Ingin melihat Tim Nasional Indonesia bermain di panggung Piala Dunia? Simaklah! Jalu akan membawa kalian ke dunia yang tidak pernah kalian bayangkan sama sekali.
Di saat karirnya sebagai presenter sedang naik daun, Jalu harus menerima pil pahit yaitu pemecatan kerja tanpa alasan yang jelas dari pihak perusahaan, hal ini membuat Jalu sangat frustasi dan mengalami kemunduran dalam hidup.
Jalu memutuskan untuk menjadi seorang agen sepak bola dan perjalanan karirnya sebagai agen sepak bola akhirnya berjalan sangat baik tapi suatu ketika, semuanya mulai berubah dengan dimulainya penolakan perpanjangan kontrak agen - pemain dan pemutusan kontrak dari para pemainnya.
Pil pahit kedua Jalu telan kembali dan membuat hidupnya hampir hancur tapi pertolongan dari sang Ibu membuat karir Jalu sebagai agen sepak bola mulai bangkit kembali sampai Jalu di kenal sebagai seorang legenda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon c a i n, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18.
Jakarta.
Setelah istirahat selama 1 hari dan memulihkan stamina, Jalu akhirnya kembali memulai aktivitasnya.
Aktivitas pagi harinya di isi dengan berolahraga di gym untuk tetap mempertahankan kondisi tubuh yang sehat dan ideal.
Pada siang harinya, Jalu pergi keluar dengan tujuan mendatangi Hermann, pemain yang sebelumnya di dapatkan dari hasil pembelian informasi pemain muda dengan potensi ★★★★☆.
Menurut alamat yang tertulis pada kolom catatan, pemain ini tinggal di kawasan yang cukup baik di bandingkan dengan pemain pemain yang Jalu datangi sebelumnya.
"Apakah ini pemain selanjutnya yang akan kamu tandatangani?"
Ramon yang duduk di sebelah sambil menyetir mobil itu bertanya pada Jalu dengan nada yang sedikit ragu.
Jangan salahkan Ramon jika dia bersikap ragu seperti ini karena jika di pikirkan dengan sangat cermat, itu akan sangat masuk akal sekali.
Keraguan ini berasal dari Ramon yang tidak mengerti kenapa Jalu bisa dengan cepat mendapatkan informasi pemain pemain muda.
Ramon tahu bahwa pemain yang di tandatangani oleh Jalu sebagai klien di bawah naungan agensinya bukan pemain sembarangan dan itu sudah terlihat dari situasi ketiga pemain yang selalu Ramon awasi.
"Kamu benar dan sepertinya setelah menandatangani kontrak agen - pemain dengan pemain ini, aku akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan pemain berikutnya."
Jalu menjawab sesuai dengan keadaan dan situasi yang ada. Itu tidak lepas dari ada atau tidak adanya koin yang dapat membeli informasi pemain muda.
Menurut perhitungan yang telah Jalu lakukan, Jalu bisa kembali membeli informasi pemain muda mungkin nanti saat bulan Juni atau Juli setelah Emir, Emil dan Hermann yang akan di tandatangani ini berpindah klub supaya Jalu bisa memiliki pendapatan koin lagi.
"Jika begitu baguslah, sekarang kamu sudah memiliki 6 klien dengan 1 pelatih dan 5 pemain dan jika di tambahkan dengan pemain yang ini, maka kamu memiliki 7 klien dengan 1 pelatih dan 6 pemain, ini sudah dianggap banyak dan cukup merepotkan."
"Apakah kamu merasa bahwa aku terlalu terburu buru, Mon?"
"Sedikit, aku merasa kamu seperti sedang mengejar suatu momen dan mencoba memanfaatkan nya."
"Jika apa yang kamu pikirkan bahwa aku sedang mengejar suatu momen, aku mungkin benar benar berharap hal itu terjadi tapi sayang, aku tidak mengejar momen apapun dan aku hanya ingin mencoba memanfaatkan situasi yang ada sekarang saja yaitu Amir sebagai presiden klub."
Ramon mengangguk ringan sebagai tanggapan atas jawaban Jalu dan kembali fokus menyetir mobilnya.
"Ngomong ngomong, apakah Victor menyampaikan sesuatu padamu?"
"Tidak ada, dia sekarang sedang fokus membangun tim bersama stafnya dan menurut perkataan Noah, mereka bertiga sepertinya masuk ke dalam rencana untuk susunan starting line up utama."
"Itu kabar baik bagi kita."
Mendengar bahwa ketiga pemainnya yaitu Noah, Milo dan Prabu masuk ke dalam rencana starting eleven, Jalu benar benar sangat lega sekali.
Meski Amir adalah presiden klub yang juga temannya dan Victor yang merupakan pelatih kepala juga klien nya, Jalu tidak pernah memaksakan suatu kondisi yang menguntungkan dirinya secara berlebihan.
