Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdua Bersama Alina
"Ayah,.. hari minggu besok Eneng ulang tahun, ayah masih disinikan sampai minggu?" ujar Alina kepada Gilang.
"Iya eneng cantik, ayah malam ini sampai nanti minggu tidur di rumah baru ayah, itu disana rumah baru ayah.. di blok depan" ujar Gilang sambil tangannya menunjuk ke arah luar. Alina pun mengangguk.
Lalu Alina berjalan ke belakang untuk mengambil air minum untuk ayahnya, "ada siapa neng?" tanya Arin yang sedang mengeringkan baju di mesin cuci di ruang belakang.
"Ada ayah ambu, ayah kesini nengokin Eneng" ujar Alina polos. "Oh iya atuh, sok sama eneng kasih minum ayahnya" ujar Arin, Alina pun mengangguk sambil menyiapkan nampan berisi secangkir teh hangat dan beberapa cemilan kue lalu dibawanya ke depan.
"Ayah ini minum dulu.." ujar Alina. Gilang tampak terharu melihat perlakuan putrinya, walaupun masih kecil Alina punya inisiatif sendiri menyediakan minuman, cemilan tanpa mengandalkan orang lain.
"Terima kasih ya, tehnya ini eneng yang buat?" tanya Gilang. "Iya dong, kan diajarin sama ambu, kalau air secangkir ini takaran gulanya 1,5 sendok teh terus tinggal di kasih teh celup cap botol gitu kata ambu.." ujar Alina. Lalu Gilang mencoba minum tehnya.
"Mm, enak teh buatan kamu nak.. good girl, I'm proud of you!" ujar Gilang. Alina pun tersenyum dan berkata.. "Thanks daddy.. "ujar Alina. "Ayah di coba dong kuenya, ini ambu yang buat kemarin eneng juga bantuin kok.." ujar Alina.
Gilang pun segera mencoba kue buatan Arin dsn Alina itu. "Mm, gurih ya neng.. kejunya juga terasa, wah bisa tambah lagi nih ayah" ujar Gilang sambil mengambil lagi beberapa kuenya.
"Iya dong, ini kan pakai keju edam ayah.."ujar Alina mencoba menerangkan, lucu sekali.
Gilang pun tersenyum melihat Alina.
"Oh iya ambu mana eneng?" tanya Gilang. "Ambu lagi di belakang ayah, lagi cuci baju-baju di mesin cuci terus abis itu di dry di mesin juga, cucian ambu banyak deh.." ujar Alina.
"Ooh, eneng nggak bantuin?" tanya Gilang.
"Kan ada ayah.. jadi eneng temenin dulu, masa ayah sendirian di sini" jawabnya simpel.
Gilang mendengar itu hanya tersenyum kecil,
"Oh iya neng, ini buku sempoanya, ini juga ada kamus bahasa Korea, eyang Bagja yang beliin buat kamu sayang.. "ujar Gilang.
"Terima kasih ayah.., nanti Eneng video call sama eyang ya ayah.." ujar Alina. "Iya, iya nak... "ujar Gilang sambil tersenyum.
Tidak lama kemudian Arin datang menghampiri mereka berdua dengan memakai daster panjang dan jilbab instan, "Lang.. udah lama?, maaf ya tadi aku di belakang" ujar Arin menyapanya.
"Ya lumayan, mungkin 20 menitan.. tapi nggak apa apa, nih di temenin sama anak cantik" jawab Gilang, Arin bahagia melihat Gilang dan Alina yang selalu kompak.
"Rin, .. boleh aku ajak eneng lihat sebentar ke rumah baru?" tanya Gilang. "Boleh Lang.. tapi jangan terlalu malam, eneng belum baca Qur'an hari ini" ujar Arin. Gilang pun mengangguk.
"Eneng, yuk kita lihat rumah ayah dulu disana" ajak Gilang., "Sebentar Lang, si eneng belum pakai jilbabnya.." ujar Arin, lalu mengambil jilbab instan anak dan memakaikannya pada Alina.
"Emang harus ya anak sekecil ini keluar sebentar pakai jilbab?" tanya Gilang. "Menurutku iya, harus karena untuk melatih kebiasaan" jawab Arin sangat tegas.
"Buset deh.. deh bu dosen galak amat ya si Arin, beda waktu dulu jaman pacaran" gumam Gilang. Gilang dan Alina pun pergi dengan mobil menuju rumah yang baru.
"Mobil ayah bagus deh, besar.. kalo mobil ambu mah kecil, Eneng suka mobil ayah" ujar Alina dengan lucu. "Mobil ayah ini mobil eneng juga, eneng boleh naik kapan saja eneng mau.." ujar Gilang menatap putrinya di sebelah kemudi. "Nah sudah sampai deh kita, yuk turun sayang.." ujar Gilang.
