Jangan lupa tinggalkan Jejak,
Tidak disarankan untuk pembaca dibawah umur.
Mengetahui fakta jika wanita yang ditunggunya selama enam belas tahun, telah memiliki anak dari keponakannya, membuat Dimas patah hati, meskipun rasa cintanya begitu besar, tapi dia memilih untuk menyerah, demi kebahagiaan bersama.
Demi menghibur hatinya yang tengah galau, dia berlibur di villa milik keluarganya.
Di tempat berbeda, seorang wanita sedang sibuk menyiapkan acara liburan gratis yang di dapatkan dari tempatnya bekerja.
Sesuatu hal terjadi pada keduanya, sehingga membuat laki-laki itu selalu mengejarnya, dan sang wanita selalu terbuai olehnya, walau seharusnya hal itu tidak boleh terjadi di karenakan wanita itu telah memiliki kekasih..
Apakah Dimas akan mengalami patah hati kedua kali, atau justru berhasil memiliki wanita baru yang dia temui?
P.S. Lanjutan dari cerita sebelumnya berjudul
❤️Pembalasan Atas Pengkhianatan Mu❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian masa Lalu
Sepulang bekerja, Rumi sengaja menonaktifkan ponselnya, dia belum siap ditanya lagi soal tawaran yang diberikan Dimas.
Rumi akui, dia juga merasakan nyaman, ketika bersama lelaki itu, tapi dia sadar, jika dirinya telah memiliki Ari, dia tak ingin menyakiti tunangannya yang baik itu.
Kini dia sedang butuh pencerahan, dan satu-satunya sahabat terdekatnya di ibu kota lah yang menjadi tujuannya.
Sayangnya tadi siang, saat dirinya mengutarakan maksudnya, sahabatnya mengatakan, "Sorry mi, bos gue baru balik dari luar negeri, kayaknya bakal lembur deh, tapi kalau Lo mau ke kosan gue, silahkan, entar gue bilang ke ibu kos, supaya ngasih Lo kunci cadangan kamar gue."
Tak ada pilihan lain bagi Rumi, tak ada juga tempat yang dituju selain kosan Anggita, tak mungkin juga baginya mendatangi kontrakan tunangannya, karena selain lebih jauh, penghuni di sana semuanya lelaki.
Jam pulang, dia memilih menaiki transportasi umum, yang akan membawanya ke kosan sahabatnya. Andai tadi pagi dia tidak diantar Dimas, mungkin dia bisa membawa motor miliknya, dan tidak seperti sekarang, berdesakan di bus biru, ditengah jam sibuk ibu kota.
Hampir satu jam, barulah Rumi merasa lega, setelah dirinya turun di halte, dan berjalan kaki menuju kosan Anggita.
Namun saat hendak memasuki gang, Rumi menemukan pedagang kaki lima yang tengah ramai, tercium aroma khas, membuat perut Rumi berbunyi, dia ingat tadi siang, hanya makan seporsi nasi, itupun berbagi dengan Dita.
Rumi mampir, dan memesan menu yang diinginkannya. Sambil menunggu, dia melihat ke sekeliling, dan kebanyakan dari pengunjung, lebih memilih, memainkan ponsel, sedangkan dirinya? Bahkan sekedar mengaktifkan ponselnya saja, dia tak berani.
Rumi memutuskan untuk menghindari Dimas, dia tak ingin berinteraksi dengan lelaki itu, dia takut tergoda, dan perasaannya pada Ari mulai goyah.
Bukan tanpa alasan dia menahannya, selain karena telah menjadi tunangan Ari, dia juga sadar, bahwa berhubungan dengan Dimas, hidupnya tak akan bisa tenang. Apalagi jika sampai keluarga lelaki itu tau.
Rumi yang memiliki hobi menonton drama korea, jelas paham, jika lelaki sekaya Dimas, tak akan pernah berakhir bersamanya, apalagi yang notabenenya orang biasa. Akan ada pertentangan dari pihak keluarga.
Setahunya, lelaki seperti Dimas, pastinya akan melakukan pernikahan bisnis yang memang sudah diatur, agar perusahaan berkembang semakin pesat.
Pesanannya datang, Rumi menelan ludahnya, dihadapannya kini, tersaji kuah bening dengan daging giling yang dibentuk bulat, jangan lupakan taburan seledri dan bawang goreng. Sayangnya baru saja memasukan sendok ke mulut, seseorang duduk disebelahnya, otomatis Rumi menoleh, lalu tatapan mereka bertemu.
"Loh, kamu asistennya Dimas bukan? Apa kamu tinggal disini?" tanya wanita dengan Cepol di rambutnya.
Rumi tersenyum kaku, "Saya sedang berkunjung ke tempat kos teman, Bu." sahutnya.
"Oh gitu, nggak usah panggil ibu segala, kaku tau, panggil Dian aja,"
Rumi mengangguk ragu, "Silahkan dimakan dulu baksonya, punya saya lagi dibuat," sambung Diandra.
Rumi merasa tidak nyaman, dengan keberadaan wanita itu, sedikit banyak dia tau, siapa wanita yang disapa Dian itu, karena saat dia di Bali, dia mendengar pembicaraan wanita itu dengan Dimas.
