TAHAP REVISI🙏
***
Berawal dari kata 'tidak suka' hubungan mereka kian dekat karena sebuah pertengkaran. Batu yang keras, akhirnya luluh oleh air yang tenang.
Seperti itulah Gia dan Riza, dua remaja yang menaiki tangga bersama dari tidak suka, menjadi suka, lalu ke nyaman, dan berakhir dengan saling menyayangi.
***
Sedikit kisah, dari jutaan kisah lain yang mungkin akan membuat kalian tak bisa melupakannya.
@dwisuci.mn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Decy.27126, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Riza menatap Gia dengan mata memicing. “Nyindir, nih?”
Gia terkekeh, “Kamu ngrasa?”
“Terserah kamu aja, lah, Gia,” decak Riza malas.
“Cafe ini punya mama kamu, kan?” celetuk Gia tiba-tiba.
“Kok, tau?” tanya Riza kaget.
“Malika's Cafe, dan Vina Malika. Itu cuma tebakan aja. Ternyata, bener,” jawab Gia masih dengan kekehannya.
“Pinter banget, sih,” puji Riza.
“Jaman sekarang, nggak pinter, nggak hidup, Vin.”
“Kata siapa?”
“Kataku, tadi!”
“Aku nggak pinter, tapi, masih hidup, nih.”
Gia menatapnya dengan malas. “Nggak pinter, kok, nilainya perfect semua.”
Riza tertawa kecil, tetapi, dia tidak membalas ucapan Gia.
“Lain kali, aku ajak kamu makan ke tempat favoritku,” ujar Gia.
“Boleh, penasaran juga ... gimana selera seorang Gia Annatasya Putri,” jawab Riza tersenyum kecil.
“Nah, gitu, dong, senyumnya ikhlas. Kan, ganteng jadinya,” puji Gia dengan tawanya.
“Kamu juga cantik, kalo ketawa.”
“Oh, terima kasih. Aku juga udah tau, kok!” balas Gia dengan percaya dirinya.
“KePDan” decak Riza, dan hanya dibalas tawa renyah dari Gia yang tanpa sadar menarik mata Riza untuk menatapnya lama.
“Jangan zina mata kamu!” peringat Gia.
Riza melengos. “Astaghfirullah, maaf, Gi.”
Gia tersenyum kecil. “Lain kali, jaga, ya.”
“Pulang yuk, udah sore!” ajak Gia berdiri dari tempat duduknya.
“Ayo! Makasih udah nemenin aku,” ucap Riza.
“Sama-sama.”
Keduanya meninggalkan pelataran cafe dan pulang ke rumah masing masing dengan Gia yang diantar oleh Riza.
***
Halaman 8
'Gia, senyummu itu ancaman buatku, kau tau? Kau wanita pertama setelah mamaku yang berhasil membuatku tersenyum sendiri saat mengingatmu. Kau benar-benar membuatku gila Gia.'
Tertanda
Calvin Arriza Adhitama
***
Hari ini, tepat tanggal 17 Agustus yang artinya HUT kemerdekaan RI dan hari lomba yang telah ditunggu-tunggu oleh semua murid.
Tepat setelah upacara peringatan HUT RI selesai, semua siswa/i berganti pakaian dengan olahraga untuk mengikuti senam bersama dari kelas X - XII.
Semua berkumpul di lapangan dan melaksanakan senam bersama, sepuluh menit istirahat setelah senam, lomba dimulai, dari lomba tarik tambang putra-putri, volly, basket, tenis, balap karung, dll.
Gia yang tidak mengikuti lomba apa pun memutuskan untuk duduk di tepi lapangan yang tengah menampilkan teman-teman sekelasnya sedang lomba bola basket dengan kakak kelas mereka dari kelas sebelas, ada Riza dan Bagas yang ikut di sana. Tentu dia akan mendukungnya, walau tidak ikut berteriak menyorakkan nama Riza dan Bagas seperti yang dilakukan Melin dan beberapa anak lain.
“Hai Gi,” sapa seseorang duduk di samping kanannya.
“Oh, hay,” balas Gia menatap Adit yang menghampirinya.
“Nggak ikut lomba?” tanya Adit menatap Gia.
Gia hanya menatap ke depan dan fokus pada permainan teman-temannya. “Nggak.”
“Kenapa?”
“Nggak niat.”
“Ouh, itu temen sekelas kamu, kan?” tanya Adit menunjuk Riza yang sedang men-dribble bola menuju ring lawan.
“Iya, kenapa?”
“Mereka hebat mainnya, Riza terutama.”
"Hmmm, dia ketua kelas kami."
“Wah ... hebat juga,” puji Adit.
“Terima kasih,” jawab Gia dengan sedikit senyum membuat Adit mengernyit bingung di sana.
