Papa, Mama Jadi Hantu 2

“Sini pa,“ ujarnya. Setelah puas naik perahu yang berayun.

“Apa?“

“Ini kuda-kuda an.“

Permainan ini penuh dengan manekin, atau sejenis patung kuda. Dimana Nampak sangat mirip. Hanya tak bisa melet saja.

Kadang di buat dua-dua. Cuma main memutar, atau ada yang bisa naik. Dimana pada bagian depan tongkatnya bisa naik turun seiring roda yang menariknya. Itu yang kemudian bisa menaikan bagian depan kuda, sehingga kepala juga ikut bergerak. Akan lebih hidup lagi kalau di bagian leher di kasih semacam sendi, yang mudah bergerak.

Lalu ada pegangan di depan semacam tali atau besi. Akan lebih menarik bila pakai tali. Tapi buat anak-anak sedikit licin sehingga mudah lepas. Makanya di pakai besi yang di buat permanen, sehingga akan lebih kuat kalau mesti di pakai untuk pegangan anak-anak termasuk yang ketakutan.

Juga di buat berpasangan, sehingga untuk ruang yang lumayan lega menjadi terisi semua, dan lebih banyak yang bisa naik. Sehingga yang mengantri tak terlampau mengular. Karena mampu menarik puluhan orang. Bahkan satu kuda ada yang bisa di naiki dua anak kecil, dengan alasan sedikit ketakutan, karena biayanya sama.

“Nggak masuk itu saja?“

“Apa itu?“

“Rumah berhantu.“

Nampak begitu menyeramkan, rumah-rumah dadakan begini. Apalagi dengan di pasang lampu kelap-kelip. Lalu di bagian luar ada banyak lukisan. Ada yang hantu keluar sumur. Ada yang hantu bermuka dua. Falak, hingga boneka putih yang doyan membunuh dan sangat-sangat thriller. Belum lagi drakula dan taring yang penuh darah-darah. Membuat semua itu semakin menyeramkan. Ada juga gambaran manusia serigala yang menyeringai, serta boneka Perempuan berambut panjang yang menyeramkan. Yang jelas dalam tempat begitu, bakalan ada yang menakut-nakuti. Tapi kalau di rasa sangat tak bisa di takuti, maka akan di biarkan berlalu.

Biasanya di suatu rumah berhantu yang permanen, dalam melintasi, akan naik semacam kereta berjalan, yang hidup serta menyusuri sebuah jalan yang berkelok sepanjang bagian dalam rumah buatan tadi. Dengan kanan kiri penuh dengan gambaran mengerikan, dari hantu-hantu yang fenomenal, atau tentang tragedy pembunuhan yang menyeramkan.

“Enggak ah,“ ujar anakku. Entah dia takut, atau dia sangat sangat ngeri. Karena masih sangat kecil.

“Kenapa?“

“Hantunya palsu. Orang beneran itu. Yang paling hanya teriak-teriak saja. Persis istri tetangga.“

“O…“

Aku hanya mengangguk. Kita hanya melihat sekilas saja. Padahal mungkin saja di sana sangat menyeramkan. Dengan boneka yang jadi gambaran sesungguhnya. Serta lampu yang di buat buram. Untuk menambah image seram yang tergambar seiring dengan Namanya yang juga sudah bisa membuat berdiri bulu kuduk.

“Ya sudah, kita naik kuda saja.“

“Ya.“

Seperti biasa, kita beli tiket. Hanya untuk bisa menikmati wahana unik yang belum tentu besok masih ada. Melihat kegiatan begitu, macam film saja, kalau sudah tak ada penggemar, maka bakalan beralih ke lokasi lain.     

“Yah, ketemu om ini lagi. Entar di bilang ada anak. Padahal nggak ada hu….“

Ada anak gendut itu lagi. Dia langsung paham kalau aku tak menghendaki. Yang tentunya bakalan kena usir dia. Makanya mending dia menunggu yang main selanjutnya, atau berada di lokasi lain di wahana yang sama, akan tetapi berjauhan posisi kita.

“Memang begitu kok, sana pergi.“

Aku naik Kembali dengan kuda yang sebelah kosong. Sebab ada anakku.

Di situ tengah duduk dan teriak-teriak.