NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:26k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Semen Jadi Cuan

Cahaya matahari pagi yang menerobos masuk ke kamar nomor 13 seolah membawa energi baru. Malam tadi, Arjuna memang tidur dengan pikiran yang berat, namun ia terbangun dengan sebuah kesadaran sederhana: takdir mungkin telah memberinya beban yang luar biasa, tapi takdir tidak akan membayar sewa kos atau mengisi perutnya yang lapar. Ia harus tetap bergerak.

Pagi itu, sebelum penghuni kos lain ramai, Arjuna keluar ke lorong belakang yang sempit. Ia melakukan beberapa gerakan peregangan sederhana. Saat ia mencoba beberapa push-up, ia merasakan perbedaan yang nyata. Gerakannya terasa begitu ringan, napasnya tetap teratur meski sudah melakukan puluhan kali. Kekuatan fisik yang ia rasakan saat pertarungan kemarin ternyata bukanlah ilusi. Ini adalah bagian dari dirinya sekarang. Ia tidak sedang berlatih untuk bertarung, melainkan mencoba memahami dan berdamai dengan tubuhnya yang baru.

Setelah mandi dan mengenakan kemeja bersihnya yang lain, ia bertemu dengan Budi dan Gofar yang sedang menyeruput kopi di depan kamar mereka.

"Pagi, Jun! Wah, seger bener muka lo hari ini," sapa Gofar.

"Nah, gini dong!" timpal Budi sambil menepuk pundak Arjuna. "Kemarin-kemarin muka lo ditekuk mulu kayak bon utang. Ada kabar baik apa nih?"

Arjuna tersenyum, kali ini senyumnya terasa lebih tulus. Ia memutuskan untuk tidak membiarkan beban rahasianya membuatnya jauh dari teman-teman yang sudah baik padanya. "Nggak ada apa-apa, Mas. Cuma tidur lebih nyenyak aja semalam."

"Baguslah!" kata Budi. "Mau kemana nih pagi-pagi udah rapi? Mau ngejar beasiswa lagi?"

"Bukan, Mas," jawab Arjuna sambil merapikan tas selempangnya. "Mau coba cari kerja lagi. Nunggu pengumuman beasiswa kelamaan, bisa-bisa jadi fosil di kamar nanti."

"Nah, itu baru semangat pejuang!" seru Gofar. "Jangan lupa sarapan, Jun. Tenaga itu penting, apalagi tenaga buat menghadapi penolakan."

"Siap, Mas Gofar!" Arjuna tertawa kecil. Candaan ringan seperti ini terasa seperti angin segar yang meniup pergi sedikit kegelisahan di hatinya.

Setelah berpamitan, Arjuna melangkah keluar dari gang kos dengan semangat yang diperbarui. Ia tidak kembali ke area di mana insiden ambulans kemarin terjadi. Ia merasa lebih bijaksana untuk mencari di tempat lain, menghindari kemungkinan dikenali orang.

Ia naik angkot menuju area perbelanjaan dan perkantoran yang berbeda, sebuah kawasan yang lebih ramai dan padat dengan berbagai macam usaha, dari yang besar hingga yang kecil.

Dan dengan begitu, Arjuna kembali ke medan perangnya yang sesungguhnya. Bukan pertarungan melawan preman atau perdebatan dengan tenaga medis. Melainkan pertarungan sehari-hari melawan kerasnya ibu kota, berbekal ijazah SMA, beberapa lembar uang di saku, dan sebuah rahasia besar yang melingkar di jari manisnya. Ia berjalan dari satu ruko ke ruko lain, dari satu kedai ke kedai lain, matanya kembali awas mencari selembar kertas bertuliskan kata "LOWONGAN", siap untuk ditolak, dan siap untuk terus mencoba lagi. Perjuangannya baru saja dimulai kembali dari titik nol.

Matahari Jakarta berada tepat di puncak, memanggang aspal dan menguapkan sisa-sisa semangat Arjuna. Sudah berjam-jam ia berjalan, masuk dan keluar dari puluhan toko, kafe, dan rumah makan. Jawabannya selalu sama: "Tidak ada lowongan," "Sudah terisi," atau yang paling menyakitkan, tatapan meremehkan dari atas ke bawah sebelum ia sempat membuka mulut.

Rasa lelah dan putus asa mulai menggerogotinya. Ia berhenti di sebuah jembatan penyeberangan, menatap lalu lintas yang padat di bawahnya. Mungkin memang benar kata teman-teman kampusnya dulu. Tanpa koneksi atau ijazah tinggi, Jakarta adalah hutan yang siap menelannya hidup-hidup.

Saat itulah matanya menangkap sebuah pemandangan yang kontras. Di seberang jalan, sebuah proyek pembangunan gedung tampak sibuk luar biasa. Debu beterbangan, suara mesin molen beradu dengan teriakan para pekerja. Yang paling menarik perhatiannya adalah deretan truk besar yang sedang antre, dipenuhi karung-karung semen. Para kuli bangunan, dengan tubuh kekar dan berpeluh, sibuk menurunkan karung-karung itu satu per satu.

