Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Ketukan di pintu kembali terdengar. Kali ini lebih pelan… namun jauh lebih mengancam.
Tuk… tuk… tuk.
Keyla menahan napas, tubuhnya bergetar tanpa bisa dikendalikan. Suara itu—suara pria yang memanggilnya dengan nama “Dira”—mengiris masuk ke dalam ingatan yang selama ini ia kunci rapat-rapat.
“Dira…” Suara bariton itu kembali mengalun lembut. “Sudah lama, ya?”
Keyla menutup mulut dengan kedua tangan, menahan jeritan yang nyaris lepas. Ia mundur perlahan, punggungnya menempel pada dinding, lututnya gemetar.
Di ponsel, suara Kenny terdengar panik.
“Keyla?! Aku sudah di mobil! Aku pulang sekarang! Bertahan sebentar lagi—dengar aku? Jangan lepaskan telepon!”
Air mata Keyla jatuh. “K-Kenny… dia ada di depan kamar. Dia coba masuk…”
“Key, dengarkan aku. Jangan dekati pintu. Cari benda apa pun sebagai pertahanan. Aku sepuluh menit lagi sampai—cukup sepuluh menit. Bertahan untukku.”
“Dia… dia memanggilku Dira…” suara Keyla pecah. “Kenapa dia bisa masuk rumah?”
“Aku nggak tahu,” Kenny menggertakkan gigi. “Tapi aku akan sampai secepat mungkin. Kumohon… jangan buka pintunya.”
Tuk.
Ketukan itu berhenti.
Hening.
Namun hening itu jauh lebih mengerikan.
Kemudian, suara gesekan pelan terdengar. Seperti seseorang sedang menelusuri permukaan pintu dengan ujung jarinya.
Seolah menelusuri nama yang ia kenal begitu baik.
“Dira,” bisiknya. “Kau masih suka bersembunyi rupanya.”
Keyla terisak. “P-pergi…”
Pria itu tertawa pelan. “Masih gemetaran seperti dulu. Cantik sekali.”
Langkah kaki terdengar dari balik pintu. Pelan. Tenang. Seseorang menyisir lantai lorong seolah berjalan santai di rumahnya sendiri.
“Tahu, Dira?” katanya. “Aku merindukanmu.”
Keyla tidak sanggup menahan tangis lagi. Ia menunduk, bahunya terguncang.
Kenny
Sementara itu, Kenny menyalip beberapa mobil lain, hampir menabrak lampu lalu lintas. Hujan deras membuat jalan licin, namun ia memaksa mobilnya melaju secepat mungkin.
“Keyla, bicara denganku,” katanya, napasnya memburu.
“Aku… aku takut, Kenny…”
“Kumohon, tetap denganku. Aku sudah dekat.”
Kenny mendengar suara nafas Keyla yang terputus-putus, suara isakannya, dan suara langkah kaki dari kejauhan. Tubuhnya bergetar oleh kemarahan—dan rasa takut.
“Tidak ada yang boleh menyentuhmu… tidak ada,” gumamnya pada diri sendiri.
Ia menekan gas lebih dalam.
Keyla — Dalam Kamar
Ketukan berhenti sepenuhnya.
Namun Keyla tidak berani berpindah tempat. Ia memeluk kakinya erat-erat, mencoba mengontrol napasnya yang tersengal.
Lalu sesuatu mengejutkannya.
Tuk.
Bukan dari pintu.
Bukan dari lantai.
Namun dari jendela kamar.
Keyla menoleh perlahan, jantungnya hampir berhenti.
Ada bayangan gelap di balik tirai.
Dan kemudian—
Seseorang menyentuh kaca jendela dari luar.
Perlahan.
Tertekan.
Seolah memanggilnya untuk datang.
Keyla langsung merangkak mundur, menabrak meja kecil hingga vas bunga jatuh dan pecah. Ia menjerit pelan dan menutup mulut dengan tangan.
“Key?!” suara Kenny terdengar. “Apa yang jatuh?!”
“Nggak… nggak apa-apa…” Keyla berkata terputus-putus. “Dia… dia di jendela…”
“Oh Tuhan…” Kenny menekan klakson mobil, frustrasi. “Keyla, cari tempat sembunyi! Lemari! Di bawah tempat tidur! Di balik sofa! Apa saja!”
Keyla menggeleng, meski Kenny tak bisa melihat. “Dia… dia tahu semua tempat aku sembunyi… dulu…”
Pintu kamar kembali bergetar.
Sekali.
Dua kali.
Lalu suara pria itu terdengar dari balik pintu, lebih dekat, lebih penuh tekanan.
“Dira. Kau tidak berubah.”
