhkan berkas yang dipegang. "Tuan Jeno, kau menyadari bahwa Wyvern bukan hanya satu atau dua ekor? Mereka berkelompok dalam jumlah ratusan, mengendalikan seluruh ekosistem gunung itu!"

"Semakin baik," jawab Jeno dengan senyum tipis yang membuat Calista bergidik. "Kesempatan untuk menguji batas kemampuanku."

Calista menghela napas panjang, tangannya bergerak untuk mengusap dahi yang mulai berkeringat. "Baiklah, misi kedua mungkin lebih... diplomatik." Ia mengangkat berkas kedua. "Hutan Kabut Abadi, sepuluh kilometer ke arah utara dari kota. Banyak petualang yang memasuki hutan itu dan... menghilang tanpa jejak."

Jeno mengambil berkas kedua matanya kembali menyapu detail-detail yang tertulis. Huruf-huruf yang juga mulai pudar.

Investigasi Hilangnya Petualang.

- Lokasi: Hutan Kabut Abadi, 10 km utara Velden

- Detail: Empat tim peringkat C–B menghilang dalam lima hari. Indikasi distorsi ruang atau entitas ilusi.

- Bayaran: 6 000 koin emas + akses peta rahasia Koridor Utara.

Jeno sambil membaca detail misi. Ia melihat wajah Calista ketika bertanya, "tidak ada yang kembali untuk melaporkan apa yang terjadi di dalam hutan?"

"Tidak ada," jawab Calista dengan nada yang semakin gelap. "Bahkan tim pencarian yang dikirim juga ikut menghilang. Hutan itu seakan memakan setiap orang yang masuk ke dalamnya."

Jeno melipat kedua berkas misi dengan gerakan yang tenang. "Tidak ada batas waktu untuk menyelesaikannya?"

"Tidak ada. Kedua misi ini sudah terlalu lama terbengkalai." Calista menatap Jeno dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Tapi aku mohon, dahulukan misi di Hutan Kabut Abadi. Lokasinya lebih dekat dan mungkin..." Ia tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi maksudnya jelas: mungkin lebih aman.

Suara langkah kaki yang familier menginterupsi percakapan mereka. Tim Serigala Pemburu memasuki aula dengan energi yang biasa mereka bawa. Rinka, dengan telinganya yang tajam dan mata yang waspada, langsung mengenali sosok Jeno.

"Kak Jeno!" sapa Rinka dengan senyum hangat. "Tidak menyangka melihatmu di sini pagi-pagi begini."

Rei, Kael, Toma, dan Doru mengikuti di belakang, masing-masing memberikan sapaan ramah. Kehadiran mereka memberikan atmosfer yang lebih ringan di aula yang sempat tegang.

"Misi apa yang akan kau ambil?" tanya Rinka dengan rasa penasaran yang tulus.

Jeno merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah koin emas yang berkilau. Cahaya yang dipantulkan koin itu membuat mata semua orang tertuju padanya. Dengan gerakan yang casual, ia menyerahkan koin itu kepada Rinka.

"Misi peringkat A," jawabnya dengan nada yang begitu santai, seakan ia baru saja mengatakan akan berbelanja sayuran di pasar.

Keheningan yang mendadak menyelimuti aula. Bahkan suara percakapan di sudut ruangan ikut berhenti. Tetapi hanya sesaat saja, mengira Jeno hanya membual saja.

"Kak Jeno..." Rinka menatap koin emas itu dengan mata yang membulat. "Aku tidak bisa menerima ini. Kami tidak melakukan apa-apa yang pantas dibayar."

"Kalian telah mengantarku ke kota ini sampai aku menjadi petualang resmi," jawab Jeno dengan nada yang tidak menerima penolakan. "Ini bentuk terima kasihku."

"Tapi misi peringkat A, apa benar?" Kael ikut bersuara, wajahnya mulai pucat. "Jeno, kau baru saja menjadi petualang kemarin!"

Beberapa petualang yang sedang memilih misi di papan pengumuman sudah berbalik dan menatap Jeno dengan campuran kagum dan khawatir. Bisik-bisik mulai terdengar di seluruh aula.

"Dia gila atau genius?"

"Misi peringkat A untuk petualang pemula? Itu bunuh diri!"

"Atau mungkin dia memang sehebat yang dikatakan orang-orang..."

Rinka akhirnya menerima koin emas itu dengan tangan yang sedikit gemetar. "Terima kasih, Jeno. Aku berjanji akan selalu membantu jika kau membutuhkan."

"Aku bisa ikut membantu," tawar Rei dengan suara yang penuh determinasi. "Walaupun aku hanya petualang peringkat C, tapi mungkin bisa berguna."

Sebelum Jeno sempat menjawab, Doru melangkah maju dengan ekspresi penasaran karena tidak percaya. "Boleh aku tahu misi apa yang akan kau ambil?"

