"Assalamualaikum, boleh nggak Alice masuk ke hati Om dokter?" Alice Rain menyengir.
Penari ice skating menyukai dokter yang juga dipanggil dengan sebutan Ustadz. Fakhri Ramadhan harus selalu menghela napas saat berdiri bersisian dengan gadis tengil itu.
Rupanya, menikahi seorang ustadz, dosen, sekaligus dokter yang sangat tampan tidak sama gambarannya dengan apa yang Alice bayangkan sebelumnya.
Happy reading 💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kualitas internasional
Alice tahan, sebisa mungkin untuk tidak menangis. Karena, sakit, yah walau seharusnya tidak terlalu sakit, sebagai seorang dokter, Fachry tahu caranya.
Cara membuat pecah gadis seorang Alice tidak mengalami pembengkakan. Namun, sifat manja seorang Alice juga lah yang membuat Fachry seperti tersangka.
Bagaimana lagi? Sudah kadung masuk, maka dia harus bergoyang. Lagi pula, bukankah ini yang Alice inginkan sedari kemarin?
Menggoda, merayunya, bahkan sempat membuat Fachry beranggapan jika gadis ini sudah tidak lagi gadis. Ternyata oh ternyata, saat pecah selaput, masih terlihat percikan noda merah di sprei miliknya.
"Harusnya enak kan?"
Tidak juga, karena di awal masuk rasanya seperti neraka, tidak ramah! "Percuma nyari yang lokal, sama saja!"
"Apanya?" Fachry tertawa saat mulut istrinya merutuki dirinya. Terlihat seksi karena desah dan lenguh terus mengiringi wanita itu.
"Sama gedenya!" Alice berteriak.
"Padahal Alice sengaja cari cowok lokal biar nggak gede- gede amat tahu! Ah ... Jadi berasa beli kucing dalam karung deh, Alice! Dokter sama sekali nggak sesuai ekspektasi!"
Fachry semakin terkikik, Alice tidak tahu saja kalau sesungguhnya Fachry masih memiliki garis dan darah keturunan Arab. Neneknya dulu pernah menjadi TKW Saudi Arabia dan begitu pulang membawa almarhum ayahnya.
Dengan lain kata, Fachry masih cucu orang Arab. Walau, Fachry takkan mengatakannya pada Alice karena sungguh, ini sebuah kisah yang cukup memalukan bagi leluhurnya.
"Sakit?" Fachry memastikannya, lalu diakhiri oleh anggukan wanita itu. "Banget!" keluhnya.
"Mau kiss?" Fachry merangsek menawarkan bibirnya. Keduanya sempat saling menatap untuk jarak yang sangat dekat.
"Iya!"
Terpejam, Fachry melumatnya, cukup lama sampai suara cecapan terdengar riuh. Sedang di bawah sana dia masih bekerja keras untuk memberikan sentakan.
Fachry gemas dengan wangi mulut gadis itu, hingga dengan sengaja menghirupnya dalam- dalam bahkan sembari terpejam.
"Wanginya Masha Allah!" Fachry memicing matanya, bibir mereka terlerai. "Besok kita main ke kantor Daddy ya?"
"Ngapain?!" Alice mendesah karena setiap tujuh kali sentakan, Fachry memberikan satu kali gebrakan yang mendalam.
"Mau ngucapin terima kasih. Anak gadisnya enak banget." Fachry terkikik. "Pasti bikinnya mahal. Di luar negeri."
Alice tertawa di sela lenguh. Sejatinya, Alice bukan dibuat di luar negeri, melainkan di semak belukar, yah! Alice pernah membaca buku harian almarhumah ibunya.
Tertulis jelas jika Sky Rain yang memaksa dan terjadi lah pembuatannya. Beruntung, Alice bukan hasil haram, sebab Sky Rain dan almarhumah ibunya menikah dengan perjodohan yang berujung cinta.
Sangat manis, Alice suka membaca diary ibunya. Dan rencananya, Alice ingin mencetak kisah Daddy dan Mommy kesayangannya di buku karangannya sendiri.
"Dibuat dengan cinta yang pastinya, karena Daddy masih sangat mencintai Mommy yang sudah meninggal, bahkan sampai sekarang!"
...🎬🎬🎬...
Alice tak mengira sama sekali jika suaminya segila itu. Baru mendarat sudah bisa meroket kembali, oh Daebak!
Di paha, di betis, di lengan, bertaburan tanda merah gigitan. Tanda klaim, bahwa Fachry lah yang sudah sepenuhnya memiliki.
Salah satu yang menjadi alasan kuat Alice untuk memakai abaya hari ini. Yah, lagi dan lagi Alice harus memakai abaya kaftan, kali ini berwarna hijau olive lembut.
Walau begitu, Alice masih membuat surai lurusnya bergelombang. Karena, rambutnya terlihat lebih indah setelah di keriting tipis.
Fachry hanya berkemeja putih, celana hitam, sepatu yang juga hitam. Pria tinggi bidang itu cukup pantas jika dikatakan tampan untuk ukuran wajah lokal.
Sudah hampir sampai kampus, dan keduanya duduk bersisian di jok mobil, Fachry menyetir dan Alice ratunya. Ratu yang sedari tadi diam merasai sesuatu yang sedikit bengkak.
"Gimana itunya?" Fachry memastikan karena sungguh tidak elok raut yang terpampang di wajah cantik Alice.
"Lumayan." Alice sudah bilang sudah, tidak mau lagi digempur. Tapi Fachry selalu bilang sekali lagi saja, walau ujungnya berkali-kali.
"Maaf." Candu, tubuh gadis itu seperti bermagnet baginya.
sdh duluan baca Alhambra