Keyla menekan punggungnya ke dinding seakan ingin menembusnya. “P-pergi… kumohon…”
“Kenapa kau menangis?” tanyanya lembut, seperti seseorang bertanya pada anak kecil. “Aku datang untuk menjemputmu.”
Keyla menutup telinganya. “Aku bukan Dira. Aku—aku bukan dia… tolong…”
Di luar pintu, pria itu menarik napas panjang.
“Namamu tetap Dira. Milik siapa?”
Keyla membeku.
Kata itu.
Kata yang dulu menghancurkan hidupnya.
“Milik… aku…”
Kenny langsung berteriak dari telepon.
“KEYLA! JANGAN JAWAB APA PUN! JANGAN!”
Keyla terisak. “Kenny…”
“Keyla, itu bukan masa lalumu lagi! Jangan biarkan dia menguasaimu lagi! Dengar aku, Key… aku sudah di depan rumah. Dua menit lagi!”
Namun pria itu berbicara kembali dari luar pintu, memotong kepanikan Kenny.
“Kenapa kau kunci pintunya, Dira? Kau takut padaku?” Suaranya lembut tapi mematikan. “Bukankah dulu aku yang selalu menjagamu?”
Keyla meremas gaun tidurnya dengan tangan gemetar. “J-jangan…”
“Buka pintunya. Aku ingin melihatmu.”
Keyla menggeleng keras.
Pria itu mendesah—suara frustasi yang sangat ia kenal.
“Dira… jangan buat aku marah.”
Kemudian, suara logam terdengar. Seperti seseorang sedang memasukkan sesuatu ke dalam sela pintu.
Keyla membeku.
Itu suara…
kunci duplikat.
Tidak.
Tidak mungkin.
“Aku sudah bilang,” suara pria itu tenang. “Tidak ada tempat yang bisa menyembunyikanmu.”
KLIK.
Kunci kamar berputar perlahan.
Keyla menjerit keras.
“KENNY!!!”
“Aku sudah sampai rumah!” Kenny berteriak dari telepon. “Masuk ke kamar mandi! Kunci dirimu! Lari, Keyla!”
Keyla bangkit dan berlari ke kamar mandi di dalam kamar. Tangannya gemetar saat memutar kunci pintu, hampir jatuh karena panik.
Pintu kamar utama terbuka.
“Dira…”
Suara itu terdengar begitu dekat.
Keyla menutup pintu kamar mandi keras-keras dan menguncinya. Ia menahan napas, bersandar pada dinding dingin. Air matanya mengalir deras.
Dari ponsel, Kenny berteriak, “AKU SUDAH MASUK RUMAH! KEYLA?! DIMANA KAMU?!”
Keyla berusaha bicara. “K-Kenny… aku di kamar mandi…”
“Jangan gerak. Aku naik!”
Namun sebelum ia sempat menjawab, suara langkah berat terdengar dari luar pintu kamar mandi.
Lalu—
Tuk.
Suara ketukan.
“Dira,” panggil pria itu lembut.
“Aku sudah menemukanmu.”
Keyla tersungkur, tubuhnya tak kuat menopang.
“Kenapa kau lari?”
Air mengalir dari shower yang tak sengaja tersentuh, menghasilkan suara bising yang membuat kamar mandi terasa seperti ruang eksekusi.
Pria itu menyentuh gagang pintu.
“Kau sudah cukup lama bersembunyi dariku.”
Ketukan berubah menjadi hentakan.
DUK!
Pintu bergetar.
DUK!!
Keyla menutup telinganya dan menangis keras.
Di telepon, Kenny menjerit, “AKU DI LANTAI ATAS! TUNGGU AKU!”
Namun pria itu mengucapkan satu kalimat yang membuat darah Keyla berhenti mengalir.
“Dira… aku datang untuk membawamu pulang.”
DUARR!!
Pintu kamar mandi retak.
Hantaman berikutnya pasti akan membukanya.
Keyla berteriak histeris, “KENNY!!!”
Dan pada detik terakhir—
tepat sebelum pintu itu pecah—
Seseorang menarik pria itu dari belakang.
Suara keras terdengar.
Pertarungan.
Tubuh yang jatuh.
Suara benturan ke dinding.
Kenny berteriak, “LEPASKAN DIA!!!!”
Keyla menahan napas.
Dari balik pintu, suara pria misterius itu tertawa pelan.
“Kenny…” katanya. “Kau datang lebih cepat dari yang kuduga.”
Lalu semuanya berubah menjadi suara berantakan.
Dan bab ini berakhir dengan Keyla menempel di dinding, gemetar, sementara di balik pintu kamar mandi—dua pria sedang bertarung untuknya.
Satu ingin melindunginya.
Satu ingin memilikinya.
Sementara ia tahu…
Ini baru permulaan.