Jeno menunjukkan kedua berkas misi. Ketika Tim Serigala Pemburu membaca detail misi-misi itu, ekspresi wajah mereka berubah dari penasaran menjadi horror yang tidak tertahankan.

"Wyvern..." bisik Toma dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Dan Hutan Kabut Abadi..."

"Kak Jeno," suara Rinka bergetar, "ini bukan misi yang bisa diselesaikan sendirian. Bahkan tim dengan seratus orang pun akan kesulitan!"

Jeno melihat reaksi mereka dengan mata yang berbinar nakal. "Kalian mau ikut membantu?"

Sebelum ada yang bisa menjawab, atmosfer aula berubah secara dramatis. Udara seakan menjadi lebih berat, dan setiap orang merasakan tekanan magis yang familiar. Amelia dan Viconia turun dari lantai tiga, memasuki aula dengan langkah yang penuh wibawa, aura kekuatan mereka membuat seluruh ruangan hening seketika.

"Jeno Urias," suara Amelia bergema dengan nada yang penuh otoritas. "Kami perlu bicara."

"Segera," tambah Viconia dengan nada yang tidak kalah menekan.

Jeno melirik kedua Penyihir Agung itu, lalu bangkit dari kursinya dengan gerakan yang tiba-tiba. "Aku lebih suka berurusan dengan monster daripada menghadapi dua betina yang tidak tahu malu!" Ia langsung berlari keluar dari Gedung Serikat Petualang.

Pernyataan itu seperti petir yang menyambar aula. Setiap mata membulat, setiap mulut menganga tidak percaya.

"APA?!" Amelia dan Viconia berteriak bersamaan, suara mereka bergema hingga ke seluruh gedung.

"JENO URIAS! KEMBALI KE SINI!" teriak Amelia dengan wajah yang memerah.

"BERANI KABUR DARIKU!" sambung Viconia dengan nada yang tidak kalah marah.

Tapi Jeno sudah berlari menuju pintu keluar dengan kecepatan yang mengesankan, meninggalkan jejak angin dan ketegangan.

"Dia benar-benar gila!" teriak seseorang petulang pria.

"Tidak ada yang pernah berani mengatakan hal seperti itu kepada dua Penyihir Agung!"

"Tapi dia berhasil melarikan diri!"

Amelia dan Viconia berlari mengejar dengan kecepatan yang tidak kalah, robes mereka berkibar seperti sayap burung pemangsa. Ketika mereka menghilang dari pandangan, aula langsung meledak dalam tawa yang tidak terkendali.

"Aku tidak percaya baru saja melihat itu!" Rei memegang perutnya yang sakit karena tertawa.

"Jeno benar-benar tidak takut pada siapa pun," kata Kael sambil menggelengkan kepala dengan kagum.

Tim Serigala Pemburu saling bertukar pandang, campuran antara lega dan kekaguman terpancar dari wajah mereka.

"Syukurlah dia tidak mengajak kita ikut," bisik Rinka. "Aku sudah membayangkan bagaimana sulitnya misi-misi itu."

"Dan bahayanya," tambah Toma sambil mengelap keringat yang tidak ada di dahinya.

Calista, yang sempat terdiam karena kehadiran Amelia dan Viconia, akhirnya tersenyum tipis. "Kalian tahu," katanya kepada Tim Serigala Pemburu, "mungkin kalian harus mempertimbangkan untuk mengikuti Jeno."

"Mengikuti dia?" Doru terlihat seperti baru saja mendengar saran untuk bunuh diri. "Calista, kau melihat sendiri misi-misi yang dia ambil!"

"Justru karena itu," jawab Calista dengan mata yang mulai berbinar. "Mengikuti seseorang seperti Jeno... kalian akan tumbuh lebih cepat daripada yang pernah kalian bayangkan. Kekuatan, pengalaman, peringkat.. Umm... semuanya akan meningkat dengan cepat."

"Atau kami akan mati dengan cepat," gerutu Rei.

"Hidup tanpa risiko adalah hidup yang tidak worth living," kata Calista dengan senyum yang mysterious. "Dan percayalah, Jeno Urias bukan orang yang akan membiarkan teman-temannya mati sia-sia."

Tim Serigala Pemburu terdiam, masing-masing terbenam dalam pikiran mereka sendiri. Di luar sana, suara teriakan Amelia dan Viconia masih terdengar samar, diikuti oleh suara langkah kaki yang menjauh.

"Aku mulai berpikir," kata Rinka pelan, "mungkin hidup kami selama ini terlalu aman dan membosankan."

Yang lain mengangguk pelan, sebuah keputusan mulai terbentuk dalam hati mereka masing-masing. Perubahan besar telah dimulai, dan tidak ada jalan untuk mundur lagi. Ikut atau tidak.

1
black swan
...
Kang Comen
Udh OP malah gk bisa terbang ????
Situ Sehat ??!
Kang Comen
lah mkin trun jauh kekuatan nya....
Buang Sengketa
masih pingin baca petualangan excel 😁
Stra_Rdr
kerennnn🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!