Carmen melakukan hal paling nekat dalam hidupnya, yakni melamar Zaky. Tak disangka Zaky menerima lamarannya. Selain karena tak tega membuat Carmen malu, Zaky juga punya tujuan lain yakni mendekati Dewi kakak ipar Carmen.
Pernikahan terpaksa pun dijalankan oleh Zaky namun Carmen merubah sikap manjanya dan membuktikan kalau ia layak dicintai. Bagaimana Carmen berjuang mempertahankan cintanya sementara ada lelaki baik yang menunggu jandanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari-hari di Jogja
Zaky
Hampir saja aku kesiangan pagi ini. Suasana rumah yang terlalu sunyi dan tenang membuatku tak tahu kalau hari sudah berganti.
Aku harus menyiapkan pakaian kerjaku sendiri. Aku juga harus menyiapkan sarapan. Untunglah masih ada setangkup roti untuk kumakan. Lalu dimana kaos kakiku?
Aku bahkan sampai mencari di lemari dan baru menemukannya di lemari dalam kamar Carmen. Huft ... kenapa aku jadi ketergantungan begini sih sama anak ini?
Sebuah panggilan masuk di ponselku, langsung kuangkat. Ternyata Mama. Mama bertanya tentang Carmen.
"Kok Carmen berduaan sama adik iparnya Wira sih? Carmen ke Jogya? Kamu enggak ikut?" Mama memberondongku dengan banyak pertanyaan yang aku sendiri tak tahu jawabannya.
"Aku belum lihat, Ma. Nanti aku lihat dulu. Memang sih Carmen lagi di Jogya. Ngurusin cafe milik mommy-nya. Aku cek dulu, nanti aku hubungi Mama lagi." kuakhiri panggilan telepon dan melihat kembali akun media sosialnya.
"Minum Kopi Joss dan makan angkringan ... Ajib!"
Caption yang tertulis di bawahnya. Ia sedang swafoto bersama Bahri, adik kandung Dewi yang kadang aku lihat di ruko sedang membantu keluarganya. Wow ... Aku benar-benar terkejut melihatnya. Kok bisa? Apa mereka janjian?
Aku memeriksa pesan yang aku kirimkan. Jawaban singkat Carmen kirimkan padaku.
Aku sudah sampai kemarin sore. Aku menginap di hotel dekat cafe.
Singkat, jelas dan tanpa basa-basi. Ada apa sih dengan anak itu?! Kulihat update status WhatsApp miliknya. Sama seperti apa yang ia update di medsos. Jam 1 malam. Hah?
Jam 1 malam dia malah nongkrong sama cowok lain? Di kota orang pula! Saat jauh dari suaminya pula! Wah, sudah kelewat batas nih!
Aku menelepon Carmen dan tak diangkatnya. Beberapa kali aku telepon namun tetap tak ada yang mengangkat. Jangan katakan kalau dia belum bangun!
Bau hangus membuatku menyadari kalau aku belum mematikan panggangan roti. Oh God, kenapa pagiku suram seperti ini sih?
Terpaksa aku membuang roti yang sudah gosong dan tak enak dimakan. Aku pun berangkat kerja dengan perasaan kesal karena ulah Carmen. Awas saja kalau dia angkat teleponku nanti! Akan aku omeli!
****
Carmen
Kedatanganku disambut hangat oleh Bahri. Anak itu berpakaian rapi saat menjemputku di bandara. Memakai kemeja dengan sepatu hitam mengkilat. Berbeda sekali dengan Bahri si mahasiswa yang suka mengantar baju laundrry yang biasanya hanya memakai kaos dan celana jeans santai.
"Ya Allah! Pangling aku melihat kamu, Bahri!" pujiku.
"Gimana? Ganteng enggak? Kayak artis enggak? Keren 'kan?" Bahri langsung memuji dirinya sendiri.
"Iya. Keren. Tetap ya, walau kemejanya keren dan sepatu mengkilat tapi sikap narsis dan sombong kamu enggak hilang! Senang deh aku berada di kota lain tapi ada temennya!"
Bahri membantu mendorong koper milikku dan mengajakku ke parkiran mobil. Sudah ada mobil perusahaan yang menjadi fasilitasnya bekerja.
"Keren banget ih sekarang udah naik turun mobil! Biasanya juga pakai motor matic yang suka dipakai anter laundry!" pujiku sekalian meledek.
"Setiap manusia itu harus berubah ke arah yang lebih baik, Neng. Contohnya aku, semua ini aku dapat berkat usaha kerasku belajar. Aku kelar kuliah lebih cepat dengan nilai bagus. Tawaran pekerjaan pun datang dengan sendirinya. Ayo, aku antar kamu ke hotel! Nanti malam aku jemput. Kita nongkrong dan menikmati malam di kota Jogya!" Bahri membukakan pintu mobil untukku.