Sebuah ide gila dan iseng terlintas di benak Arjuna. Pekerjaan kasar. Pekerjaan yang hanya butuh otot. Ia melirik lengannya yang kurus. Mungkin ia akan langsung ditolak. Tapi, apa ruginya mencoba?

Dengan sisa keberanian yang ada, ia menyeberang dan menghampiri area proyek itu. Ia bertanya pada salah seorang pekerja di mana ia bisa bertemu mandornya. Pria itu menunjuk ke arah seorang pria paruh baya berperut buncit yang sedang berdiri sambil berteriak-teriak memberi instruksi.

Arjuna mendekat dengan sopan. "Permisi, Pak."

Sang mandor, yang bernama Pak Tarno, menoleh. Matanya yang tajam langsung memindai Arjuna dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Ada apa?" tanyanya dengan nada galak.

"Maaf mengganggu, Pak. Saya lihat sedang banyak pekerjaan di sini. Apa mungkin... butuh tenaga tambahan untuk angkut-angkut?" tanya Arjuna sedikit ragu.

Pak Tarno tertawa sinis. "Tenaga tambahan? Kamu?" Ia menunjuk Arjuna dengan dagunya. "Badan kamu kurus kering begitu, ngangkat semen satu karung juga bisa patah pinggang kamu nanti. Ini kerjaan orang kuat, bukan buat anak sekolahan kayak kamu."

Hinaan itu terasa familiar, tapi Arjuna tidak membiarkannya mematahkan semangatnya. Ia tahu ini kesempatan terakhirnya hari ini.

"Saya mohon, Pak," ujar Arjuna dengan sungguh-sungguh. "Saya benar-benar butuh pekerjaan. Saya sedang cari uang tambahan untuk biaya kuliah. Saya janji akan bekerja sekuat tenaga."

Mendengar kata "kuliah", ekspresi Pak Tarno sedikit melunak. Ia menatap mata Arjuna yang penuh permohonan. Entah karena kasihan atau karena memang ia benar-benar kekurangan orang, ia akhirnya menghela napas.

"Ya sudah, ya sudah! Tapi jangan harap bayaran harian," katanya. "Saya bayar borongan. Seribu rupiah untuk setiap karung semen yang kamu pindahkan dari truk ke gudang sana. Sanggup?"

Seribu rupiah. Harga yang sangat murah untuk mengangkat beban seberat 50 kilogram. Tapi bagi Arjuna, itu adalah sebuah kesempatan. "Sanggup, Pak! Saya sanggup!" jawabnya mantap.

"Bagus. Coba sana!" kata Pak Tarno sambil menunjuk truk terdekat, masih dengan nada ragu. Ia lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya, menganggap Arjuna paling hanya akan kuat mengangkat lima karung sebelum menyerah.

Arjuna menarik napas dalam-dalam dan menghampiri truk semen. Beberapa kuli lain meliriknya dengan senyum mengejek. Arjuna mengabaikan mereka. Ia berjongkok, memposisikan punggungnya, dan dengan sekali hentak, ia mengangkat satu karung semen ke bahunya.

Anehnya, karung itu tidak terasa seberat yang ia bayangkan. Tentu, bobotnya terasa, tapi sangat bisa dikendalikan. Kekuatan dari cincin itu seolah mengalir, memperkokoh tulang punggung dan otot-ototnya.

Dengan langkah yang mantap, ia membawa karung itu ke gudang penyimpanan yang berjarak sekitar dua puluh meter dan meletakkannya dengan rapi. Lalu ia kembali. Mengambil satu lagi. Membawanya. Meletakkannya. Lagi, dan lagi.

Satu jam pertama, para pekerja lain tidak terlalu memperhatikannya. Tapi memasuki jam kedua, mereka mulai menyadari sesuatu yang aneh. Anak kurus itu... tidak berhenti. Sama sekali.

Sementara mereka yang bertubuh kekar sudah beberapa kali istirahat, menyeka keringat dan menenggak air, Arjuna terus bergerak seperti mesin. Ritmenya konstan. Punggungnya tetap tegak, napasnya teratur. Keringat memang membasahi seluruh tubuhnya, tapi tidak ada tanda-tanda kelelahan di wajahnya.

"Gila..." bisik salah seorang kuli pada temannya. "Itu anak minum bensin apa gimana? Tenaganya nggak habis-habis."

Pak Tarno yang sedang memeriksa catatan, akhirnya ikut memperhatikan. Matanya membelalak. Tumpukan semen yang dipindahkan oleh Arjuna sudah jauh lebih banyak dari pekerja lainnya. Anak kurus yang tadi ia remehkan kini bekerja dengan energi dan efisiensi yang tidak masuk akal.

Semua orang kini melongo. Aktivitas mereka sedikit melambat, sebagian besar kini hanya menatap Arjuna dengan mulut ternganga. Mereka sedang menyaksikan pemandangan yang mustahil: seorang pemuda berbadan ceking dengan kekuatan seekor banteng, memindahkan semen karung demi karung seolah itu hanyalah bantal.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!