NovelToon NovelToon
Ujug-ujug Punya Tiga Suami

Ujug-ujug Punya Tiga Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Satu wanita banyak pria / Harem / Mengubah Takdir
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mega Biru

Duit tinggal ceban, aku ditawarin kerja di Guangzhou, China. Dengan tololnya, aku menyetujuinya.

Kupikir kerjaan itu bisa bikin aku keluar dari keruwetan, bahkan bisa bikin aku glow up cuma kena anginnya doang. Tapi ternyata aku gak dibawa ke Guangzhou. Aku malah dibawa ke Tibet untuk dinikahkan dengan 3 laki-laki sekaligus sesuai tradisi di sana.

Iya.
3 cowok itu satu keluarga. Mereka kakak-adik. Dan yang paling ngeselin, mereka ganteng semua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi Tenzin belum juga pulang.

Iya, suami ke dua yang katanya mau beli softex itu, tapi sampai sekarang belum balik-balik.

Di sini, di kamar ini, aku duduk di kursi kayu yang ada di depan meja rias. Satu tangan menggenggam cangcut yang belum dipakai, karena menunggu softex datang.

Duh, kok Tenzin lama banget, sih? Sebenernya dia beli softex ke mana? Ke alam baka, kah?

Aku jadi gak nyaman karena belum ganti celana dalam. Untung saja aku bukan tipe wanita yang kalau mens banyak darahnya. Apalagi mens di hari pertama yang biasanya memang keluar sedikit.

“Kenapa Tenzin lama, ya?”

Kupandang ke dua suamiku itu. Sonam dan Norbu. Sonam duduk di bibir ranjang sambil memandangku, sedangkan Norbu sedang rebahan di atas ranjang tidurku sambil bermain ponsel.

“Aku tidak tahu,” jawab Sonam dingin.

“Dia masih di jalan,” jawab Norbu. “Aku sudah chat.”

”Oh.”

Suasana menjadi hening karena canggung untuk basa-basi. Kami semua menunggu Tenzin pun karena ada hal penting yang harus dimusyawarahkan. Tentang, requestku yang ingin diiclik dengan jadwal bergantian, bukan beramai-ramai.

“Ya udah lah, kita bisa bicarakan ini bertiga aja, kan? Tenzin bisa kita kasih tau hasil akhir aja,” usulku.

“Tidak bisa. Di dalam rumah tangga ini, kita harus berunding dulu untuk menyimpulkan suatu tindakan,” jawab Sonam.

“Benar, meskipun Kak Sonam yang paling berhak menentukan keputusan, tapi keputusan itu harus di ambil dengan rembukan,” sambung Norbu. ”Ini bukan soal siapa yang lebih berkuasa, tapi soal menghargai keluarga.”

Aku terdiam. Ternyata mereka punya tatakrama juga dalam berumahtangga. Tapi aku sudah ngantuk, lama betul kalau harus menunggu Tenzin yang entah kapan pulangnya.

TOK! TOK! TOK!

Pintu kamar di ketuk, namun ketukan itu terdengar berbeda. Bukan dari atas pintu, tapi tadi bawa pintu.

“Siapa?” Sonam langsung menghampiri pintu.

“Syukurlah, itu pasti Tenzin,” gumamku.

Pintu dibuka, Sonam langsung mengernyit saat melihat seseorang di luar sana.

“Siapa?”

Aku langsung bangkit karena penasaran juga. Namun saat berhasil berdiri di belakang Sonam, aku gak bisa melihat wajah orang yang datang itu, karena wajah orang itu tertutup tumpukan softex pak'an yang menggunung.

“Tenzin?” Kupastikan itu suami keduaku saat melihat postur tubuh dari pinggang ke bawah.

“Ya, ini aku,” sahutnya, yang benar-benar suara Tenzin.

“Ya ampuuun ... Kenapa kamu beli pembalut sebanyak ini, Tenzin?” tanyaku, setengah shock. Karena pembalut yang Tenzin beli benar-benar banyak, sampai ke dua tangannya pun dipenuhi dua paper bag berisi softex.

“Ini pembalut untuk kamu, istriku. Stok datang bulanmu akan aman," jawab Tenzin.

“Wkwkwkkw!” Norbu tertawa, ternyata ia sudah bangkit dari ranjang hanya untuk melihat orang yang datang. “Serius? Sebanyak itu kamu beli pembalut?”

“Jangan tertawa. Ini untuk istri kita,” sahut Tenzin.