Gilang pun turun dan menggendong Alina yang kakinya sudah terlihat panjang.. "Ini rumah ayah beneran?" tanya Alina. "Iya anak cantik, tapi masih kosong belum ada barang-barangnya, yuk masuk!" ajak Gilang. Alina pun masuk dan berjalan mengitari ruangan yang ada di rumah itu, "Neng kesini sebentar.. nah yang ini nanti jadi kamar eneng kalau nginap disini, suka sayang?, tema kamarnya eneng mau apa?" tanya Gilang.
"Eneng maunya tema kamar ini 'all about Korean' boleh ayah?" tanya Alina lucu. "Boleh dong, nanti ayah buatin.." ujar Gilang tersenyum.
"Ayah nanti tidur dimana?" tanya Alina. "Ayah tidur disini, tuh.. "ujar Gilang sambil menunjuk kasur lipatnya yang ada di sudut ruang kamar utama. "Nggak dingin ayah tidur di kasur lipat kayak begini? ini Bandung ayah.. "ujar Alina terheran. "Nggak neng, kan ayah bawa selimut.." ujar Gilang sambil menunjuk selimut tebalnya.
Alina pun mengangguk.,
"Ayah .. Eneng mau tanya, tapi ayah jangan marah ya?" ujar Alina tiba-tiba. "Iya, eneng mau tanya apa sama ayah?" ujar Gilang lembut.
"Ayah, kenapa ayah nggak serumah sama ambu?, bahkan waktu Eneng bayi sampe kemarin ayah nggak ada?, ayah ngumpet di Jakarta?" tanya Alina dengan polos dan menatap Gilang. Gilang pun tersenyum.
"Eneng.. anak cantik sayangnya ayah, begini nak, ayah nggak mungkin untuk serumah dengan ambu karena ayah belum menikah dengan ambu sekarang ini, semua itu memang kesalahan ayah dan dosa ayah.. saat dulu eneng bayi ayah selalu di Jakarta.. Maafkan ayah ya neng," ujar Gilang sambil mengusap air matanya yang mulai membasahi pipinya.
"Ayah kok jadi nangis jawab pertanyaan Eneng.. udah jangan nangis ayah, eneng tanya gitu sama ayah cuma karena eneng pengen tahu aja.. tapi kok ayah malah nangis begini?, Eneng jadi bingung deh.... "ujar Alina dengan polos dan merasa heran.
Lalu Alina pun dengan tangannya yang mungil mengusap air mata Gilang yang menetes di sudut pipinya.
"Maafin ayah ya nak, ayah janji.. Ayah nggak akan ninggalin eneng lagi, kelak kamu menikah nanti ayah juga akan selalu ada buat eneng, doain ayah sehat ya neng.... "ujar Gilang sambil memeluk erat Alina yang terdiam.
"Iya ayah .... Eneng sayang sama ayah," ujar Alina sambil tetap mengusap air mata Gilang yang masih jatuh, dan memeluknya.
Terdengar suara notifikasi di ponsel Gilang, rupanya Arin yang memberitahu agar mereka segera pulang karena Alina belum membaca Qur'annya.. "Neng, kita pulang yuk ambu sudah suruh pulang" ujar Gilang sambil siap menggendong Alina. Setelah mengunci rumah dan menaikkan Alina ke mobil mereka pun pulang ke rumah Arin.
Tiba di rumah Arin, Gilang terlihat masih menggendong Alina yang tangannya melingkar di leher ayahnya... "Aduh neng udah segede gini masih malu atuh iiih, turun nak kasihan ayah.. badan kamu teh berat," ujar Arin. "Nggak apa apa kok Rin, dia sendiri yang mau seperti ini.. "ujar Gilang sambil menurunkan Alina.
"Ayo neng, ngaji dulu ambil Qur'an kamu.. "ujar Arin tegas. Alina pun mengambil Qur'annya lalu duduk dan mengaji di depan Gilang. Suara indah Alina melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an membuat air mata Gilang kembali jatuh..
Alina pun berhenti sesaat membaca Qur'annya, "Ayah kenapa nangis lagi?" tanya Alina. "Nggak kok ayah nggak nangis, ayah nggak apa apa.., ayah cuma bangga kamu anak yang luar biasa neng dan.. Ayah sayang sekali sama kamu" ujar Gilang sambil mencium ubun-ubun kepala Alina.
Arin pun tersenyum dan terharu melihat pemandangan itu.. "Neng, coba sekarang tadabur kan kata per katanya harus bisa, harus benar" ujar Arin. Alina pun menurut apa kata ambunya dan dia melakukan apa yang disuruh..
"Busyet deh!, si Arin cara ngedidiknya sampai sebegitunya.." gumam Gilang memperhatikan sikap Arin. Gilang menilai Arin sangat keras dalam mendidik anaknya sehingga itu menjadikan Alina punya mental yang kuat.
Sebelum Gilang pamit, Alina mengingatkan ayahnya untuk tidak lupa menjemputnya esok untuk pergi ke timezone. "Ya sudah, ayah pulang ya.. dadah sayang" ujar Gilang. Alina pun berlari pergi ke kamarnya. "Rin, aku pulang dulu, besok aku ijin antar eneng ke timezone ya.. "ujar Gilang. "iya Lang.. "ujar Arin singkat. Arin pun mengantar Gilang sampai pagar dan mengunci pagarnya.