Membuat ketiganya tergabung dalam klub tersebut saja sudah termasuk keuntungan bagi Jalu dan membuat mereka bermain merupakan sebuah hasil dari investasi sistem dan tentu kerja keras mereka di lapangan saat berlatih.
'Sepertinya aku harus bertemu dengan Victor dan mengobrol mengenai ketiga pemain itu untuk mengetahui sejauh mana pandangan Victor terhadap mereka.'
.....
Sesampainya di alamat rumah Hermann, Jalu tidak menemukan Hermann sama sekali dan menurut perkataan dari tetangga tetangganya, waktu atau jam seperti ini merupakan waktunya Hermann bermain di luar.
Jalu merasa dirinya telah melakukan kesalahan fatal dan akhirnya meminta Ramon untuk kembali saja supaya bisa tetap melaksanakan tugasnya.
Dengan kepergian Ramon, Jalu akhirnya berkeliaran sendiri di dekat kawasan alamat rumah Hermann untuk mencari Hermann.
Akhirnya pada saat waktu sudah memasuki sore hari, Jalu kembali ke alamat rumah Hermann lagi dan menemukan adanya mobil yang sudah terparkir di depan rumah.
'Apakah ini mobil dari orang tua Hermann?'
'Jika begitu—'
Belum selesai Jalu berpikir, seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan lebih keluar dari rumah dengan pakaian santai. Melihat penampilan wanita ini yang sangat terawat, Jalu sedikit kagum.
"Eh, siapa kamu?"
Wanita yang keluar itu menemukan Jalu dan segera menatapnya seraya bertanya dengan penuh kecurigaan.
"Halo Bibi, boleh aku bertanya?"
"Silahkan!" Jawabnya dengan tetap mempertahankan rasa waspada karena masih curiga terhadap Jalu.
"Apakah Hermann nya ada?"
"Kenapa kamu mencari anakku? Apakah sesuatu terjadi dengan anakku?"
"Ah sebenarnya tidak ada yang terjadi dengan Hermann, aku mencarinya karena aku perlu mendiskusikan sesuatu dengannya."
"Oh ngomong ngomong aku lupa memperkenalkan diri. Perkenalkan, aku Jalu Sundara, aku seorang agen sepak bola profesional dan mencari Hermann karena bertujuan untuk menjadikannya pemain di bawah naungan agensiku."
Mendengar apa yang di katakan Jalu, Bibi berusia 40 tahunan lebih atau yang di kenal sebagai Ibu dari Hermann itu segera menatap Jalu dengan sangat cermat dan perhatian.
Melihat Jalu menggunakan pakaian formal yang rapih, sopan dan elegan, Ibunya Hermann segera menurunkan kewaspadaannya terhadap Jalu.
"Apakah kamu ingin menjadikan anakku sebagai klien mu?"
"Benar."
"Kalo begitu mari masuk ke dalam dan mengobrol mengenai rencana yang kamu punya untuk anakku."
Mendengar ini, Jalu sedikit terkejut karena tak menyangka respon Ibu Hermann akan semudah ini. Meski begitu, Jalu segera memikirkan banyak situasi di pikirannya mengenai kenapa Ibunya Hermann sangat responsif seperti ini.
"Duduklah dulu! Mau minum apa?"
"Tidak perlu Bibi, itu akan sangat merepotkan."
"Tidak apa apa, apakah air putih saja?"
"Kalo begitu terima kasih atas kebaikannya Bibi."
Jalu di tinggal begitu saja di ruang tamu sementara Ibunya Hermann masuk ke ruangan dalam untuk menyediakan segelas air untuk Jalu.
Melihat interior ruangan yang cukup mewah dan ruangan yang sangat bersih ini, Jalu merasa yakin bahwa keluarga Hermann merupakan keluarga yang sangat berada.
Tanpa sengaja, Jalu melirik foto keluarga yang hanya menampilkan Hermann dan Ibunya saja tanpa adanya seorang Ayah ataupun suami dari Ibu Hermann.
'Apakah single parent?'
'Jika begini jadinya maka itu bisa menjadi alasan yang kuat kenapa Ibunya Hermann tadi sangat responsif.'
Dengan ketidakhadiran Ayah atau Suami yang merupakan tulang punggung keluarga, Ibunya Hermann sudah di pastikan menjadi tulang punggung keluarga yang harus bekerja di luar.
Maka dari itu, Hermann sudah di pastikan sendirian dan sebagai seorang Ibu, Ibunya Hermann pasti mengkhawatirkan mengenai masa depan Hermann sendiri.
'Ini akan mudah di selesaikan asal aku bisa meyakinkan Ibunya Hermann dengan rencana yang sangat terjamin mengenai masa depan dari Hermann.'
Tak lama, Ibunya Hermann kembali dengan segelas air putih. Menyimpannya di atas meja dan kemudian Ibunya Hermann segera duduk berhadapan dengan Jalu.
"Mari mulai! Silahkan jelas mengenai rencana yang kamu punya dan akan kamu lakukan mengenai karir sepak bola Hermann!"