Akhirnya Narbu berhenti tertawa. Suami ke tiga itu langsung mengambil sebagian pembalut yang menumpuk di depan wajah kakaknya, diikuti Sonam yang ikut membantu juga, hingga Tenzin hanya tinggal membawa paper bag di tangannya saja.

“Cepat masuk. Kita perlu membicarakan sesuatu,” kata Sonam.

Aku bertugas menutup pintu setelah Tenzin masuk ke kamarku. Dari sini, aku bisa melihat ke tiga suamiku yang bekerjasama hanya untuk mengangkat softex-softex istrinya.

Jadi gini ya rasanya punya tiga suami?

Tanpa sadar aku merasa sedikit terharu, karena baru kali ini diperlakukan begini — dilayani tiga laki-laki, yang berstatus suami sendiri.

“Mau bicara apa?” tanya Tenzin setelah berhasil meletakkan paper bag di atas meja, diikuti Sonam dan Norbu yang sama-sama meletakkan tumpukan softex juga.

“Duduk dulu.”

Sonam duduk di bibir ranjang, diikuti Norbu. Namun Tenzin buru-buru melirikku yang masih terpaku di dekat pintu, lantas menarik kursi di meja rias sampai berpindah di depan Sonam dan Norbu.

“Duduk.” Tenzin menyuruhku duduk.

Sambil melangkah, tentu jantungku berdebar, karena lagi-lagi aku sangat suka dengan karakter Tenzin yang selalu peduli pada hal-hal kecil. Namun sebelum aku duduk, tiba-tiba Tenzin mengambil celana dalam yang tadi kugenggam, lantas membuka satu pics pembalut yang entah buat apa.

“Kamu mau apa?” Sonam mengernyit saat melihat Tenzin yang dengan kaku memasang pembalut di celana dalam baruku.

“What the fuck? Kamu bisa pasang pembalut?” Norbu terkejut.

“Bisa, selama di perjalanan, aku sudah menonton tutorialnya.”

Jawaban Tenzin membuatku takjub setengah mampus. Bahkan untuk hal pasang pembalut istrinya pun dia sampai rela mempelajarinya?

“Oke, sudah siap.” Tenzin menyodorkan celana dalam yang sudah terpasang pembalut itu padaku. “Pakailah.”

Dengan tangan gemetar karena canggung, akhirnya aku menerima pembalut yang sudah siap itu. “Terima kasih.” Lanjut berbalik badan.

“Mau ke mana?” Sonam menahan lenganku.

“Ke kamar mandi. Mau ganti celana dalam dulu.”

“Ganti di sini saja.” Perintah Sonam membuat bibirku menganga.

“Hah?” Kicep beberapa kali. “Di sini? Di depan kalian?”

“Ya iya lah. Buat apa repot-repot ke kamar mandi?” tanya Norbu.

“Tapi aku malu.”

“Kenapa kamu masih mempertahankan malu di depan suamimu?” tanya Sonam. “Sudah kami katakan, bahkan kami berhak melihatmu telanjang. Apalagi cuma ganti pembalut.”

“Ish, ya udah oke!” sahutku jengkel. Namun saat aku hendak menurunkan celana dalam lama, tiba-tiba Tenzin berpindah posisi berdiri sampai berhasil menutupi tubuhku dari pandangan Sonam dan Norbu.

“Kasih istri kita waktu. Belum genap sehari dia jadi istri kita. Sangat wajar jika istri kita masih punya rasa malu.” Ucapan Tenzin membuatku terkejut, sekaligus ada rasa sedikit haru. Lagi-lagi hanya dia yang mengerti perasaanku.

Tanpa sadar, akhirnya bibirku tersenyum, namun hanya punggung kokoh Tenzin yang bisa kupandang.

“Oke, cepat pakai pembalutnya,” ujar Norbu di balik tubuh Tenzin.

Cepat-cepat aku mulai menurunkan celana dalam lama, lanjut memakai celana dalam baru. Setelah selesai, aku pun memasukan celana dalam lama ke dalam tong keranjang cucian yang gak jauh dari meja rias.

“Sudah selesai?” tanya Tenzin, yang kini wajahnya bisa kupandang.

“Sudah.”

“Duduk.” Tenzin menarik kursi untukku, lantas mem-pas-kan tempat duduk itu ke area bokongku, sampai akhirnya pas untukku duduk.

“Cepat katakan, apa yang ingin dibicarakan?” tanya Tenzin pada Sonam.