"Gayanya enggak nahan. Okelah kalau begitu." aku check in di hotel lalu Bahri mengantarku sampai cafe baru milik Mommy dan ia harus kembali bekerja.
Aku sibuk dengan pekerjaanku. Bekerja dengan orang yang baru aku kenal. Berusaha menyesuaikan diri di kota orang. Aku senang karena bisa melupakan masalahku dengan suamiku. Itulah tujuanku berada di Jogja ini.
Malam hari sesuai janji, Bahri datang menjemputku. Ia mengajakku naik becak. "Mobil aku tinggal di rumah dinas. Kita jalan-jalan naik becak saja ya!"
"Yakin?!" tanyaku.
"Yakin. Ayo! Seru tau naik becak!" Bahri lalu memberhentikan sebuah becak yang tak lagi digowes dengan kaki melainkan dengan mesin. Mirip motor namun penumpangnya di depan.
"Ke Jalan Malioboro ya, Pak!" Bahri membantu aku naik ke atas becak baru dirinya naik kemudian.
Rasanya menegangkan naik becak. Karena pakai mesin jadi kecepatannya lebih cepat daripada becak yang digowes. Justru aku lebih merasa takut. Apalagi abang becaknya bawa becak agak ngebut.
"Kenapa? Takut? Sini pegangan sama aku!" Bahri memberikan lengannya padaku. Dengan sukarela aku berpegangan padanya. "Norak ih! Naik becak aja takut!" ledeknya.
"Bukan norak, ini tuh kayak enggak safety tau! Kita langsung menghadap ke jalanan tanpa ada pelindungnya dan abangnya agak ngebut! Amit-amit, kalau nyusruk gimana?" kataku agak berbisik agar abang becak tak mendengar suaraku.
Bahri tertawa mendengar perkataanku. "Nanti aku pegangin kalau kamu mau nyusruk! Udah tenang aja! Kamu mau jajan enggak? Nanti kita cari jajanan kesukaan kamu!"
"Jajan?" mataku langsung berbinar mendengar kata jajan.
"Iya. Jajan angkringan sekalian minum kopi joss, mau?"
"Kopi joss? Apa itu?" kami sudah sampai di tempat yang Bahri tuju. Ia memberikan uang lima belas ribu rupiah pada abang becak setelah membantuku turun dari becak tersebut.
"Kopi joss itu, kopi yang dicampur arang panas. Rasanya mantap! Makannya sambil makan aneka jajanan di angkringan. Kamu coba deh nanti. Pasti kamu ketagihan!" Bahri mengajakku berjalan-jalan di ramainya Jalan Malioboro pada malam hari.
"Aku fotoin kamu dibawah papan nama jalan Malioboro. Kamu bergaya sana! Mau foto berapa kali juga aku ijinkan!"
Dengan senang hati aku berpose beberapa kali. Bahri bahkan membantu memegang tas milikku agar aku bisa bebas bergaya. Hasil fotonya bagus. Beberapa aku upload di sosial mediaku.
"Keren ih kamu! Fotoin aku yang banyak ya!" kuberikan Hp milikku dan Bahri kembali mengambil banyak fotoku.
"Ada telepon nih!" Bahri menunjukkan panggilan masuk padaku. Mas Zaky. Malas rasanya.
"Cuekkin aja! Jangan diangkat dan jangan direject." aku menaruh Hp milikku ke dalam tas. "Pakai Hp kamu aja kalau gitu. Ayo kita lanjut lagi!"
Bahri malah menatapku serius. "Lagi berantem?" tebaknya.
"Enggak." Bahri mengambil beberapa foto lagi sebelum akhirnya aku menyudahi sesi foto bersama kami.
"Bohong ya? Masih edisi pengantin baru kok berantem pakai kabur ke luar kota segala!" sindirnya.
"Siapa yang kabur? Aku? Enggak kok! Aku tuh lagi kerja!" elakku.
"Masa sih? Kok aku lihatnya kamu kabur? Ada masalah? Bukannya masalah kamu sudah beres ya? Kamu sudah mengerjakan tugas kamu sebagai ibu rumah tangga. Kamu bahkan rajin masak dan aku kebagian masakan kamu malah kalau kamu lagi latihan."
Aku tak menjawab pertanyaan Bahri. Ia pasti tahu arti diamku apa.
"Beneran ada masalah rupanya. Pantas nyuruh aku ambil pekerjaan di Jogja. Oke. Karena bidadariku lagi ada masalah, aku akan buka sesi curhat. Yuk kita minum Kopi Joss biar ceritanya makin enak!"
Aku mengangguk setuju. Kami pun pergi ke salah satu angkringan yang ramai dan menikmati segelas Kopi Joss sambil curhat.
****
duda kesepian gagal move on smoga bisa rujuk yaa😃😃
terima kasih ya kak, Saya suka ❤️❤️❤️❤️
udah duluan baca kisahnya Djiwa 😍😍😍😍
50 ribuan satu orang 😂🤣