Keesokan paginya pukul 09:00, Gilang tampak sudah berada di kediaman Arin untuk menjemput Alina. Tampak Gilang sedang berbincang dengan Aril yang baru pulang kerja.
"Beginilah kang maklum kerja shif jadi baru pulang, rasanya pingin cari kerja lain.." ujar Aril. "Ya saya juga begitu, kemarin juga saya baru test di perusahaan Aviasi di Bandung sini.. mudah-mudahan bisa lolos.. Aril lulusan apa?" ujar Gilang. "Sastra Perancis Unpad kang, S1 tapi kerjanya di pabrik hehehe.." ujar Aril tertawa. "Ya, apapun juga harus kita syukuri Ril.." ujar Gilang. "Tah eta bener pisan kang.." ujar Aril.
Tidak lama Alina pun datang dengan gamis motif bunga sakura pink, juga dengan hijab anak warna pink.. cantik sekali, eneng mencium punggung tangan Aril dan Gilang. "Duh anak amang udah cantik begini mau kemana eneng teh?" ujar Aril, Gilang tersenyum melihat Aril.
"Eneng mau timezone Sumarecon Mall sama ayah, amang ikut yuk.." ujar Alina. "Amang nggak ikut neng, amang ngantuk kan baru pulang.. Kang tinggal dulu ya" ujar Aril pamit dengan Gilang.
"Eneng, ini bekal minum kamu buat dimobil ayah nanti, Lang titip eneng ya.." ujar Arin dengan sedikit senyum. "Iya, siap Rin.." ujar Gilang yang langsung menggendong Alina putrinya ke mobil. Arin hanya menggelengkan kepalanya melihat kedekatan antara mereka.
"Ambu, Eneng pergi dulu sama ayah.. sok sekarang ambu bisa belajar ya" ujar Alina, dia mengerti jika ambunya kuliah lagi. Arin pun tersenyum mendengar kata-kata eneng. Alina lalu melambaikan tangannya pada Arin sambil kegirangan dalam gendongan Gilang.
Dalam perjalanan mereka berdua di mobil Alina mulai membuka dialog, "Besok kan Eneng ulang tahun ayah.. tapi nggak dirayain di rumah, ambu biasanya suka bagikan uang juga makanan ke panti asuhan anak yatim" ujar Alina bercerita.
"Eneng ulang tahun yang ke berapa besok?" tanya Gilang. "Ke 7 ayah.. iya Eneng umurnya 7 tahun" ujarnya sambil menghitung jarinya sendiri.
"Eneng mau kado apa dari ayah? hayoo.." ujar Gilang sambil mengemudikan mobil dengan hati-hati. "Kado Eneng mah ayah aja, eneng nggak pingin apa-apa da.. "ujar Alina dengan dialek sundanya. Gilang tersentuh dengan jawaban putrinya.
Mereka berdua pun akhirnya tiba di Sumarecon Mall Bandung. Setelah membeli beberapa puluh koin untuk permainan Alina pun bermain dengan riang, Gilang hanya mengawasinya saja.. tidak pernah terpikir olehnya ia sampai pada momen seperti sekarang ini, Alina yang dulu ia tidak pernah pedulikan sekarang menjadi prioritas utamanya, ada setetes air mata yang hampir tumpah di matanya.
Selain permainan, Alina juga melihat film tentang Nabi Muhammad di timezone, "Ayah Eneng mengagumi rasulullah, suatu hari nanti eneng pasti sampai ke Nabawi Madinah" ujar Alina dengan optimis.
"Iya, nanti sama ayah kita pergi kesana.. kita umroh ya nak, doain ayah ada uangnya" ujar Gilang mencium kepala Alina. "Asyiiiiik.. "ujarnya riang. "Besok ke panti jam berapa cantik?" tanya Gilang. "Eneng nanti tanya ambu, kalau ambu udah selesai belajar.. ambu suka marah kalau lagi belajar diganggu.." ujar Alina. Gilang pun mengangguk.
Tiba di rumah kemudian.. Alina tampak lelah sudah tertidur, Gilang menggendongnya dengan hati-hati membawanya ke dalam, "Rin, ini gimana si eneng?" ujar Gilang. "Oh iya Lang langsung tidurin aja dia di kamarnya" ujar Arin sambil matanya masih tertuju pada laptopnya. Setelah menidurkan Alina, Gilang pun pamit ke Arin. "Besok katanya dia ulang tahun dan ke panti asuhan, jam berapa Rin?" Pakai mobilku aja sekalian.. "ujar Gilang. "Jam 9 ya Lang, iya boleh pakai mobil kamu aja.." ujar Arin. Gilang pun mengangguk setuju.
"Aku pulang dulu ya Rin.." ujar Gilang.
"Mm, makasih ya Lang.. "jawab Arin singkat. Gilang pun pergi meninggalkan rumah Arin.
************