“Istri kita punya satu permintaan pada kita,” jawab Sonam.

“Permintaan apa?” Tenzin mengernyit.

“Istri kita tidak mau diiclik bersama-sama. Dia tidak mau sekaligus melayani kita bertiga di malam pertama. Dia maunya ada jadwal melayani satu persatu,” jelas Norbu.

“Benar begitu?” Tenzin memandangku.

Aku menjawab dengan anggukan.

“Kenapa?”

“Aku merasa gak sanggup aja kalau harus diiclik kalian bertiga sekaligus.”

“Tapi aku maunya langsung sama-sama,” jawab Norbu. ”Itu lebih seru.”

“Seru gundulmu!” ketusku.

“Gundul?” Bahasa itu gak tertranslate di ear translator mereka. ”Apa itu gundul?” Norbu memandang ke dua kakaknya.

“Botak,” jawab Tenzin yang sudah mencari arti gundul di handphonenya.

”What?” Norbu memegang kepalanya. ”Aku tidak botak.”

”Stop!” Aku melerai percakapan prik itu. ”Lupakan soal gundul. Intinya aku gak mau melayani kalian bertiga sekaligus. Apalagi di malam pertama. Pasti sakit rasanya.”

“Tapi, kalau di malam pertama justru harus bersama-sama. Agar benih kita masuk bersama-sama juga,” jawab Norbu.

“Ya, di malam pertama benih kita harus masuk bersama-sama,” tambah Sonam.

“Tapi aku gak bisa,” jawabku cepat. “Aku belum punya pengalaman apa-apa. Aku gak sanggup melayani sekaligus tiga.”

“Bagaimana kalau begini saja.” Tenzin angkat bicara. “Untuk malam pertama, kita kasih kesempatan istri kita waktu untuk terbiasa.”

“Maksudmu?” Sonam mengernyit.

“Mau bagaimanapun kita tidak boleh memaksakan istri kita. Dia juga punya hak untuk meminta. Jadi, untuk permulaan, biarkan istri kita terbiasa dulu dengan kita, dengan cara harus melayani kita satu persatu dulu. Setelah dia terbiasa, kita baru bisa melakukannya berempat.”

Solusi Tenzin membuatku merinding, tapi sedikit memberikan solusi. Karena untuk ukuran seorang perawan, sangat sadis jika langsung disoghok beramai-ramai.

Hanya membayangkannya saja sudah cukup membuatku ingin pingsan.

“Setuju!” sahutku.

Sonam tampak seperti sedang berpikir. “Jadi kita gantian dulu?”

“Ya,” jawab Tenzin.

“Tapi setelah gantian, kita bisa langsung iclik beramai-ramai, kan?” Norbu tersenyum nakal.

PLAK!

Kupukul paha Norbu. ”Iclik-iclik-iclik! Kenapa kalian jadi pakai bahasa iclik? Memangnya gak ada bahasa lain.”

Norbu mengusap paha yang kupukul. “Bukannya kamu yang mengajari kami bahas iclik?”

“Sudah.” Sonam melerai. ”Memang lebih enak pakai bahasa iclik.”

Mataku membola.

“Ya udah lah, terserah! Terus gimana ini hasilnya?!” suaraku sedikit tinggi, karena kesal.

“Baik.” Sonam menarik napas panjang. “Dari hasil musyawarah ini, sudah tugasku sebagai kakak tertua yang harus menyimpulkan.”

“Gimana keputusannya?” Jantungku berdebar. “Icliknya bisa gantian, kan? Bisa pakai jadwal, kan?”

“Bisa.”

“Serius?” Akhirnya aku bisa bernapas lega.

“Ya, tapi hanya untuk sekali saja.”

Aku mengernyit. ”Maksudnya?”

“Untuk malam pertama, akan kukabulkan jika kamu tidak tak ingin langsung melayani kami bertiga. Karena Tenzin benar, kami memang harus memaklumi kamu yang belum terbiasa.”

“Jadi?” Dadaku sesak karena berharap sambil cemas.

”Jadi hasil keputusannya ... untuk hari pertama, kamu harus melayani aku sebagai putra tertua. Hari kedua, kamu harus melayani Tenzin sebagai putra ke dua. Hari ke tiga, kamu harus melayani Norbu sebagai putra ke tiga. Dan hari seterusnya, mau tidak mau, kamu harus mau kami iclik bersama-sama.”

“Hah?” Aku tercengang meskipun mendapatkan keringanan.

“Setuju,” jawab Tenzin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!