Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Wibisono duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Raisa Mulai Melawan
Raisa berjalan cepat tanpa menoleh sedikit pun, nafasnya memburu, dada sesak seperti dicekik sesuatu yang tak terlihat...
Langkahnya terdengar tergesa di halaman rumah Bu Arum. Ia tidak tahu ingin ke mana, yang jelas ia ingin pergi, menjauh dari suara-suara yang menusuk seperti duri: suara Laras, suara Desi, suara luka masa lalu yang kembali hidup.
Di belakangnya, Raka dan Amel yang baru tiba di rumah Bu Arum turun dari motor mereka...
Raka baru saja melepas helm saat melihat sosok Raisa melintas cepat dan langsung menghentikan ojek yang lewat..
"Raisa? Raisa!” panggil Raka spontan..
Raisa tak berhenti, ia pura-pura tidak mendengar apa pun, atau mungkin memang benar-benar sudah tidak sanggup mendengar apa pun.
.
Raka mengerutkan dahi.
“Ada apa dengan Raisa…?” gumamnya pelan, napasnya terasa berat.
Amel menatap Raka penuh tanya, tapi sama-sama tak mengerti.
Mereka akhirnya masuk ke dalam rumah, dan saat itulah Amel menggenggam tangan Raka erat, memberi kode bahwa suasana di dalam pasti tidak baik-baik saja.
Begitu membuka pintu, mereka tertegun.
Di ruang tamu, Desi masih duduk, dengan wajah seolah baru saja disakiti padahal dialah yang memancing semua..
Begitu melihat Raka masuk, Desi berdiri dan memberi senyum yang dibuat-buat, senyum yang bahkan tak sampai ke mata..
"Maaf ya, Pak, Bu,, saya permisi dulu.” ucap nya kepada Bu Arum dan pak Anwar
Bu Arum hanya mengangguk datar, raut wajahnya jelas sekali menyimpan kekesalan.
Desi berjalan pergi dengan angkuh, melirik Raka sekilas dan tersenyum penuh kemenangan..
Setelah Desi pergi, suasana masih tegang. Laras dan Dewi, memilih tetap tinggal, mereka berdiri dekat sofa sambil memperhatikan ayah mereka, Kevin yang duduk termenung dengan tatapan kosong.
Kedua anak itu sudah bukan Laras dan Dewi yang dulu yang lembut, sopan, dan mudah diajak bicara...
Mereka sudah berubah menjadi versi yang begitu dipenuhi dendam dan kebencian, kebencian yang Desi tanamkan perlahan-lahan selama enam bulan.
Laras melangkah mendekati Kevin.
“Yah, ayah masih berharap sama istri ayah itu? Sudahlah, ayah ceraikan saja dia. Buat apa mempertahankan perempuan kayak dia?” nada bicaranya menusuk seperti pisau.
Kevin menoleh perlahan, tatapan matanya tajam, lebih tajam dari biasanya.
“Kalian berdua… sudah berubah. Ayah benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana menyadarkan kalian.” ucap Kevin
Laras melipat tangan di dada, suaranya sinis,
“Seharusnya kalimat itu ayah ucapkan ke Raisa, bukan ke kami.”
Kevin menutup mata beberapa detik, menahan diri agar tidak meledak, akhirnya ia berdiri.
"Ma… Pak… Raka… Aku pergi cari Raisa dulu.” pamit Kevin
Pak Anwar mengangguk, Bu Arum memijit pelipisnya, Raka menatap kakaknya tanpa berkata apa pun, hanya menepuk punggung Kevin perlahan. Itu cukup menunjukkan dukungan tanpa kata.
Begitu Kevin keluar, Laras langsung memutar bola matanya.
"Lihat kan, Nyai? Ayah ninggalin kami lagi, dia bukannya pilih tinggal sama kami, tapi malah ngejar Raisa. Dia pilih perempuan itu daripada anaknya sendiri…”
Laras masuk ke kamar dengan geraman kesal, diikuti Dewi yang tak kalah kesalnya.
Di dalam kamar mereka, keduanya terkejut karena kamar itu tidak berubah sama sekali, masih persis seperti enam bulan lalu. Bu Arum memang sengaja tidak mengubah apa pun, berharap kedua cucunya bisa kembali dan merasa nyaman tinggal di rumah.
Namun sekarang, kamar itu tidak memberi kenyamanan sedikit pun, tidak bagi hati yang sudah penuh racun kebencian.
Di ruang tamu, Raka, Amel, Bu Arum dan Pak Anwar duduk, suasana sunyi beberapa saat, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar malas.
Raka lalu menatap kedua orangtuanya.