“Aku wakilnya,” ungkap Gia membuat Adit paham.
“Ouh, ya udah, aku permisi, ya. Ikut lomba volly soalnya,” pamit Adit.
“Ok, bye,” jawab Gia melambaikan tangan dan dibalas dengan senyum dari Adit.
Sorakan demi sorakan terdengar dari beberapa anak yang menonton pertandingan itu, hingga pertandingan selesai dan ... kelas Gia yang diketuai Riza menang dengan selisih tujuh poin.
Melin yang melihat Riza menepi langsung menghampirinya dengan membawa air dingin dan tisu, ada juga beberapa anak perempuan lain yang mendekati Bagas dan teman sekelas lainnya.
Riza yang melihat Gia hanya menonton dan duduk dengan santai di pinggir lapangan berdecak kesal dan menatapnya tajam, seakan tau tatapannya, Gia hanya tersenyum dan mengangkat bahu acuh untuk itu.
'Benar benar menyebalkan' batin Riza bergumam.
“Za, minum dulu,” tawar Melin menyodorkan air dingin di depan Riza.
“Hmmm, makasih,” riza menerima dan langsung meminumnya, itu sukses membuat Melin memekik senang, sedangkan Riza menatap Gia yang sedang bersama dengan Nela sekarang.
***
“Gi!” panggil Nela dari belakang Gia.
“Hay ... gimana lombanya?” tanya Gia.
“Huh ... lo, nih, bukannya dukung malah duduk di sini, sendirian lagi,” decak Nela kesal.
Gia terkekeh, “Ya, sorry, gimana?”
“Menang, dong, juara dua tapi,” jawab Nela yang sedikit kecewa dengan hasil yang kelas mereka peroleh.
“Alhamdulillah, dong, nggak masalah, kan, satu atau duanya,” tutur Gia bijak.
“Iya, lo bener. Udah menang, nih, traktir, dong,” rayu Nela.
“Iya, deh, ayo!” seru Gia tertawa, lalu terbangun dari duduknya dan berjalan menuju kantin bersama Nela.
“Mau kemana?”
Di tengah jalan, Riza dan Bagas bagai preman palak yang menghadang jalan Gia dan Nela.
“Mau ke kantin, ikut?” ajak Gia membuat mereka mengangguk.
Mereka berempat beriringan meninggalkan lapangan dan menuju kantin untuk mengisi perut yang lapar.
“Gimana tadi, capek, ya?” tanya Gia menatap Riza dan Bagas yang sudah duduk di bangku kantin di depannya.
“Ya, capeklah, tapi seru, dong. Ya, nggak, Za?” jawab Bagas dan menyenggol pundak Riza.
“Hmmm,” jawab Riza acuh.
“Menang, ya?” tanya Nela yang memang belum tahu hasil pertandingan basket tadi.
“Menang, dong, ada gue nggak mungkin nggak menang,” jawab Bagas dengan sombong.
“Hih ... songong!” Nela melempar Bagas dengan tisu bekas.
“Jorok banget sih, lo!” ringis Bagas melempar balik tisu itu.
“Udahlah ... mau makan juga. Ribut terus, deh, kalian ini,” decak Gia malas.
Nela cwmberut. “Iya, iya, makan.”
***
“Mau langsung ke kelas apa nanti?” tanya Nela menengok ke arah Gia.
“Aku mau ke perpus, mau ikut, nggak?” tanya Gia pada nela.
“Ogah, ah! Lo, mah, suka lupa waktu kalo di sana,” jawab Nela berdecak.
“Aku ikut!” sambar Riza diangguki Gia.
“Ayo!” ajaknya setelah menitipkan uang pada Nela untuk membayar makanan yang ia makan tadi.
Di dalam perpustakaan, keduanya berdiri di depan rak yang sama. Gia yang fokus mencari buku, dan Riza hanya mengikuti gadis itu saja.
“Cari buku apaan?” tanya Riza sedikit berbisik.
“Lihat-lihat aja, dulu,” jawab Gia juga pelan.
“Aku tunggu di sana aja, ya?” izin Riza menunjuk bangku yang ada di perpus, diangguki Gia yang masih memilih bukunya.
'Gila baca nih orang' batin Riza menatap Gia dari jauh.
***
Bersambung..
See u next chapter semuahhh😚🖤
spnjang crita karakter gia msh konsisten msh terbaik dan kalau bs gia seharusnya dpt lbh baik lg dr karakter riza😁 dan riza sprti tdk ada lawannya buat dapetin gia kyk gmpang ajha buat riza
tp utk smwnya udh bagus karakternya kuat2👌
salken, kak....
Jd terkenang masa SMA ku😁😁