Tak lama pesanan Diandra datang, keduanya makan dalam diam, wanita beranak satu, terlihat lahap memakannya, sementara Rumi, dengan susah payah menelan makannya.
"Setelah ini, maukah kamu menemani saya makan es krim?" tanya Diandra tiba-tiba, saat Rumi baru saja selesai memasukan suapan terakhir.
"B...boleh," jawab Rumi terbata, dia merasa gugup.
Saat melakukan pembayaran, Diandra membayar pesanan Rumi, lalu keduanya berjalan menuju warung kelontong, yang menjual es krim merek ternama.
Dan selama jalan berdua, Diandra mulai menceritakan alasannya berada di sana. Tentang dirinya yang tengah merajuk, karena sang suami yang notabenenya keponakan Dimas, membatasinya, dan merenggut kebebasannya.
"Saya jadi menyesal, menikah dengan dia, posesifnya minta ampun." keluh Diandra.
"Bukannya bagus ya mbak, kan mbak nggak perlu kerja, tinggal tunggu suami pulang? Banyak loh, wanita diluar sana yang ingin seperti mbak." Diandra meminta Rumi memanggilnya 'mbak'.
"Saya bosan di rumah terus, anak saya kan sudah besar, jadi pekerjaan saya di rumah hanya bengong, saya jenuh." Diandra kembali mengeluh.
Rumi bingung hendak berkomentar apa, tapi bisa dibilang, dia ingin seperti Diandra, menjadi ibu rumah tangga, menunggu suaminya pulang. Dia dan Ari pernah membicarakan soal kehidupan pasca pernikahan, tentang Rumi yang akan menjadi ibu rumah tangga, sedangkan Ari mencari bekerja mencari nafkah, tapi setelah kejadian kemarin, dia bahkan tak punya muka untuk menghubungi tunangannya itu.
Rumi diajak mengunjungi tempat tinggal sementara Diandra, yang baru dihuni belum sampai seminggu, keduanya menikmati es krim sambil bercerita.
"Dimas apa kabar? Apa dia sudah kembali dari luar negeri?" tanya Diandra.
Rumi mengangguk ragu, "Denis itu benar-benar, padahal saya yang kabur dan meminta bantuan Dimas, tapi karena itu Dimas malah di kirim ke luar negeri, benar-benar menyebalkan." Diandra mengungkapkan kekesalannya.
Pantas saja Dimas tak menghubunginya lama, ternyata sebulan berada di luar negeri.
"Dimas memang cinta sekaligus pacar pertama saya, karena suatu hal, saya malah mengkhianatinya, dan menjalin hubungan dengan Denis, kalau diingat-ingat saya jadi menyesal, saya pikir Denis bukan tipe orang yang posesif, tapi nyatanya, sifat mereka sangat jauh berbeda," jelas Diandra.
Fakta baru yang diketahui Rumi, dia memang tau jika Diandra adalah mantan kekasih Dimas, tapi tak menyangka jika Dimas dikhianati.
"Lalu apa rencana mbak selanjutnya? Memangnya mbak, mau kabur-kaburan terus?" tanya Rumi mencoba memastikan.
Diandra mengerucutkan bibirnya, "Tapi saya malas dengan Denis, saya butuh kebebasan, nggak ingin dikekang."
"Boleh Rumi bertanya mbak?" Diandra mengangguk. "Apa mbak masih mencintai pak Dimas?" Rumi yang bertanya, tapi jantungnya mendadak berdetak lebih kencang, menunggu jawaban dari wanita yang duduk berhadapan dengannya.
Diandra menyandarkan tubuhnya ke ranjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar kosnya. "Rasa itu pasti masih ada Rumi, Dimas itu cinta dan pacar pertama saya, dia sangat menghormati dan menjaga saya, bahkan selama dulu kami menjalin hubungan, Dimas hanya melakukan kontak fisik, sebatas mencium kening dan pipi saya, itu pun hanya beberapa kali." Diandra menghela nafas, "Dimas lelaki baik, dia menyayangi ibu dan kakaknya, hanya saja dia sedikit nakal, yah yang namanya anak muda saat itu, tapi dia menyesal pernah melakukan kesalahan, bahkan ibunya sendiri bilang, jika sepeninggal saya, Dimas tak sekalipun mengenalkan wanita lain pada keluarganya."
Rumi menganga tak percaya, bagaimana bisa, Dimas yang ganas di ranjang, sama sekali tidak menyentuh mantan pacarnya? Atau mungkin Dimas memperlakukannya layaknya jal*Ng yang dia sewa? Memikirkannya, membuatku kepala Rumi berdenyut.
"Bahkan setelah tau saya mengkhianatinya, Dimas masih mau menerima saya, dia bilang masih mencintai saya dan menunggu selama enam belas tahun, tapi..." Diandra menghentikan ucapannya, dia memasang wajah murung, "Dia melepaskan saya begitu saja, saya patah hati luar biasa." Diandra menyeka sudut matanya.
Rumi terdiam, dia bingung hendak menanggapi apa, fakta yang membuatnya terkejut tentang Dimas, lelaki yang semalam menidurinya. Meski ragu, tapi Rumi berusaha memberanikan diri. "Apa jika ada kesempatan, mbak mau kembali dengan pak Dimas?"
Diandra tersenyum, "Menurut kamu bagaimana?"