“Bapak… Ibu… tolong ceritain semuanya. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Bu Arum saling pandang dengan Pak Anwar, lalu ia menarik napas panjang.
Dan ia menceritakan semua, dari ia mengundang Desi karena ingin mencari solusi untuk kedua cucunya, bagaimana Desi memutarbalikkan cerita...
bagaimana Desi meracuni pikiran Laras dan Dewi, dan bagaimana Raisa berkali-kali mencoba bersikap baik namun justru makin dijadikan kambing hitam...
Raka mendengarkan sambil mengepalkan tangan.
Amel hanya mengusap punggung suaminya pelan, berusaha menenangkan.
***
Sementara itu…
Desi menyetir mobilnya sambil tersenyum puas, ia sudah membuat kekacauan. Ia sudah berhasil membuat Laras dan Dewi makin membenci Raisa....
Ia sudah membuat Raisa meledak di depan semua orang.Itu kemenangan kecil, tapi tetap sebuah kemenangan.
Hanya saja… ucapan Kevin tadi menusuk hatinya.
Ucapan yang membuatnya kehilangan kendali...
Ujung-ujungnya, mobil itu akhirnya berhenti di bar favoritnya, tempat ia biasa menenangkan diri..
Musik keras menyambutnya. Lampu-lampu neon berputar, dan alkohol menjadi pelariannya malam itu.
Ia minum gelas demi gelas, sampai dirinya mulai limbung, sampai pikirannya kabur dan emosinya makin kacau.
Ketika ia sedang terduduk dengan wajah memerah karena alkohol, Andre masuk, menggandeng seorang wanita cantik, Tania istrinya...
Mereka lewat begitu saja, tidak menyadari Desi sedang memperhatikan.
Dan seperti tersengat listrik, Desi langsung berdiri terhuyung, tak peduli betapa kacaunya ia..
Ia mendekati Andre sambil menunjuk-nunjuk wajahnya.
"Oh ini wanita yang kamu perjuangkan, hah?! Wanita yang bikin kamu ninggalin aku?!” teriak Desi.
Andre terkejut. “Desi…? Kamu mabuk.”
Desi mendekat makin agresif.
“Aku kira kamu nikah sama wanita baik-baik, Andre! Tapi ternyata dia sama kayak aku! Wanita penghuni neraka!” teriak Desi
Tania menatap Andre bingung.
“Siapa dia?”
Andre menghela napas malas.
“Desi. Wanita bodoh yang dulu tergila-gila sama aku. Yang pernah aku ceritain ke kamu.”
Tania mengangguk paham, meski wajahnya tegang.
Andre memberi isyarat kepada keamanan, dua petugas langsung datang dan mengangkat Desi keluar secara paksa..
"Aku belum selesai! Lepasin aku! Biar aku kasih lihat ke semua orang wanita itu kayak apa!” oceh Desi sambil meronta.
Tapi karena mabuk, ia akhirnya dilepas di luar, ia sempoyongan, berjalan tak tentu arah dan saat itulah ia menabrak seorang pria...
Desi menatapnya dengan kabur.
“Kamu siapa? Pangeran? Malaikat? Ihh… aku takut… tapi gapapa, temani aku ya? Aku lagi kesepian. Kekasihku barusan mesra sama wanita lain. Ajak aku ke rumahmu… kita senang-senang…”
.
Pria itu menyeringai, senyuman yang tidak baik.
“Lumayan juga nih… ibu-ibu,” gumamnya.
Tanpa pikir panjang, ia menggandeng Desi masuk ke mobil
Desi hanya tertawa-tawa, tidak sadar apa pun.
Sepanjang perjalanan, ia terus mengoceh hal-hal tak jelas.
Tentang Andre.
Tentang Raisa.
Tentang rencana-rencananya.
Tentang kebenciannya.
Dan pria itu hanya mendengarkan, sambil sesekali melirik tubuh Desi dan tersenyum sinis.
Sesampainya di hotel murah itu, ia menyeret Desi masuk ke kamar, Desi terus tertawa, tak sadar bahwa ia sedang menuju bahaya.
Ia dibaringkan ke ranjang, pakaian Desi dilucuti satu per satu, hingga tak tersisa sehelai pun...
Akhirnya… pria itu mendesis, lalu menindih tubuh Desi.
Desi hanya mengerang lemah.
“Jangan… aku… aku capek…”
Pria itu tak peduli, dan malam itu menjadi malam paling gelap dalam hidup Desi, malam yang tak akan ia ingat dengan jelas…
tapi akan meninggalkan luka yang tidak akan bisa hilang seumur hidupnya...
___ Bersambung ___